Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 11 Mei 2024, 02:15 WIB

Universitas Hong Kong Gunakan Dosen Kecerdasan Buatan untuk Ajar Mahasiswa

Dosen “AI” | Para mahasiswa di Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong mengenakan headset realitas virtual saat sedang mengikuti perkuliahan pada Kamis (9/5) lalu. Dengan headset ini para mahasiswa itu bisa menyaksikan sosok Albert Einstein yang dibuat oleh kecerdasan buatan berperan sebagai “dosen” untuk menjelaskan soal teori permainan pada perkuliahan mereka. 

Foto: AFP/Peter PARKS

Dengan menggunakanheadsetrealitas virtual, para mahasiswa di sebuah universitas di Hong Kong melakukan "perjalanan ke paviliun di atas awan" untuk menyaksikan sosok Albert Einstein yang dibuat oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) menjelaskan soal teori permainan pada perkuliahan mereka. Teori permainan adalah sebuah studi tentang model-model matematis untuk menggambarkan interaksi di antara para pemain yang rasional.

Para mahasiswa tersebut merupakan peserta dari mata kuliah di Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong (HKUST) yang menguji penggunaan teknologi "dosen AI" seiring dengan revolusi kecerdasan buatan yang melanda kampus-kampus di seluruh dunia.

Ketersediaan alat secara massal sepertiChatGPTtelah memicu optimisme akan lompatan baru dalam produktivitas dan pengajaran, namun juga ketakutan akan kecurangan, plagiarisme, dan penggantian instruktur manusia.

Namun Profesor Pan Hui, pimpinan proyek AI di HKUST, tidak khawatir akan digantikan oleh teknologi ini dan percaya bahwa teknologi ini dapat membantu meringankan tugas pendidik terkait dengan apa yang ia gambarkan sebagai kekurangan guru pengajar secara global.

"Guru AI dapat menghadirkan keberagaman, menghadirkan aspek yang menarik, dan bahkan penyampaian cerita yang mendalam," kata Hui kepadaAFP.

Dalam mata kuliah "Media Sosial untuk Materi Kreatif" yang diajarkan Hui, instruktur yang dihasilkan oleh AI, mampu mengajar 30 mahasiswa pascasarjana tentang teknologi mendalam dan dampak platform digital.

Instruktur ini dihasilkan setelah slide presentasi dimasukkan ke dalam program. Tampilan, suara, dan gerak tubuhavatardapat disesuaikan, dan dapat ditampilkan di layar atauheadsetVR.

Hal ini juga dipadukan dengan pengajaran tatap muka oleh Hui, yang mengatakan bahwa sistem ini membebaskan dosen manusia dari bagian tugas mereka yang amat membosankan.

Bagi mahasiswa Lerry Yang, yang penelitian PhD-nya berfokus pada metaverse, keunggulan dosen AI adalah kemampuannya menyesuaikannya dengan preferensi individu dan meningkatkan pembelajaran.

"Jika guru AI membuat saya merasa lebih reseptif secara mental, atau jika guru itu merasa mudah didekati dan ramah, maka hal itu akan menghapus perasaan jarak antara saya dan dosen profesor," kata dia kepadaAFP.

Penggunaan "AI" Generatif

Para pendidik di seluruh dunia saat ini sedang bergulat dengan meningkatnya penggunaan AI generatif, mulai dari upaya mendeteksi plagiarisme hingga menetapkan batasan penggunaan alat-alat tersebut.

Meskipun pada awalnya ragu-ragu, sebagian besar universitas di Hong Kong pada tahun lalu mengizinkan mahasiswanya menggunakan AI untuk meraih gelar yang bervariasi dari satu program studi ke program studi lainnya.

Di HKUST, Hui mengujiavatardengan gender dan latar belakang etnis yang berbeda, termasuk kemiripan dengan tokoh akademis terkenal seperti Einstein dan ekonom John Nash.

"Selama ini, tipe dosen yang paling banyak digemari adalah perempuan-perempuan muda yang cantik," kata Hui.

Sementara eksperimen dengan menggunakan karakter anime Jepang, justru menimbulkan opini, kata Christie Pang, seorang mahasiswa PhD yang bekerja dengan Hui dalam proyek tersebut. "Yang suka (dengan karakter anime Jepang tertentu) sangat menyukainya. Tapi ada beberapa mahasiswa yang merasa tidak percaya dengan apa yang dikatakan (dosen AI-nya)," imbuh Pang.

Mungkin ada masa depan di mana guru AI akan melampaui manusia dalam hal kepercayaan, kata Hui, meskipun dia lebih memilih kombinasi keduanya. "Kita sebagai pengajar di perguruan tinggi akan lebih menjaga mahasiswa kita, misalnya dalam kecerdasan emosional, kreativitas, dan berpikir kritis," tutur dia.

Untuk saat ini, menurut Hui , meskipun terdapatwow factor(teknik untuk menggambarkan sesuatu yang luar biasa atau mengesankan, red) bagi siswa, teknologi ini masih jauh dari tingkat yang dapat menimbulkan ancaman serius bagi guru manusia, karena teknologi ini tidak dapat berinteraksi dengan siswa atau menjawab pertanyaan dan seperti semua pembuat konten yang didukung AI, teknologi ini dapat memberikan jawaban salah bahkan aneh yang kerap disebut sebagai "halusinasi".AFP/I-1

Redaktur: Ilham Sudrajat

Penulis: AFP

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.