Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Trauma Setelah Bencana Alam

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Bencana gempa dan tsunami di Palu, Donggala, Sigi, dan sekitarnya di Sulawesi Tengah telah memakan banyak korban. Bukan saja nyawa, tapi harta dan benda yang tidak sedikit nilainya. Sedihnya lagi, terdapat sebuah wilayah yang hilang ditelan bumi, seperti Patebo di Palu dan Jono Oge di Sigi.

Saudara-saudara kita yang menjadi korban tidak sendirian. Sebab, berbagai upaya gotong royong terus dilakukan oleh tim gabungan demi mengurangi penderitaan para korban. Pemerintah juga selalu berada di lokasi bencana, termasuk langkah-langkah yang harus dilakukan pascabencana.

Namun demikian, derita korban bencana tak mudah hilang begitu saja. Menurut dokter Dito Anurogo dari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar, dari perspektif fenomenologis, muncullah istilah penyakit pascabencana atau yang dikenal dalam dunia medis sebagai Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). PTSD adalah konsekuensi psikopatologis paling menonjol dari paparan terhadap kejadian traumatis. Prevalensi PTSD berkisar 1,3 persen-12,2 persen bervariasi menurut latar belakang sosiokultural dan negara tempatnya tinggal.

Penderita PTSD mengalami gejala re-experiencing (terbayang kejadian saat kejadian bencana alam, mimpi buruk, jantung berdebar kencang, sering berkeringat dingin), sulit mengatur dan membedakan emosi. Kemudian, avoidance (menghindari semua hal atau berita yang terkait bencana alam), arousal-reactivity (mudah kaget atau marah, sulit tidur), cognition-mood (depresi, merasa bersalah, berpikir negatif, pelupa) yang berlangsung minimal selama satu bulan.

Sebagai suatu fenomena psikologis, PTSD tentu memiliki pemahaman fundamental yang komprehensif, multiaspek, meliputi psikofisiologis, neuroimaging struktural dan fungsional, kajian endokrinologis, genetik, neurosains, serta biologi molekuler. Menurut studi neuroendokrinologis, dijumpai abnormalitas kadar katekolamin dan kortisol pada individu dengan PTSD.

Terdapat pula berbagai faktor yang berkontribusi terhadap meningkatnya pembebasan noradrenalin sebagai respons terhadap aktivasi sistem saraf simpatik pada PTSD. Ini termasuk genetik atau penurunan neuropeptide Y (NPY) yang diinduksi stres, yang menghambat pembebasan noradrenalin, sebagaimana rendahnya jumlah atau afinitas autoreseptor alfa-2-adrenergik.

Studi neuroimaging fungsional menggunakan positron emission tomography (PET) atau functional MRI (fMRI) berhasil menunjukkan perubahan aktivitas di otak bagian amigdala, vmPFC, dACC, hipokampus, dan korteks insular pada individu dengan PTSD. Sejumlah langkah yang dapat diambil untuk membantu memulihkan kondisi psikologis dari pengalaman traumatis.

Salah satunya adalah sebisa mungkin meminimalkan paparan media yang memberitakan bencana tersebut. Ekspos berlebihan gambar peristiwa dapat menciptakan tekanan traumatis pada orang-orang yang tidak terpengaruh langsung. Maka, membatasi informasi dari media bisa menjadi pilihan bijak untuk mengobati pengalaman traumatis.

Selain itu, pemerintah juga harus memenuhi hak dasar anak-anak korban gempa dan tsunami dengan bergerak cepat dalam melakukan distribusi logistik dan membuka dapur umum di pengungsian. Artinya, daerah-daerah yang sulit dijangkau dengan kendaraan darat, harus diupayakan menggunakan fasilitas yang tersedia milik tentara maupun negara.

Lebih dari itu, pemerintah dan aparat keamanan harus menjamin keamanan di sepanjang jalan yang dilalui kendaraan logistik yang dikirimkan relawan dan organisasi sosial. Selain relawan dan organisasi sosial, bantuan logistik juga dikirimkan oleh keluarga korban dari luar daerah lainnya.

Kegiatan trauma healing juga harus dilakukan pada anak-anak yang menjadi korban. Selanjutnya, seluruh pihak harus mencarikan sekolah pindahan dan memberikan jaminan pendidiman. Kita berharap penderitaan korban bencana bisa segera berakhir.

Komentar

Komentar
()

Top