![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
RI Sulit Tumbuh Tinggi Jika Terus Impor dan Tidak Membangun Ekonomi Kerakyatan
Laporan Bank Dunia - Tumbuh 6%, Syarat RI Jadi Negara Berpendapatan Tinggi pada 2035
Foto: istimewaJAKARTA - Indonesia harus meningkatkan pertumbuhan ekonomi minimal 6 persen per tahun untuk mencapai status negara berpendapatan tinggi pada 2035.
Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Carolyn Turk mengatakan meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil di angka 5 persen, namun diperlukan reformasi lebih lanjut untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing sektor swasta.
“Indonesia diberkati dengan populasi yang besar, dan hal ini memberikan efek moderasi. Namun seiring dengan tujuan untuk mencapai status negara berpendapatan tinggi pada tahun 2035, pertumbuhan tahunan harus dipercepat setidaknya menjadi 6 persen,” kata Turk dalam sebuah diseminasi “Business Ready (B-READY) 2024” di Jakarta, baru-baru ini.
Pemerintah katanya telah menargetkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari 6 persen. Namun, untuk mencapai angka tersebut, dibutuhkan berbagai reformasi regulasi dan peningkatan produktivitas di sektor manufaktur serta jasa.
Bank Dunia juga mencatat secara global, kualitas regulasi dalam perekonomian mendapat skor rata-rata 65,6 dari 100, yang menunjukkan sebagian besar negara hampir mencapai dua pertiga jalan menuju kesiapan berbisnis.
Laporan juga menggarisbawahi sejumlah reformasi regulasi yang diperlukan untuk menciptakan lingkungan bisnis yang lebih kompetitif, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing ekonomi Indonesia.
Jangan Andalkan Impor
Pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko yang diminta tanggapannya mengatakan target pertumbuhan 6 persen apalagi 8 persen sulit dicapai jika Indonesia masih bergantung pada impor dan belum serius membangun ekonomi berbasis kerakyatan.
Menurut Aditya, struktur ekonomi Indonesia masih belum berpihak pada produksi dalam negeri.
“Selama kita terus mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan industri dan konsumsi, sulit untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Uang yang seharusnya berputar di dalam negeri malah mengalir ke luar,” kata Aditya.
Aditya menegaskan, percepatan pertumbuhan tidak bisa hanya bertumpu pada investasi besar dan sektor swasta semata. Ia menyoroti pentingnya pembangunan ekonomi dari level desa, yang menurutnya masih kurang menjadi perhatian utama pemerintah.
Ekonomi kerakyatan berbasis desa jelasnya bisa menjadi kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif. Apalagi, mayoritas masyarakat Indonesia tinggal di desa, namun kontribusi sektor pertanian dan industri berbasis perdesaan terhadap PDB masih relatif rendah karena dukungan kebijakan yang kurang berpihak.
“Kalau kita bicara pertumbuhan 6 persen, kita tidak bisa hanya mengandalkan industri besar dan investasi asing. Kita perlu memperkuat ekonomi desa dari sektor pertanian, perikanan, hingga industri kreatif berbasis lokal. Kalau desa kuat, konsumsi masyarakat meningkat, daya beli naik, dan pertumbuhan ekonomi terjadi dari bawah ke atas,” jelasnya.
Selain itu, Aditya menyayangkan masih tingginya impor pangan, padahal Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. “Kita masih impor beras, kedelai, bahkan garam. Ini ironi, karena kita seharusnya bisa swasembada jika kebijakan mendukung petani dan nelayan lokal,” tambahnya.
Agar pertumbuhan ekonomi bisa lebih cepat dan berkelanjutan, Aditya berharap Pemerintah lebih serius melakukan reformasi struktural, terutama dengan mengurangi kebergantungan pada impor dan memperkuat sektor produksi dalam negeri.
Dosen Magister Ekonomi Terapan Unika Atma Jaya YB. Suhartoko mengatakan, pertumbuhan 5 persen per tahun adalah sesuatu yang biasa, tanpa usaha yang cukup berarti angka tersebut mudah tercapai.
Untuk mencapai Indonesia sebagai negara berpendapatan tinggi, pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi syarat mutlak. “Konsekuensinya perlu usaha yang keras dan tentu saja terintegrasi dan terkoordinasi baik antar Kementerian dan Lembaga, maupun pemerintah pusat dan daerah,”tegasnya
Untuk merencanakan pencapaian pertumbuhan tinggi, perlu strateginya dengan memperhatikan struktur ekonomi Indonesia. Pertama, dari sisi pengeluaran konsumsi memegang kontribusi terbesar dalam PDB (produk domestik bruto). Oleh karena itu dalam jangka pendek konsumsi harus tumbuh di atas 7 persen atau di atas pertumbuhan ekonomi nasional agar pertumbuhan ekonomi meningkat pada tahun berikutnya.
“Peningkatan konsumsi berkaitan dengan pendapatan yang berasal dari dunia usaha. Oleh karena itu secara simultan pengeluaran investasi yang menyerap tenaga kerja juga harus dilakukan,” kata Suhartoko.
Kedua, kontribusi UMKM terhadap PDB sekitar 60 persen dengan penyerapan tenaga kerja lebih dari 90 persen. Hal itu menyiratkan seharusnya perhatian negara terhadap UMKM harus lebih serius, terintegrasikan dan terkoordinasikan, bukan sekedar obyek program dan proyek semata tanpa kejelasan targetnya.
Ketiga, manufakturisasi berkaitan dengan hilirisasi perlu dilakukan dengan segera namun tetap harus memperhatikan kemandirian dalam barang antara yang seringkali harus diimport dan menciptakan ketergantungan jangka panjang.
Terakhir, penyelenggaraan pemerintahan harus efisien untuk menurunkan ekonomi biaya tinggi. Pungutan liar diminimalisir, mafia pajak dan cukai diberantas, perijinan yang pasti dan keamanan berusaha wajib ditingkatkan.
Sementara itu, peneliti Mubyarto Institute Awan Santosa mengatakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, inklusif, transformatif, demokratis, dan berkelanjutan, maka produktivitas ekonomi rakyat yang berbasis produk lokal harus ditingkatkan.
“Pertumbuhan yang ditopang fundamental ekonomi yang kokoh, tidak rentan terhadap gejolak dan krisis ekonomi dan keuangan global,” kata Awan.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Masih Jadi Misteri Besar, Kementerian Kebudayaan Dorong Riset Situs Gunung Padang di Cianjur
- 2 Cap Go Meh representasi nilai kebudayaan yang beragam di Bengkayang
- 3 Program KPBU dan Investasi Terus Berjalan Bangun Kota Nusantara
- 4 Kemenperin Minta Aparat Beri Kepastian Hukum Investasi di Indonesia
- 5 Inflasi Rendah Belum Tentu Hasilkan Pertumbuhan Berkualitas