Wilayah Aglomerasi Bersinergi untuk Mengatasi Polusi Udara
Suasana Kota Jakarta yang tertutup asap putih dilihat dari pesawat di Jakarta, Jumat (21/6/2024). Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 14.53 WIB, Indeks Kualitas Udara di Jakarta berada pada angka 159 atau masuk ke dalam kategori tidak sehat dengan konsentrasi partikel (PM2.5) di angka 67.5 mikrongram per meter kubik.
Foto: ANTARA/Dhemas ReviyantoJAKARTA - Kualitas udara Jakarta Jumat (28/6) pagi dalam kategori tidak sehat dan menduduki posisi empat sebagai kota dengan udara terburuk dunia. Untuk itu, dinas lingkungan hidup (DLH) kawasan aglomerasi akan bekerja sama mengatasi polusi udara.
Lingkupnya termasuk DLH Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Selain itu, juga kota-kota yang masuk wilayah aglomerasi. "Mereka bersinergi untuk mengatasi polusi udara wilayah anglomerasi," jelas Kepala DLH Jakarta, Asep Kuswanto.
Menurutnya, kerja sama antar-DLH sangat penting untuk mengatasi polusi udara karena saling terkait sebagai wilayah aglomerasi. Asep menjelaskan, sinergi dilakukan antara DLH Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Kemudian, DLH Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi.
Tujuannya, untuk mengatasi polusi udara. Asep menjelaskan bahwa sebagai pusat perekonomian berskala global, Jakarta, memiliki amanat untuk berkolaborasi dalam perencanaan lingkungan hidup wilayah aglomerasi. "Kota dan kabupaten Jabodetabek juga pernah menandatangani kesepakatan bersama untuk memperbaiki kualitas udara," tandas Asep.
Kesepakatan ini, diinisiasi oleh Pemprov Jakarta yang mencakup beberapa poin penting. Poin tersebut seperti pembentukan Pokja Perlindungan Nasional untuk Udara. Ini sebagai forum akselerasi perbaikan kualitas udara. Kemudian, menyusun strategi pengendalian pencemaran udara terpadu di tiap-tiap wilayah administrasi.
Aplikasi Siumi
Selain itu, perlu percepatan kegiatan uji emisi kendaraan bermotor. Ini juga menjadi salah satu pembahasan. Dalam hal ini, pengelolaan data terpadu melalui aplikasi istem Informasi Uji Emisi (Siumi) milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sangat membantu dalam memantau dan mengevaluasi kualitas udara.
Inventarisasi emisi tiap-tiap wilayah serta pertukaran data juga menjadi bagian dari upaya sinergi ini. DLH Jakarta juga siap untuk uji emisi keliling di Jabodetabek. "Kami berharap DLH aglomerasi bisa mendorong kegiatan yang bisa dikerjasamakan dan mendukung langkah-langkah yang lebih baik demi kualitas udara Jabodetabek yang lebih bersih," katanya.
Asep menambahkan, dalam kesempatan tersebut, dibahas pula pentingnya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai mendesaknya menjaga kualitas udara. DLH Jakarta dan daerah lain sepakat untuk terus meningkatkan kesadaran masyarakat melalui berbagai program edukatif dan kampanye lingkungan.
"Poin penting lainnya adalah komitmen untuk melibatkan sektor swasta dalam upaya pengendalian pencemaran udara," tutur Asep. Dia mengajak korporasi untuk berpartisipasi aktif dalam program-program pengendalian polusi udara. Peran mereka sangat besar dalam pengurangan emisi industri.
Sementara itu, Pejabat DLH Jawa Barat, Endang Hidayat, menyatakan, pelaksanaan kerja sama ini sangat penting. Tujuannya mencari solusi atas kendala yang dihadapi di wilayah aglomerasi seperti keterbatasan penyediaan Stasiun Pemantauan Kualitas Udara (SPKU) di daerah penyangga dan keterbatasan alat uji emisi. "Problem ini harus segera diatasi melalui kerja sama yang lebih intensif antara DLH provinsi dan DLH kota/kabupaten," katanya.
Pelaksana Tugas Sekretaris DLH Banten, Ruli Rianto, menambahkan bahwa sinergi antardaerah sangat mendesak. "Masalah pencemaran udara tidak bisa diselesaikan oleh satu daerah saja. Harus ada upaya bersama untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi semua warga aglomerasi," ujarnya.
Sebelumnya, berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir Jumat (28/6) pagi, Indeks Kualitas Udara (AQI) Jakarta berada di angka 146. Ini berarti masuk dalam kategori tidak sehat. Kategori tidak sehat, berarti kualitas udaranya tidak sehat bagi kelompok sensitive. Alasannya, dapat merugikan manusia ataupun kelompok hewan yang sensitive. Selain itu, juga bisa menimbulkan kerusakan tumbuhan ataupun nilai estetika.
Redaktur: Aloysius Widiyatmaka
Penulis: Aloysius Widiyatmaka, Antara
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Amunisi Sehat, Khofifah-Emil Dapat Dukungan Nakes Muda Jatim!
- 2 Empat Paslon Adu Ide dan Pemikiran pada Debat Perdana Pilgub Jabar
- 3 Banjir Dukungan, PDIP Surakarta Targetkan Kemenangan 70 Persen pada Pilkada 2024
- 4 Rem Blong Truk Bermuatan Berat Diduga Picu Tabrakan Beruntun di Cipularang
- 5 Pemkab Bekasi Diminta Gunakan Potensi Daerah