Udara Jakarta Kembali Jadi Paling Buruk di Antara Kota-kota Besar Dunia
UDARA JAKARTA TIDAK SEHAT, SAATNYA BERALIH KE ENERGI RAMAH LINGKUNGAN I Pemandangan gedung bertingkat yang diselimuti asap polusi di Jakarta, beberapa waktu lalu. Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan telah menyiapkan strategi untuk mengatasi permasalahan polusi udara di Jakarta yaitu Pemprov DKI Jakarta akan menambah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Selain itu pemerintah juga harus mulai menghentikan operasional pembangkit listrik berbahan bakar fosil yang polutif dan segera beralih ke energi bersih dan ramah lingkungan.
JAKARTA - Untuk kesekian kalinya, kualitas udara di Jakarta kembali menjadi paling buruk di antara kota-kota besar dunia. Menurut data IQAir, pada Jumat (14/7) 03.00 PM atau pukul 15.00 WIB, kualitas udara Kota Jakarta mencapai AQI US 160 yang disusul New Delhi, India, dengan AQI US 152. Peringkat kualitas udara Jakarta dan New Delhi itu berada pada indikator merah yang artinya tidak sehat.
Sebelumnya, pada Senin (19/6) pukul 13.30 WIB, kualitas udara Jakarta juga terburuk di antara kota-kota besar dunia dengan AQI US 152, sedangkan tingkat konsentrasi PM2.5 Jakarta saat itu pada level 57,6 μg/m³. Indikatornya pun merah yang berarti tidak sehat dibanding kota dunia lainnya.
Selain indikator merah, indikator oranye merujuk pada kualitas udara yang tidak sehat bagi kelompok sensitif, lalu ungu sangat tidak sehat, hitam berbahaya, hijau baik, dan kuning sedang.
Menurut acuan IQAir, skor indeks pada rentang 0-50 artinya memiliki kualitas udara baik, sementara rentang 51-100 berarti kualitas udara sedang dan rentang 101-150 kualitas udara tidak sehat bagi kelompok sensitif.
Berikutnya, kualitas udara tidak sehat memiliki rentang 151-200, lalu kualitas udara sangat tidak sehat berada di rentang 201-300 dan kualitas udara berbahaya memiliki rentang lebih dari 301.
Adapun sumber polusi udara terbesar di Jakarta berasal dari kendaraan bermotor dengan kontribusi hampir 67 persen.
Pakar lingkungan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, Warmadewanthi, yang diminta pendapatnya, mengatakan tingkat penggunaan kendaraan pribadi dan anomali cuaca merupakan sumber utama dari polusi udara yang buruk di Jakarta.
"Memang seperti diketahui dengan jumlah penduduk yang besar dan dimasuki oleh warga di sekitar Jakarta yang bekerja di sana, tingkat penggunaan kendaraan pribadi di Ibu Kota sangat tinggi," kata Warmadewanthi.
Zat-zat yang keluar dari pembuangan kendaraan menjadi sumber utama polusi di Jakarta. Sebab itu, solusinya adalah beralih ke transportasi massal. Pemerintah harus menyempurnakan dan memperluas jaringan transportasi massal yang sudah ada sehingga menjangkau lebih banyak wilayah.
"LRT dan MRT sudah baik dan modern, tinggal diperluas jangkauannya beserta jaringan feeder-nya. Selain itu yang perlu dibenahi adalah budaya masyarakat Jakarta dan penduduk di sekitarnya agar mau beralih ke transportasi massal," katanya.
Hingga saat ini, meskipun sudah ada berbagai fasilitas transportasi modern, mereka tetap memilih menggunakan kendaraan pribadi. "Perlu ada sosialisasi dan edukasi agar mereka mau beralih," tuturnya.
Makin Banyak
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan kualitas udara yang buruk karena sumber polusi semakin banyak, dari kendaraan bermotor, emisi dan gas buang dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang ada di sekitar Jakarta, begitu pula polusi industri dan pembakaran sampah.
Imbauan pemerintah baik sebagai usaha preventif, namun tidak menyelesaikan masalah. "Harus ada komitmen politik untuk mengurangi sumber-sumber polusi, khususnya dari transportasi dan PLTU," tegas Fabby.
Sektor transportasi dan PLTU memang paling berpengaruh terhadap penurunan kualitas udara di Jakarta. Transportasi itu karena kualitas bahan bakar minyak (BBM) yang dijual dan mayoritas dikonsumsi itu kualitasnya tidak terlalu baik. Indonesia, khususnya di Jawa dan Bali, harusnya hanya mengizinkan penjualan BBM yang setara dengan standar Euro 4. Selain itu, gas buang mesin kendaraan juga harus lebih ketat, dengan penerapan fuel economy standard.
Persoalan polusi udara Jakarta, katanya, memang tidak bisa diselesaikan oleh pemda sendiri, tetapi butuh intervensi pusat/nasional.
"Ini harus dilakukan segera karena polusi udara berdampak serius pada kesehatan masyarakat dan biaya kesehatan yang harus ditanggung masyarakat dan pemerintah," tegas Fabby.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pun dituntut untuk mengurangi sumber polusi di Ibu Kota agar tidak merugikan warganya. Selain itu, perlu mengimbau publik untuk tidak beraktivitas di luar ruangan.
Redaktur : Vitto Budi
Komentar
()Muat lainnya