
Waluran Mandiri, Desa Wisata Berkonsep Ketahanan Pangan
Foto: istimewaSumber makanan pokok cukup banyak namun sayangnya banyak yang sudah mulai ditinggalkan. Desa Waluran Mandiri mencoba melestarikan tanaman pokok sebagai kekayaan sumber pangan warga, sekaligus menjadi daya tarik wisata.
Indonesia kaya dengan sumber makanan pokok seperti ketela, ubi, sagu, jagung, sorghum, dan lainnya. Namun beberapa dekade ini padi atau beras lebih lebih menonjol dan masyarakat melupakan beberapa bahan makanan yang lain.
Di Desa Wisata Hanjeli yang berada di Desa Waluran Mandiri, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi, masyarakat berhasil membudidayakan kembali bahan pangan langka bernama hanjeli. Bahan pangan yang hampir punah ini ditanam di huma bersama dengan tanaman lain seperti jagung, padi huma, dan sayur-mayur.
Berada di kawasan Geopark Ciletuh, jarak Desa Wisata Hanjeli dengan Kota Sukabumi sejauh 75,8 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Warga desa memproduksi bahan pangan otentik dengan nama latin Coix lacryma-jobi L, sebagai tanaman alternatif yang bisa diolah menjadi bubur, wajik, rengginang, peuyeum, dodol, dan tepung.
Tanaman hanjeli merupakan nama dalam bahasa Sunda, sedangkan dalam bahasa Jawa disebut dengan jagung lali dan dalam bahasa Betawi disebut jali. Tanaman ini sejenis tumbuhan biji-bijian (serealia) tropika dari suku padi-padian atau Poaceae. Dalam perdagangan internasional dikenal sebagai Chinese pearl wheat atau gandum mutiara Tiongkok.
Hanjeli asalnya adalah Asia Timur dan Semenanjung Malaya, namun sekarang telah tersebar ke berbagai penjuru dunia. Beberapa varietas memiliki biji yang dapat dimakan dan dijadikan sumber karbohidrat dan juga obat. Bulir yang masak terbungkus struktur yang keras, berbentuk oval dan berwarna putih.
Ada dua varietas yang ditanam orang yaitu Coix lacryma-jobi var. lacryma-jobi dan Coix lacryma-jobi var. ma-yuen. Yang pertama memiliki cangkang (pseudokarpium) keras berwarna putih, bentuk oval, dan dipakai sebagai manik-manik. Yang kedua bisa dimakan orang dan juga menjadi bagian dari tradisi pengobatan Tiongkok.
Hanjeli adalah sumber pangan alternatif memiliki kandungan gizi setara beras. Bulirnya mengandung karbohidrat (76,4 persen), protein (14,1 persen), lemak nabati (7,9 persen), dan kalsium (54 miligram per 100 gram). Kandungan proteinnya ini lebih tinggi daripada beras.
Hanjeli tanaman yang berkerabat dekat dengan jagung daripada gandung. Namun sekarang hampir tidak pernah dikonsumsi dan dibudidayakan. Masyarakat Betawi bahkan banyak yang tidak tahu jika lagu Jali-jali yang diiringi gambang kromong merupakan berarti nama bahan pangan itu.
Ditanamnya hanjeli di desa itu tidak lepas dari kiprah Asep Hidayat Mustopa, 34 tahun. Ia ingin mempopulerkan bahan makanan yang hampir terlupakan ini. Setelah pulang sebagai pekerja migran di Arab Saudi pada 2009 tergerak membangkitkan komoditas lokal yang bisa diolah menjadi aneka makanan.
Setelah masyarakat berhasil panen hanjeli, tantangannya kemudian adalah bagaimana pemasarannya. Hal ini karena masyarakat setempat tidak lagi terbiasa dengan bahan makanan ini. Untuk menyakinkan kembali masyakat agar tetap menanam, Asep melakukan pendekatan dari pintu ke pintu.
Asep juga membeli hasil panennya hanjeli warga dengan harga 4 ribu hingga 5 ribu rupiah per kilogram. Harga ini lebih baik dari harga gabah padi yang paling tinggi yang biasanya sebesar 3,5 ribu per kilogram. Produk yang dibelinya kemudian dijual lagi ke ke berbagai daerah secara daring dengan harga jualnya berlipat.
"Tanaman ini tidak ditanam di sawah, namun di tegalan atau huma, sehingga tak mengganggu tanaman padi. Ketahanan tanamannya juga bagus, tak banyak memerlukan pengairan dan tahan di musim kemarau," tutur Asep. "Tanaman ini juga ditanam secara tumpangsari dengan tanaman lain seperti pada huma di Kampung Cekdam yang berada di Desa Waluran Mandiri," imbuh dia.
Program "Pirus" dan "Budiksamber"
Dengan segala upaya untuk menyakinkan petani, Asep pun menggerakkan warga tak hanya untuk menanam hanjeli, tapi juga memperkenalkan program gerakan yang ia sebut "Pirus".
Kata ini singkatan dari pipir imah diurus yang artinya lahan-lahan menganggur di sekitar rumah perlu dimanfaatkan untuk semakin meningkatkan ketahanan pangan warga desa, sambil menanam hanjeli sebagai alternatif beras.
Gerakan Pirus bukan hanya mendorong warga untuk menanam bahan makanan pokok alternatif itu. Berbagai macam sayur-mayur, dengan metode polybag, hidroponik, atau ditanam langsung di tanah juga dilakukan.
Pirus juga dikembangkan menjadi program "Budiksamber" akronim dari budidaya ikan dan sayuran dalam ember.
Selain menanam makanan pokok, sayuran, dan juga memelihara ikan dalam balong atau kolam, maka konsep ketahanan pangan untuk warga Desa Waluran Mandiri menjadi semakin kuat karena ada unsur karbohidrat, vitamin yang diwakili sayur-sayuran dan protein dari ikan. hay/I-1
Aneka Makanan dari Bahan Hanjeli
Desa Waluran Mandiri yang berada di Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi, dalam pandangan Asep Hidayat Mustopa, 34 tahun, pemrakarsa berdirinya Desa Wisata Hanjeli pantas menjadi desa wisata bukan hanya memproduksi hanjeli. Bersama warga desa, ia menciptakan Integrated Tourism Farming (ITF), agrowisata berbasis komunitas, konsep wisata yang terintegrasi dengan pertanian, edukasi, dan pemberdayaan warga.
Desa Wisata Anjeli didukung dengan alam yang indah. Apalagi desa wisata ini berada dalam kawasan wisata Geopark Ciletuh dan Pelabuhan Ratu.
Pada 2018, UNESCO memasukkan kawasan Ciletuh dan Pelabuhan Ratu sebagai bagian dari UNESCO Global Geoparks dengan luas 128.000 hektare, meliputi 74 desa dan 8 kecamatan.
UNESCO Global Geoparks adalah suatu area geografis di mana suatu bentang geologi dikelola dengan konsep holistik perlindungan, pendidikan, dan pembangunan berkelanjutan. Status tersebut artinya wilayah ini harus memanfaatkan warisan geologisnya dalam kaitannya dengan semua aspek lain warisan alam dan budaya. Desa Wisata Hanjeli diharapkan dapat menjadi bagian dari unsur unsur dari aspek tersebut.
Kini Desa Waluran Mandiri yang telah dikembangkan bersama telah menjadi destinasi wisata unggulan. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menetapkan Desa Wisata Hanjeli di Desa Waluran Mandiri, Kecamatan Waluran, Kabupaten Sukabumi, masuk 100 besar Desa Wisata Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022.
Di Desa Wisata Hanjeli, pengunjung bisa menikmati paket hidangan nasi liwet dari bahan hanjeli dan berbagai produk pangan berbahan hanjeli. Makanan camilan yang dikembangkan adalah bubur, dodol atau tapai hanjeli. Pengunjung juga bisa mempelajari budidaya hanjeli dan cara-cara pengolahannya.
Dalam video di kanal Youtube Desa Wisata Hanjeli, dua pasangan wisatawan asal Jerman diajak memanen hanjeli dengan ani-ani, alat pemotong batang padi. Selanjutnya wisatawan perempuan memisahkan biji hanjeli dari tangkainya dengan menyabetkan di atas kayu berongga.
Selanjutnya dengan tampah, kedua wisatawan memisahkan biji hanjeli dari kulitnya dengan penuh kesulitan. Setelah itu diteruskan dengan menumbuk dengan lesung, lalu memasaknya. Proses ini ditutup dengan menikmati hidangan dari bahan hanjeli, seperti bubur hanjeli yang lezat.
Asep memang ingin berniat menjadikan hanjeli sebagai ikon ekonomi warga sekaligus daya tarik wisata. Wisatawan bisa melihat hanjeli mulai yang baru tumbuh hingga usia panen 5-6 bulan. Wisatawan dapat mengikuti proses panen menjadi beragam makanan seperti wajik, rengginang, bubur, dodol, peuyeum atau tape, dan tepung.
Selain itu wisatawan dapat memetik sayur-mayur, menyantap olahan ikan, menyegarkan pikiran dengan menikmati lanskap pegunungan yang berada pada zona UNESCO Global Geoparks. Kombinasi alam dan kemampuan warga desa dalam menghasilkan pangan mandiri, menjadikan desa ini menjadi salah satu contoh bagi kemandirian dan ketahanan pangan, bukan sekadar destinasi wisata kuliner biasa.
Desa Wisata Hanjeli kini identik dengan tanaman hanjeli, bahan pangan langka alternatif yang bisa dinikmati. Produknya selain bisa meningkatkan pendapatan warga juga bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan. Tidak heran jika kemudian Asep, sang pelopor desa wisata itu, menerima penghargaan sebagai Juara 1 Pelopor Ketahanan Pangan dari Provinsi Jawa Barat. hay/I-1
Berita Trending
- 1 Cegah Tawuran dan Perang Sarung, Satpol PP Surabaya Gencarkan Patroli di Bulan Ramadan
- 2 AWS Dorong Inovasi Melalui Pendidikan Berbasis STEAM
- 3 Penemuan Fosil Purba di Tiongkok Mengubah Sejarah Evolusi Burung
- 4 Persija Jakarta Kini Fokus Laga Lawan PSM Makassar
- 5 Harimau Memangsa Hewan Ternak Warga Mukomuko Bengkulu
Berita Terkini
-
Trump: Putin dan Zelensky Perlu Bertemu untuk Perundingan Damai
-
Manfaatkan AI, Seluruh Kampus di Tiongkok Beri Kursus DeepSeek
-
20 Tahun Tragedi Longsor Sampah di Cimahi, Menteri LH: Harus Jadi Refleksi
-
Jennifer Lopez dan Ben Affleck Resmi Bercerai
-
Deretan Musisi Nasional Meriahkan Festival Musik di De Tjolomadu