Biografi Pemikiran Para Penggugat Kemapanan
Foto: istimewaJudul : Membongkar Rezim Kepastian: Pemikiran Kritis Post-Strukturalis
Penulis : Haryatmoko
Penerbit : Kanisius
Cetakan : Pertama, 2016
Tebal : 160 halaman
ISBN : 978-979-21-4561-8
Buku yang ditulis Haryatmoko ini menghimpun pemikiran singkat enam filsuf Prancis dari kelompok Post-Strukturalis. Mereka adalah para filsuf penggugat kemapanan, yakni Michel Foucault, Pierre Bourdieu, Jean Baudrillard, Paul Ricoeur, Gilles Deleuze, dan Jacques Derrida.
Pemikiran mereka merayakan salah satu sisi corak berpikir kefilsafatan, yakni aspek dekonstruktif yang bekerja dengan mempertanyakan pandangan tertentu yang sifatnya sudah cukup mapan untuk dikritik, digugat, dan dibongkar. Bagi mereka, kemapanan dan kepastian dapat menggiring pada kemandekan dan menghalangi perkembangan.
Michel Foucault dikenal sebagai filsuf yang mengemukakan gagasan tentang Relasi Kuasa dan Pengetahuan.
Selama ini, kekuasaan biasanya diidentikkan dengan negara sehingga kekuasaan bersifat terpusat. Menurut Foucault, kekuasaan bersifat menyebar dan produktif. Karena bersifat menyebar, mereka yang terlibat tidaklah sedikit. Hasilnya pun tidak selalu terangkum dalam hal-hal yang bersifat negatif.
Dahulu, kekuasaan sering dikaitkan dengan perang atau aturan dalam bentuk perintah dan larangan.
Namun bagi Foucault, kekuasaan dapat berwujud dalam relasi antara pasien dan klien, tes wawancara di sebuah perusahaan, atau jajak pendapat. Dari relasi-relasi semacam itu, kekuasaan yang beroperasi menghasilkan pengetahuan. Pengetahuan inilah yang kemudian dikembangkan yang pada gilirannya turut berperan dalam pembentukan individu modern. Dari situ, didefinisikanlah hal yang normal dan tidak normal (hlm 14-17).
Jika Bourdieu mengungkap sisi narsistik setiap orang demi memperoleh pengakuan sosial, Baudrillard meletakkan fenomena konsumsi manusia modern dalam kerangka "manipulasi tanda". Manusia modern terjebak dalam rimba tanda yang merupakan reduksi dari realitas. Cara mereka membuat keputusan konsumsi dipandu oleh aturan tanda, baik demi mendukung posisi kelasnya maupun untuk mengafirmasi hidup dan identitas mereka.
Pada titik ini, konsumsi mendorong orang untuk menjadi individualistis. Pemenuhan hasrat pada barang atau jasa konsumsi tertentu lebih ditentukan oleh dorongan pribadi sehingga lambat laun solidaritas kian luntur (hlm. 71).
Sementara itu, Paul Ricoeur membangun konsep hermeneutika yang mulai masuk ke ranah ontologis dengan mencangkokkan hermeneutika pada fenomenologi. Ricoeur menawarkan cara baca baru atas teks yang di antara kategori hermeneutikanya mendorong pembaca untuk melakukan pengambilan jarak terhadap diri sendiri dalam proses pemahaman diri (apropriasi).
Diresensi M Mushthafa
Penulis: Arip, CS Koran Jakarta, Dika, Dimas Prasetyo, Dio, Fathrun, Gembong, Hamdan Maulana, Hayyitita, HRD, Ichsan Audit, Ikn, Josephine, Kelly, Khoirunnisa, Koran Jakarta, Leni, Lukman, Mahaga, Monic, Nikko Fe, Opik, Rabiatul Adawiyah, Rizky, Rohmad, Sujar, Tedy, User_test_2, Wahyu Winoto, Wawan, Zaky
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Hati Hati, Banyak Pengguna yang Sebarkan Konten Berbahaya di Medsos
- 2 Ayo Terbitkan Perppu untuk Anulir PPN 12 Persen Akan Tunjukkan Keberpihakan Presiden ke Rakyat
- 3 Buruan, Wajib Pajak Mulai Bisa Login ke Coretax DJP
- 4 Cegah Pencurian, Polres Jakbar Masih Tampung Kendaraan Bagi Warga yang Pulang Kampung
- 5 Tanda-tanda Alam Apa Sampai Harimau Sumatera Muncul di Pasaman dengan Perilaku Unik