UNICEF: Program Penanganan "Stunting" yang Kurang Tepat Harus Segera Dievaluasi
ALAT DETEKSI DINI “STUNTING” I Mahasiswa Universitas Gadjah Mada menunjukkan alat deteksi dini stunting berbasis kecerdasan buatan (AI) di Kampus UGM, Sleman, D.I Yogyakarta, Senin (20/11). Alat yang diberi nama Electronic Stunting Detection System (ESDS) dirancang terintegrasi dengan sistem informasi dan aplikasi ponsel pintar serta dapat melakukan pengukuran massa dan panjang tubuh pada bayi secara cepat.
Jangan seperti Pemkot Depok yang menuai kritikan karena menyajikan menu pencegahan stunting yang dinilai tak layak jika dibandingkan dengan total anggaran tersedia. Balita hanya diberi menu untuk mencegah stunting berupa nasi, kuah sop, sawi, dan tahu.
Elemen Lain
Pakar Gizi dari Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Surabaya, Trias Mahmudiono, mengatakan untuk menyiapkan program gizi yang dibutuhkan, selain ahli gizi harus ada peran serta dari seluruh pihak agar program gizi buruk tersebut dapat efektif, terutama dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
"Masalah gizi tidak akan bisa diselesaikan oleh orang-orang yang fokus dalam gizi saja, namun juga perlu bantuan dari elemen lain. Mengacu WHO dalam mengatasi SDGs, terdapat dua program besar yaitu Nutrition Specific Intervention yang hanya bisa dilaksanakan oleh orang yang ahli dalam gizi. Tetapi tak kalah penting, ada juga Nutrition Sensitive Intervention yang merupakan intervensi yang tidak secara langsung berkaitan dengan gizi, namun meningkatkan efektivitas program gizi. Nutrition Sensitive Intervention tersebut merupakan cara usaha peningkatan gizi yang bisa dilaksanakan oleh seluruh masyarakat.
Sedangkan elemen pendukung lainnya, seperti tersedianya air bersih, infrastruktur yang baik, pendidikan yang berkualitas, serta peningkatan pemberdayaan.
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Vitto Budi
Komentar
()Muat lainnya