Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Jumat, 21 Mar 2025, 03:03 WIB

Undang-Undang TNI Jangan Langgar Hak-hak Sipil

Foto: Koran Jakarta/M. Fachri

Perluasan wewenang TNI dalam UU TNI yang baru saja disahkan harus diawasi dengan ketat agar tidak melanggar hak-hak masyarakat sipil.

JAKARTA - Perluasan wewenang TNI yang diatur dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang saat ini sudah sah menjadi UU harus diawasi dengan ketat agar tidak melanggar hak-hak masyarakat sipil.

1742481531_bf9c4da07d880ea9405b.jpg

PENGESAHAN UU TNI lMenteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin (kiri) menyerahkan pandangan Akhir Pemerintah terkait pengesahan UU TNI kepada Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan), Wakil Ketua DPR Sufi Dasco Ahmad (kanan), Adies Kadir (tengah), dan Saan Mustopa dalam Rapat Paripurna di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (20/3). Dalam Rapat Paripurna Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 tersebut, DPR mengesahkan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia menjadi ­undang-undang.

“Kami di DPR juga menekankan bahwa perluasan kewenangan ini harus dilakukan secara hati-hati, tetap menghormati prinsip demokrasi, dan tidak boleh melampaui batas yang dapat mengganggu supremasi sipil,” kata Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini di Jakarta, Kamis (20/3).

Secara garis besar, Amelia mengaku pihaknya setuju dengan substansi yang ditawarkan UU TNI lantaran dapat memperkuat posisi militer dalam melindungi negara.

Dia menilai UU ini memberikan landasan hukum yang jelas bagi TNI untuk memperkuat pertahanan siber demi menjawab tantangan keamanan modern seperti perang siber maupun perang hibrida.

Terkait wewenang TNI masuk ke jabatan sipil, Amelia menilai hal tersebut layak diberlakukan di beberapa instansi yang telah diatur dalam undang-undang. “Untuk jabatan sipil selain yang dikecualikan - selain 14 jabatan tertentu yang dibahas - kami tegaskan bahwa anggota TNI aktif yang akan mendudukinya harus terlebih dahulu mundur atau pensiun dari kedinasan aktif militernya, agar benar-benar terpisah status militernya ketika mengemban tugas sipil,” tegas Politisi Fraksi Partai NasDem ini.

Adapun 14 kementerian dan lembaga itu, yaitu sembilan kementerian/lembaga (K/L) sebagaimana yang diatur dalam UU TNI tahun 2004, dengan ditambah lima K/L yang sudah eksis di UU dan perpres sebelum tahun 2022 yang menjadi substansi dalam perubahan UU TNI 2025 saat ini.

Daftar lembaga yang bisa dimasuki prajurit aktif berdasar revisi UU TNI yakni Koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara termasuk Dewan Pertahanan Nasional, Sekretaris Militer Presiden (dalam revisi UU TNI menjadi Kesekretariatan Negara yang menangani urusan Kesekretariatan Presiden dan Kesekretariatan Militer Presiden), Intelijen Negara, Siber dan/atau Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.

Untuk5 Kementerian/Lembaga tambahan yakniPengelola Perbatasan, Penanggulangan Bencana,Penanggulangan Terorisme, Keamanan Laut, dan Kejaksaan Republik Indonesia.

Diproses Hukum

Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono menekankan apabila prajurit TNI aktif yang menduduki jabatan sipil di 14 kementerian/lembaga terjerat kasus pidana maka dapat diproses di Kejaksaan Agung.

“Di dalam Undang-Undang TNI juga ada penugasan aparat personel TNI di Kejaksaan Agung, yaitu Jampidmil (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer disingkat). Jadi, bila ada personel TNI yang terlibat dalam pidana itu bisa diproses melalui Kejaksaan Agung sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku,” kata Dave di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI Ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025 di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis, menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk disahkan menjadi UU.

Perubahan dalam RUU tersebut, di antaranya mengenai kedudukan koordinasi TNI, penambahan bidang soal operasi militer selain perang (OMSP), penambahan jabatan sipil yang bisa diisi TNI aktif, dan perpanjangan masa dinas keprajuritan atau batas usia pensiun.

Ketua DPR RI Puan Maharani menjelaskan bahwa aturan larangan prajurit TNI untuk berbisnis dan berpolitik tetap dipertahankan dan tidak dilakukan perubahan dalam RUU TNI. “Tetap dilarang, tidak boleh berbisnis, tidak boleh menjadi anggota partai politik dan ada beberapa lagi. Itu harus,” kata Puan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

Hal itu disampaikan Puan Maharani usai memimpin Rapat Paripurna DPR RI yang menyetujui Rancangan Undang-Undang TNI untuk disahkan menjadi undang-undang.

Puan juga menekankan bahwa prajurit TNI aktif yang menduduki jabatan sipil di luar 14 kementerian/lembaga (K/L) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang TNI harus mengundurkan diri atau pensiun dari kedinasan. “Bahkan, kalau di luar dari Pasal 47 bahwa cuma ada 14 kementerian/lembaga yang boleh diduduki prajurit TNI aktif, yang prajurit TNI aktif itu harus mundur atau pensiun dini,” ucapnya.

Dia menjelaskan bahwa pembahasan RUU TNI yang baru saja disetujui menjadi undang-undang berfokus pada tiga pasal utama, yakni Pasal 7 tentang operasi militer selain perang (OMSP); Pasal 47 yang memperluas ruang lingkup jabatan TNI aktif di kementerian/lembaga dari 10 menjadi 14 kementerian/lembaga; serta Pasal 53 mengenai perpanjangan usia pensiun bagi prajurit TNI di seluruh tingkatan pangkat.

Puan menyatakan bahwa RUU TNI yang disetujui menjadi undang-undang tidak akan mengabaikan kekhawatiran masyarakat atas bergulirnya revisi UU TNI.n Ant/S-2

Redaktur: Sriyono

Penulis: Antara

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.