Transformasi Ideologi
Betapa pun sulitnya untuk ditempuh, tranformasi diri eks HTI kiranya bisa dilakukan dengan keteladanan dari para eks pimpinan. Mereka secara sadar dan bertanggung jawab bisa menempuh cara "mendeklarasikan diri" di hadapan pihak-pihak yang berkompeten untuk menyampaikan ikrar kesetiaan, mengakui, dan menerima Pancasila, UUD 1945, dan NKRI. Mereka menyatakan patuh dan tunduk pada sistem politik demokrasi dan hukum Indonesia. Mereka menegaskan menerima sanksi hukum jika di kemudian hari melanggar ikrar.
Mereka menyatakan diri bergabung dan setia sebagai warga negara Republik Indonesia yang memiliki hak dan kewajiban penuh sebagaimana dijamin UUD 1945. Mengajak seluruh eks pimpinan dan anggota seluruh tanah air melakukan hal sama. Mereka mengakhiri segala bentuk kampanye Khilafah Islamiyah dan Sistem Politik Islam.
Eksistensi HTI, harus dinyatakan sebagai "Benalu NKRI" yang telah terbukti menggerogoti sendi-sendi keutuhan NKRI dan memicu disintegrasi bangsa. Secara eksternal, pembubaran HTI membawa implikasi positif terutama kaitannya dengan kelangsungan Pancasila, UUD 1945, dan NKRI. Untuk kepentingan yang lebih besar itulah, maka eksternal perlu merangkul dan membina eks HTI.
Merangkul dan membina tentu tindakan lebih elegan daripada memburu atau persekusi. Beberapa pihak menyatakan diri siap merangkul eks-HTI. Salah satunya Nahdlatul Ulama (NU). Sekretaris Lembaga Ta'lif Wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU), Syafiq Alielha, menyatakan warga NU tidak diserukan untuk memusuhi HTI, tetapi merangkul.
Pembubaran adalah keputusan politik. Namun, bukan berarti anggotanya harus disingkirkan atau diusir. NU, lembaga dan badan otonomnya memang menjadi ormas terdepan mendukung pembubaran HTI. NU terlibat aktif dalam mengusir penjajah. Dalam perjuangan tersebut, tokoh-tokoh NU bersentuhan dengan tokoh-tokoh berbeda agama, suku, ras dan golongan.
Halaman Selanjutnya....
Komentar
()Muat lainnya