Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 13 Feb 2021, 00:04 WIB

Waspadai Kenaikan Harga Pangan Global

Foto: Sumber: BPS – Litbang KJ/and - KJ/ONES

» Kenaikan harga kedelai di awal tahun membuat pelaku industri tahu tempe menjerit.

» Badan Pangan diyakini jadi solusi mengendalikan inflasi yang jadi momok perekonomian

JAKARTA- Peringatan Badan Pangan Dunia Food Agriculture Organization (FAO) beberapa waktu lalu akan potensi ancaman kelaparan global karena dampak pandemi Covid-19 mulai terlihat. Harga beberapa komoditas di pasar global mulai melonjak karena terjadi gangguan produksi dan pasokan di tengah meningkatnya permintaan.

Harga kedelai misalnya pada awal tahun sempat melonjak dan menyebabkan industri tahu tempe dalam negeri menjerit karena harga bahan baku utama mereka meroket. Berdasarkan data FAO, harga rata-rata kedelai pada Desember 2020 sebesar 461 dollar AS per ton atau naik 6 persen dibanding bulan November sebesar 435 dollar AS per ton.

Faktor utama penyebab kenaikan harga kedelai dunia itu adalah lonjakan permintaan kedelai dari Tiongkok ke Amerika Serikat (AS) selaku eksportir kedelai terbesar dunia. Permintaan kedelai Tiongkok naik dua kali lipat dari 15 juta ton menjadi 30 juta ton.

Pakar Ekonomi dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Bhima Yudhistira di Jakarta, Jumat (12/2) mengatakan pemerintah semestinya menyiapkan langkah antisipasi secara perlahan melalui substitusi impor dengan menggalakkan penanaman komoditas ke petani seperti kedelai.

"Ini sebenarnya peluang sekaligus tantangan bagi pemerintah mengoptimalkan kedelai dalam negeri sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani," kata Bhima.

Faktanya di lapangan, pemerintah khususnya Kementerian Pertanian (Kementan) kesulitan menggenjot produksi kedelai dalam negeri. Kementan sempat menargetkan produksi kedelai pada 2019 bisa mencapai 2,8 juta ton untuk memenuhi kebutuhan yang diperkirakan mencapai 4,4 juta ton.

Namun demikian, hingga Oktober 2019 hanya tercapai 480.000 ton atau 16,4 persen dari target. Pada 2018 juga sama, dari target 2,2 juta ton produksi kedelai, hanya terealisasi 982.598 ton.

Menurut Bhima, tantangan perekonomian pada 2021 dan beberapa tahun ke depan lebih kompleks, sehingga tidak bisa hanya dihadapi dengan kebijakan yang sifatnya temporer dan jangka panjang.

Ancaman lonjakan harga pangan jelasnya pada akhirnya akan berkaitan dengan pengendalian inflasi yang menjadi momok dalam perekonomian. Sebab itu, pemerintah dalam membuat kebijakan ketahanan pangan tidak cukup dengan mencanangkan lumbung pangan (food estate) dengan alokasi anggaran hingga 108 triliun rupiah.

"Perlu segera membentuk Badan Pangan untuk mengkoordinasikan semua stake holders baik di hulu maupun hilir, sehingga harga stabil dan petani sejahtera karena impor bisa ditekan," kata Bhima.

Hal lain kata Bhima adalah tingginya curah hujan yang menyebabkan beberapa sentra produksi terganggu karena banjir dan longsor. Semua itu akan mengganggu pasokan dan menurunkan daya beli masyarakat setempat.

"Menjelang Bulan Ramadan semestinya bisa jadi momentum bagi Pemerintah membentuk Badan Pangan, tinggal membentuk lembaga baru atau meningkatkan kapasitas dan kewenangan Bulog," kata Bhima.

Sulit Dibendung

Secara terpisah, Pengamat pertanian Gunawan mengatakan tanpa Badan Pangan kenaikan harga pangan tak akan bisa dibendung. Buruknya tata niaga pangan memberi dampak ke sisi hilir berupa kenaikan harga di tingkat konsumen. Badan Pangan jelasnya akan mampu mengelola inflasi pangan karena sinergi antara daerah berjalan baik.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perkonomian, Airlangga Hartarto dalam rapat koordinasi dengan Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) mengatakan telah menyepakati lima langkah strategis untuk memperkuat pengendalian inflasi di kisaran 3,0±1 persen pada 2021.

Langkah pertama kata Airlangga adalah menjaga inflasi kelompok bahan pangan bergejolak (volatile food) dalam kisaran 3,0 - 5,0 persen. Upaya itu dengan memperkuat empat pilar strategi yang mencakup keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif (4K) di masa pandemi Covid-19.

"Selain itu, menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi terutama dalam mengantisipasi kenaikan permintaan menjelang Ramadan dan Idul Fitri pada bulan April dan Mei 2021 serta Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) lainnya," kata Airlangga.

n ers/E-9

Redaktur: Vitto Budi

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.