Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Walau Mengalami, Kartini Mengkritik Poligami

A   A   A   Pengaturan Font

ISBN : 978-602- 04-5598-3

Banyak orang berpikir, Kartini hanya memperjuangkan emansipasi. Padahal emansipasi hanya salah satu bagian dari perjuangannya. Selama hidup, dia memperjuangkan banyak hal. Ini dibuktikan dengan surat-suratnya. Emansipasi wanita lebih menonjol karena berkaitan erat dengan nasib pribadinya. Di samping itu, dia bisa memperjuangkannya secara riil dengan membangun sekolah perempuan yang difasilitasi Adipati Ario Singgih Djojo Adiningrat, suaminya.

Perlu meluaskan pandangan tentang perjuangan Kartini agar mengenangnya tidak sebatas kebaya, sanggul, dan urusan tataboga. Buku ini menghadirkan ide-ide utama perjuangan Kartini berkaitan dengan emansipasi wanita, pendidikan, keagamaan, dan kebangsaan lewat ratusan suratnya yang kemudian dibukukan Habis Gelap Terbitlah Terang (hlm ix).

Kartini digambarkan sebagai sosok yang haus ilmu pengetahuan. Wawasannya yang luas tentang sosial-budaya dan pendidikan bernuansa Eropa, kadang membuatnya dicurigai sebagai antek kolonial. Tapi begitulah zaman itu. Buku-buku berbahasa Melayu sangat jarang. Buku dan majalah yang terbit berbahasa Belanda. Kartini yang sempat belajar di sekolah Belanda akhirnya bisa mengakses luasnya ilmu pengetahuan dengan bahasa tersebut.

Pada umur 13 tahun dilarang melanjutkan sekolah karena tradisi pingitan. Baginya, itu bukan berarti pendidikan juga berhenti. Dia tetap belajar dengan cara berlangganan surat kabar, majalah, dan membeli buku. Luasnya bahan bacaan memampukan memindai beragam ketimpangan. "Kartini pun beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat majalah De Hollandsche Lelie, " tulis buku ini (hlm xvi).
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top