Tukik-tukik Itu pun Kembali ke Habitatnya
Pelepasliaran 500 tukik (anak penyu, red.) di Pantai Sodong, Desa Karangbenda, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Kamis (19/9).
CILACAP - Sore itu, puluhan orang yang sebagian di antaranya merupakan anggota komunitas pecinta alam tampak berkerumun di Pantai Sodong, Desa Karangbenda, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Keberadaan mereka di salah satu wilayah pesisir selatan Jawa Tengah itu bukan dalam rangka berwisata, melainkan untuk mengikuti pelepasliaran tukik atau anak penyu.
Sebanyak 500 tukik jenis penyu lekang (Lepidochelys olivacea) dilepasliarkan di Pantai Sodong, Desa Karangbenda, Kecamatan Adipala, Cilacap, pada Kamis (19/9) sore.
Ratusan tukik itu berasal telur-telur penyu yang ditemukan di sepanjang pesisir selatan Kabupaten Cilacap dan selanjutnya ditetaskan secara semi alami oleh Kelompok Konservasi Penyu Nagaraja, Desa Karangbenda.
Telur-telur penyu itu sering kali ditemukan masyarakat maupun nelayan di sepanjang pesisir selatan Kabupaten Cilacap terutama wilayah pantai yang sepi dari aktivitas masyarakat karena penyu lekang memang merupakan spesies penyu yang hidup di perairan tropis dan subtropis yang dangkal.
Oleh karena itu, penyu lekang sering kali bertelur di Samudera Hindia, Samudera Pasifik, dan pantai di pulau-pulau besar termasuk pesisir selatan Kabupaten Cilacap yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.
Akan tetapi, keberadaan penyu lekang kini terancam punah karena perkembangbiakannya terkendala oleh ulah manusia yang memburu satwa itu serta memperjualbelikan maupun mengonsumsi telur-telur penyu yang mereka temukan.
Sebagai upaya untuk melestarikan penyu lekang agar tidak punah, pemerintah pun menetapkannya sebagai salah satu satwa yang dilindungi. Selain penyu lekang, ada lima spesies penyu lain yang dilindungi di Indonesia, yakni penyu bromo atau penyu tempayan (Caretta caretta), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu pipih (Natator depressus), dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea).
Meskipun pemerintah telah melindungi penyu beserta satwa dan tanaman langka lainnya melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, upaya pelindungan itu tidak akan membuahkan hasil tanpa adanya dukungan masyarakat.
Hal itulah yang mendasari berdirinya tempat penangkaran penyu pada tahun 2019 yang diinisiasi oleh Jumawan, seorang Kepala Urusan Umum dan Perencanaan Desa Karangbenda.
Tempat penangkaran penyu itu selanjutnya berkembang menjadi Konservasi Penyu Nagaraja yang menjadi binaan Fuel Terminal Maos PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah bekerja sama dengan Resor Konservasi Wilayah Cilacap Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jawa Tengah.
Berdirinya tempat penangkaran atau konservasi penyu itu berawal dari keprihatinan Jumawan terhadap telur-telur penyu yang sering ditemukan di pesisir selatan Kabupaten Cilacap, khususnya Kecamatan Adipala dan Binangun.
Saat itu, telur-telur penyu lekang yang ditemukan nelayan dijual dengan harga Rp2.000-Rp5.000 per butir karena banyak yang meyakini telur penyu itu bisa meningkatkan stamina pria dewasa meskipun hal itu belum terbukti secara medis.
"Padahal, penyu merupakan salah satu satwa yang dilindungi oleh undang-undang karena keberadaannya hampir punah," ungkap Jumawan.
Hingga suatu saat, dia diberi 50 butir telur penyu yang ditemukan oleh saudaranya di Pantai Sodong. Telur-telur penyu tersebut selanjutnya ditetaskan di tempat penetasan yang didesain secara alami dan setelah 49 hari, hanya 33 telur yang menetas jadi tukik dan tiga ekor di antaranya mati.
Setelah dilakukan penanganan tanpa bantuan orang lain, puluhan tukik yang telah berusia sekitar 3 bulan itu diserahkan Jumawan kepada BKSDA untuk dilepasliarkan di Pantai Sodong.
Sejak itulah, Jumawan mulai menekuni kegiatan konservasi penyu lekang dan dalam perjalanannya mencoba melakukan konservasi penyu sisik dan penyu hijau yang juga ditemukan di wilayah Cilacap.
Jumawan pun merasa bersyukur karena saat ini kesadaran masyarakat terhadap keberadaan penyu yang terancam punah terus meningkat, sehingga aktivitas perburuan, jual beli, dan mengonsumsi telur penyu dapat diminimalisasi.
Bahkan, masyarakat nelayan dengan sukarela melaporkan dan menyerahkan telur-telur penyu yang mereka temukan kepada Kelompok Konservasi Penyu Nagaraja untuk ditetaskan.
Tukik-tukik yang baru menetas tidak langsung dilepasliarkan melainkan dirawat lebih dulu selama kurang lebih 1-2 bulan dengan harapan nantinya bisa bertahan hidup di laut dalam ketika dilepas ke habitatnya.
Jumawan memprediksi peluang hidup tukik yang baru menetas dan langsung dilepasliarkan hanya 1 banding 1.000. Dalam hal ini, dari 1.000 tukik yang dilepasliarkan ketika baru menetas, hanya 1 tukik yang memiliki peluang untuk hidup.
Akan tetapi ketika tukik yang dilepasliarkan itu sudah berusia 1-2 bulan, sekitar 10 persennya diharapkan dapat bertahan hidup dan tumbuh menjadi penyu dewasa, sehingga bisa menambah populasi penyu di alam bebas.
Sejak tahun 2019 hingga saat ini sudah ada ribuan tukik yang dilepasliarkan oleh Kelompok Konservasi Penyu Nagaraja. Pada tahun 2019 dilepasliarkan sebanyak 32 tukik, tahun 2020 sebanyak 142 tukik, tahun 2021 sebanyak 410 tukik, tahun 2022 sebanyak 294 tukik, tahun 2023 sebanyak 855 tukik, dan pada tahun 2024 untuk sementara telah dilepasliarkan sebanyak 1.200 tukik.
Pelepasliaran tukik tersebut tidak hanya dilakukan secara seremoni, juga pada hari Sabtu dan Minggu saat ada kunjungan wisata edukasi yang dilakukan siswa dari berbagai sekolah. Hal itu dilakukan untuk mengedukasi siswa tentang keberadaan penyu yang terancam punah.
Kepala Resor Konservasi Wilayah Cilacap BKSDA Provinsi Jawa Tengah Wahyono Restanto mengatakan sepanjang pantai selatan Cilacap hingga Kebumen merupakan habitat penyu lekang dengan tempat peneluran di pantai-pantai yang sepi dari aktivitas masyarakat.
Sementara untuk keberadaan penyu sisik dan penyu hijau Cilacap, dapat dijumpai di Pantai Pasir Putih, Pulau Nusakambangan. Namun khusus untuk penyu sisik, saat ini statusnya sangat terancam atau sangat kritis (critically endangered).
Habitat penyu sisik dan penyu hijau di Nusakambangan tergolong aman dari jangkauan manusia karena berada di kawasan yang dikelola Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham). Dalam hal ini, sebagian besar wilayah Nusakambangan dikelola Kemenkumham untuk kepentingan lembaga pemasyarakatan, sebagian dikelola Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) khususnya Cagar Alam Nusakambangan Timur dan Cagar Alam Nusakambangan Barat, serta sebagian dikelola oleh pihak lain.
Kendati aman dari jangkauan manusia, di habitat penyu sisik dan penyu hijau itu terdapat predator alami seperti biawak, babi hutan, dan monyet yang sering kali mengonsumsi telur penyu.
Wahyono mengakui jika hingga saat ini, pihaknya belum melakukan studi atau pengamatan secara khusus untuk mengetahui jumlah populasi penyu sisik maupun penyu hijau di Nusakambangan.
Sementara ini, keberadaan penyu sisik dan penyu hijau di Nusakambangan diketahui berdasarkan laporan masyarakat dan survei yang dilakukan BKSDA. Dalam survei tersebut ditemukan adanya beberapa lokasi yang diketahui sebagai tempat peneluran penyu sisik dan penyu hijau.
Fuel Terminal Manager Maos Wisnu Eka Baskhara mengatakan pihaknya terlibat dalam kegiatan konservasi karena penyu merupakan salah satu satwa yang dilindungi undang-undang karena terancam punah.
Oleh karena itu, pihaknya bekerja sama dengan BKSDA Jateng dalam rangka konservasi karena kegiatan tersebut tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya izin dari pihak terkait serta didukung oleh Pemerintah Kecamatan Adipala. Bahkan, kerja sama tersebut akan dilanjutkan hingga 5 tahun ke depan untuk memastikan konservasi tersebut berjalan sampai semakin banyak orang yang sadar pentingnya penyelamatan penyu khususnya di Kabupaten Cilacap.
"Kalau kita tidak ikut pelestarian, anak-cucu kita nanti belum tahu apakah bisa melihat penyu lagi apa enggak. Itu yang menjadi konsentrasi kami untuk terlibat dalam konservasi penyu," katanya.
Konservasi terhadap penyu memang harus dilakukan agar tidak punah dan keberadaannya di alam bebas tetap lestari. Kini, sedikitnya sudah ada 2.933 tukik yang dilepasliarkan oleh Kelompok Konservasi Penyu Nagaraja di perairan selatan Kabupaten Cilacap sejak tahun 2019 hingga 2024.
Jika sekitar 10 persen tukik yang dilepasliarkan itu bisa bertahan hidup dan tumbuh dewasa, maka diharapkan di wilayah perairan selatan Cilacap akan ada 290-an penyu yang dapat berkembang biak secara alami. Ant
Redaktur : -
Komentar
()Muat lainnya