Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Upaya Mencari Tokoh Antikorupsi

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

oleh dr beni harmoni harefa

Belum lama ini, pemerintah membentuk Panitia Seleksi (pansel) untuk memilih pimpinan Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK). Para komisioner KPK akan berakhir pada 19 Desember 2019. Guna menghasilkan calon komisioner KPK yang berintegritas, kredibel dan independen, pemerintah membentuk pansel sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Pasal 30 Ayat 2 UU a menegaskan "Untuk melancarkan pemilihan dan penentuan calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, pemerintah membentuk panitia seleksi". Selanjutnya, dalam Pasal 30 Ayat 3 ditegaskan "panitia seleksi terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat". Pansel dibentuk agar dapat bekerja secara independen dalam menyeleksi calon komisioner KPK.

Oleh sebab itu, pansel harus berisikan orang-orang berintegritas dan memiliki semangat pemberantasan korupsi. Pansel diharapkan steril dari kepentingan-kepentingan yang dapat menghambat pemberantasan korupsi di negeri ini.

Melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 54/ P Tahun 2019 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Masa Jabatan Tahun 2019-2023, Presiden Joko Widodo telah membentuk Pansel. Tim ini terdiri dari Yenti Garnasih selaku ketua dan Indriyanto Senoadji sebagai wakil ketua. Anggotanya terdiri dari Harkristuti Harkrisnowo, Marcus Priyo Gunarto, Hamdi Moeloek, Diani Sadia Wati, Mualimin Abdi, Hendardi, dan Al Araf.

Pascapembentukan pansel, sejumlah pihak mempertanyakan integritas, kredibilitas, dan independensi tim bentukan pemerintah ini. Pasalnya, ada beberapa nama yang duduk di dalam tim diduga tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi. Seorang anggota pernah menjadi pengacara koruptor, sehingga kredibilitas dan integritasnya diragukan. Anggota lainnya dipersoalkan karena telah melakukan pelanggaran akademik berupa plagiarisme.

Selain melakukan plagiarisme, salah seorang anggota dianggap tidak melaporkan hartanya secara lengkap pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) terkait polis asuransi sebesar 2,5 miliar rupiah. Ketua Yenti Garnasih dan anggota Harkristuti Harkrisnowo, yang juga Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, juga dipertanyakan komitmen antikorupsinya oleh sejumlah aktivis antikorupsi. Mereka dianggap telah melemahkan KPK melalui Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana.

Pansel yang diusulkan dari unsur masyarakat juga dianggap bukan antikorupsi. Memang nama-nama dari masyarakat cukup berintegritas dalam aktivitas hukum dan hak asasi manusia. Namun, mereka bukanlah aktivis yang sehari-hari bergelut dalam isu pemberantasan korupsi. Sehingga mereka dianggap tidak memahami betul persoalan-persoalan yang dihadapi dan akan dihadapi KPK masa depan.

Kritik-kritik dari beberapa pegiat antikorupsi terus disuarakan untuk mempertanyakan kredibiltas pansel, yang memang memiliki tugas penting. Mereka harus menghasilkan komisioner KPK berkualitas dan memiliki semangat antikorupsi. Agar agenda pemberantasan korupsi tidak tergadaikan dan tersandera, panitia sebaiknya diisi orang-orang yang benar-benar paham persoalan dan tantangan KPK baik secara kelembagaan maupun fungsinya. Sebab menjadi pansel, bukan hanya memilih para calon, namun harus memahami persoalan KPK secara utuh.

Tantangan

Vishnu Juwono dalam Melawan Korupsi-Sejarah Pemberantasan Korupsi di Indonesia 1945-2014 menyimpulkan, hambatan dan perlawanan kelompok kepentingan dan badan penegak hukum dalam agenda pemberantasan korupsi menunjukkan bahwa struktur sosial, politik, dan ekonomi yang ingin menyuburkan korupsi sebagian besar masih utuh.

Perlawanan terhadap KPK dan gerakan antikorupsi masih nyata hadir di Indonesia. Kehadiran KPK dianggap mengguncang kemapaman dan kenyamana para pejabat-pejabat korup, sehingga gagasan memandulkan KPK secara politik ataupun melalui intimidasi terhadap para tokohnya selalu saja muncul.

Tantangan kedua yang harus dihadapi calon komisioner KPK ke depan, datang dari dalam internal KPK sendiri. Calon komisioner mempunyai pekerjaan yang tidak mudah yaitu untuk mengonsolidasikan KPK antara komisioner dan pegawai. Masa jabatan komisioner yang hanya empat tahun berhadapan dengan eksistensi pegawai yang lebih lama. Belakangan, sering terjadi pergulatan internal yang bisa berpotensi melemahkan KPK sebagai lembaga.

Misalnya, pada April 2019, sebanyak 42 penyidik KPK menandatangani surat pernyataan protes terkait dengan mekanisme pengangkatan penyelidik menjadi penyidik tanpa tes. Mekanisme ini dianggap tidak sesuai dengan Peraturan Pimpinan KPK Nomor 1 Tahun 2019 tentang Penataan Karir di KPK. Para penyidik menduga mekanisme pengangkatan ini sarat kepentingan dari oknum pegawai internal yang ingin mengurangi jumlah penyidik. Persoalan internal ini berpotensi menguras banyak energi yang akhirnya hanya akan melemahkan KPK.

Oleh sebab itu dukungan dari para elite politik dan seluruh masyarakat terhadap KPK harus kuat. Perlawanan terhadap KPK yang dilakukan sejumlah pejabat korup dan mafia-mafia prokorupsi, masih terus subur dan akan terus dilakukan. Hal ini akan memperlemah KPK, sehingga tidak akan pernah memberantas korupsi secara komprehensif dan menyeluruh.

Energi KPK akan banyak terkuras menghadapi serangan-serangan para elite korup. Maka masyarakat pro pemberantasan korupsi harus terus memberikan dukungan pada KPK.

Pansel sebaiknya dikaji kembali keberadaannya mengingat banyaknya kritik yang mempertanyakan kredibilitas, integritas, dan independensi beberapa anggotanya. Ditambah tugas dan tantangan yang dihadapi KPK ke depan semakin berat baik dari luar maupun dalam, sehingga diharapkan pansel lebih peka membaca persoalan mendasar di KPK.

Dalam situasi itulah, kita menyarankan pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo, untuk kembali mengkaji keberadaan beberapa anggota pansel yang bermasalah. Pansel bertugas sebagai gerbang awal terpilihnya pendekar-pendekar antikorupsi yang akan memimpin KPK empat tahun ke depan. Apabila kredibilitas pansel masih dipertanyakan, maka rasanya berat untuk menghasilkan komisioner-komisioner KPK kredibel juga.

Apabila ada kesamaan tujuan untuk membangunan Indonesia bebas korupsi, maka Presiden tidak akan membiarkan pansel terdiri dari anggota-anggota yang diragukan kredibilitasnya. Penulis Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum UPN Nasional "Veteran" Jakarta

Komentar

Komentar
()

Top