Kamis, 12 Des 2024, 06:15 WIB

Vaksin Malaria Disuntikkan Melalui Gigitan Nyamuk

Foto: Sia KAMBOU / AFP

Parasit malaria menular melalui gigitan nyamuk lalu mencapai hati dan menuju aliran darah hingga menciptakan gejala. Vaksin dapat mencegah perkembangan ini dengan menghambat perkembangan di hati sebelum memasuki aliran darah.

Malaria merupakan salah satu penyakit menular utama. Setiap tahun kasusnya mencapai 216 juta kasus menyebabkan 400.000 orang meninggal. Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan jumlah infeksi terutama di Afrika Sub-Sahara dan Amerika selatan.

1733931594_1d2c3db39ff93a46658e.jpg

Foto : CRISTINA ALDEHUELA / AFP

Penyakit malaria yang cukup mematikan disebabkan oleh parasit bersel tunggal, Plasmodium falciparum. Penyakit ini dibawa nyamuk alu ditularkan melalui gigitan. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, parasit ini pertama kali berkembang di hati selama sekitar tujuh hari.

Parasit ini bertransformasi dan berpindah dari hati ke dalam darah yang kemudian dapat menginfeksi sel darah merah. Selanjutnya, parasit ini berkembang dari sel aseksual menjadi sel germinal jantan dan betina dewasa yang kemudian dapat dihisap oleh nyamuk, setelah itu parasit ini dibuahi di dalam perut nyamuk. Keturunannya dapat kembali ke tubuh manusia setelah digigit nyamuk lagi.

Mengambil ide dari gigitan nyamuk malaria, para ilmuwan dari Universitas Leiden dan Universitas Radboud di Belanda menciptakan vaksin yang cara penyuntikannya melalui gigitan nyamuk. Mereka memanfaatkan serangga tersebut untuk memberi vaksin baru kepada manusia. Cara ini diklaim dapat memberi perlindungan yang jauh lebih baik terhadap penyakit tersebut daripada pilihan yang ada saat ini.

Ini adalah generasi kedua dari jenis vaksin khusus ini dan peningkatan yang ditunjukkan dalam penelitian ini cukup signifikan. Delapan dari sembilan orang dewasa muda yang diberi vaksin baru terlindungi dari malaria, dibandingkan dengan satu dari delapan orang yang diberi vaksin yang sudah ada.

Vaksin baru tersebut dikembangkan oleh para peneliti dari perguruan tinggi tersebut menggunakan versi parasit tersebut yang dilemahkan secara genetik. Versi ini yang diberi nama GA2, tidak memicu malaria, tetapi mempersiapkan tubuh untuk melindunginya.

“Parasit yang lumpuh ini diberikan melalui gigitan nyamuk dan mencapai hati manusia seperti biasa,” kata ahli vaksin, Meta Roestenberg, dari Universitas Leiden, dikutip laman Science Alert dari jurnal New England Journal of Medicine.

“Namun karena gen dimatikan, parasit ini tidak dapat menyelesaikan perkembangannya di hati, tidak dapat memasuki aliran darah, dan dengan demikian tidak dapat menyebabkan gejala penyakit,” papar Roestenberg. “Sementara itu, infeksi yang melumpuhkan ini menciptakan respons imun yang kuat di hati, yang dapat melindungi orang tersebut dari infeksi malaria yang sebenarnya di masa mendatang,” imbuh dia.

Membiarkan parasit tersebut berkembang lebih lama di dalam tubuh tampaknya membantu. Dengan vaksin GA2, Plasmodium falciparum membutuhkan waktu hampir sepekan untuk matang di dalam hati, dibandingkan dengan 24 jam untuk dengan vaksin GA1 versi sebelumnya.

Vaksin GA2 memberi sistem imun lebih banyak waktu untuk mengenalinya dan bekerja untuk melawannya. Hasilnya memicu serangkaian sel imun yang lebih besar dan lebih beragam, sementara penelitian menunjukkan dapat membantu menjelaskan efektivitasnya yang jauh lebih baik.

Penyempurnaan

Memahami mengapa vaksin itu bekerja dengan sangat baik akan memberi para peneliti ide yang lebih baik tentang cara menyempurnakannya lebih lanjut. Sementara itu efek samping yang diamati menurut laporan para peneliti relatif kecil dan sebagian besar meliputi kemerahan dan gatal di sekitar gigitan nyamuk.

Semua peserta diberi obat anti-malaria setelah data penelitian dikumpulkan. Kemajuan terus terjadi dalam menanggulangi malaria, baik dengan menghentikan penyebarannya disumbernya atau melindungi tubuh manusia.

Mengenai sistem pengiriman gigitan nyamuk, ini bukanlah hal yang aneh untuk penelitian seperti ini. Penelitian ini disebut berguna karena berarti parasit yang dimodifikasi dikirimkan dan ditargetkan dengan cara yang sama seperti versi kekuatan penuh, tetapi tidak praktis untuk menggunakan pendekatan tersebut untuk benar-benar meluncurkan vaksin ke masyarakat.

“Singkatnya, pengujian dengan parasit GA2 baru kami yang lumpuh berjalan dengan sangat baik,” kata ahli mikrobiologi klinis Matthew McCall dari Universitas Radboud. “Kami sekarang berencana untuk menguji vaksinasi dengan parasit GA2 yang serupa dalam kehidupan nyata,” imbuh dia.

Sebelumnya dalam studi vaksin GA1 Universitas Radboud dan Universitas Leiden bersama-sama menguji kandidat vaksin berdasarkan parasit malaria yang dilemahkan secara genetika. Hasil uji klinis ini, yang dipublikasikan dalam Science Translational Medicine, menunjukkan bahwa vaksin tersebut aman dan menimbulkan respons pertahanan terhadap infeksi malaria.

Dalam studi ini, para peneliti membuat parasit malaria yang dilemahkan dengan membuang dua gen dan mengembangkannya menjadi vaksin bersama dengan perusahaan Amerika, Sanaria Inc. Parasit ini mencapai tahap hati pertama pada manusia, tetapi pelemahan genetik berarti bahwa parasit tersebut tidak berlanjut ke tahap selanjutnya atau menyebabkan infeksi darah. Pada tahap awal penelitian, gen-gen penting diidentifikasi yang, jika tidak ada, mencegah parasit berkembang di hati.

Dalam studi klinis gabungan, 67 relawan di Leiden dan Nijmegen menerima suntikan vaksin yang terbuat dari parasit yang dimodifikasi secara genetik yang disebut PfSPZ GA1. Vaksin yang pertama di dunia untuk vaksin malaria yang dapat disuntikkan dan dilemahkan secara genetik.

Hasil uji coba menunjukkan bahwa vaksin tersebut aman. Vaksin tersebut tidak menyebabkan infeksi darah dan karenanya tidak menimbulkan gejala malaria. Ditemukan juga bahwa relawan yang divaksinasi mengembangkan pertahanan kekebalan terhadap infeksi malaria, meskipun perlindungan ini tidak lengkap.

Ini berarti bahwa penyakit tersebut tertunda tetapi tidak dicegah. Menurut para peneliti, respons kekebalan yang terukur dan keamanan yang ditunjukkan merupakan insentif yang kuat untuk lebih mengembangkan vaksin berdasarkan parasit malaria yang dilemahkan secara genetik. hay/I-1

Redaktur: Ilham Sudrajat

Penulis: Haryo Brono

Tag Terkait:

Bagikan: