Sabtu, 16 Nov 2024, 01:00 WIB

Trump Menang, Penanganan Krisis Iklim Tetap Lanjut

Presiden Amerika Serikat (AS) - Donald Trump

Foto: afp/jim watson

Data Climate TRACE menunjukkan bahwa emisi gas rumah kaca naik 0,7 persen pada tahun 2023 dan diproyeksikan meningkat sebesar 0,48 persen tahun 2024 ini.

WASHINGTON DC – Mantan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS), Al Gore, pada hari Jumat (15/11), mengatakan bahwa masa jabatan kedua Donald Trump di Gedung Putih mungkin berdampak kecil pada “momentum” perjuangan dunia melawan perubahan iklim. Dikutip dari Yahoo News, kembalinya Trump, yang berjanji untuk mengeluarkan AS dari Perjanjian Paris untuk kedua kalinya, telah menimbulkan bayangan buruk pada perundingan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Conference of the Parties to the United Nations Framework Convention on Climate Change (COP29), di Baku, Azerbaijan, minggu ini.

“Kita pernah mengalami hal ini sebelumnya. Dia sudah mencobanya sekali sebelumnya dan dunia terus mengurangi emisi bahkan selama empat tahun masa jabatannya sebagai Presiden terakhir,” kata Gore.

“Ada begitu banyak momentum sehingga bahkan pemerintahan Trump yang baru tidak akan mampu memperlambatnya. Saya harap saya benar tentang itu,” ujarnya. Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian itu mengatakan kekuatan pasar memberi kita angin segar dengan energi terbarukan menjadi lebih murah dan semakin banyak digunakan untuk menghasilkan listrik. “Banyak orang di seluruh dunia tidak sekadar menunggu dengan napas tertahan untuk melihat apa yang akan dilakukan Amerika Serikat, mereka bergerak sendiri,” katanya.

Meskipun penarikan diri AS dari komitmennya bukanlah hal yang baik, Gore mengatakan kemajuan kemungkinan akan terus berlanjut, apa pun yang terjadi. Data baru Climate TRACE menunjukkan pada hari Jumat bahwa emisi gas rumah kaca naik 0,7 persen pada tahun 2023 dan kemungkinan akan meningkat sebesar 0,48 persen tahun ini. Kelompok itu, yang menggunakan kecerdasan buatan untuk menganalisis citra satelit dari seluruh planet, mengatakan pihaknya sekarang memiliki inventaris untuk setiap negara bagian dan provinsi di dunia serta lebih dari 9.000 wilayah perkotaan.

1731690593_6b6350838e315511cc88.jpg

Upaya Bersama

Arus pendanaan iklim secara keseluruhan untuk negara berkembang terus meningkat, menurut Sekretaris Eksekutif Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), Simon Stiell, di Baku, Jumat (15/11).

 Dalam KTT COP29 yang sedang berlangsung di Baku, Azerbaijan, perwakilan dari negara maju dan berkembang berkumpul dalam Dialog Tingkat Tinggi Menteri ke-6 tentang Pendanaan Iklim. Dalam pidato pembukaannya, Stiell menekankan perlunya upaya bersama dari semua pihak untuk mengambil langkah konkret dalam mengatasi krisis iklim. Stiell mencatat bahwa pelajaran harus diambil dari upaya yang sedang berlangsung untuk mencapai target pendanaan iklim sebesar 100 miliar dolar AS (sekitar Rp1,5 kuadriliun) yang ditetapkan bagi negara berkembang agar lebih banyak orang dapat merasakan manfaat dari upaya ini.

 Dia juga menyoroti peran penting pendanaan dalam mendukung aksi iklim, dengan mencatat bahwa pendekatan yang konstruktif dan berorientasi pada solusi sangat penting untuk memajukan proses ini. Presiden COP29, Mukhtar Babayev, dalam sambutannya menggambarkan pendanaan iklim sebagai isu utama baik untuk COP29 maupun untuk krisis iklim itu sendiri.

 Babayev juga mengatakan bahwa target pendanaan iklim yang ditetapkan pada KTT COP di Kopenhagen dan Paris telah ditinjau pada COP29, dengan target tahunan sebesar 100 miliar dollar AS tercapai untuk pertama kalinya pada tahun 2022. Ia menambahkan bahwa bank pembangunan multilateral terkemuka memproyeksikan bahwa pendanaan iklim kolektif tahunan akan mencapai 170 miliar dollar AS (sekitar Rp2,7 kuadriliun) pada tahun 2030, termasuk 49 miliar dollar AS (Rp777,8 triliun) untuk pendanaan adaptasi. n

Redaktur: andes

Penulis: Antara, Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan: