Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Tokoh Masyarakat Adat Dayak Iban Sungai Utik, Apai Janggut, Raih Penghargaan "Gulbenkian Prize for Humanity"

Foto : Dok KBRI Lisabon??
A   A   A   Pengaturan Font

Yayasan Calouste Gulbenkian di Lisabon, Portugal, telah memberi pernghargaan Gulbenkian Prize for Humanity kepada seorang ketua masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik, Indonesia, bernama Apai Janggut. Penghargaan ini diberikan atas komitmen luar biasa Apai Janggut terhadap aksi lokal dan gerakan berbasis masyarakat, yang mendukung perlindungan hutan dan restorasi ekosistem

LISABON - Apai Janggut, seorang tuai rumah panjang (ketua masyarakat adat) Dayak Iban Sungai Utik, Indonesia, mendapatkan penghargaan Gulbenkian Prize for Humanity ke-4 dari Yayasan Calouste Gulbenkian di Lisabon, Portugal, pada Rabu (19/7) lalu, bersama dua penerima penghargaan lainnya dari Kamerun dan Brasil.

Penghargaan ini diberikan oleh António Feijó, Presiden Yayasan Gulbenkian, dan Angela Merkel, ketua juri Gulbenkian Prize for Humanity, dalam acara yang dihadiri oleh Presiden Portugal, Marcelo Rebelo de Sousa, dan PM Portugal, Antonio Costa.

Ketiga pemenang tahun ini ditetapkan oleh para juri yang diketuai oleh Angela Merkel, mantan Kanselir Jerman. Para pemenang terpilih adalah Apai Janggut, tuai rumah panjang Masyarakat Adat Dayak Iban Sungai Utik; Cécile Bibiane Ndjebet, campaigner dan agronomist dari Kamerun; dan Lélia Wanick Salgado, environmentalist, designer dan scenographer dari Brasil.

Dalam acara penyerahan penghargaan ini, turut hadir Duta Besar RI untuk Portugal, Rudy Alfonso. "Penghargaan ini diberikan sebagai apresiasi bagi mereka yang menunjukkan komitmen luar biasa terhadap aksi lokal dan gerakan berbasis masyarakat, yang mendukung perlindungan hutan dan restorasi ekosistem," ujar Dubes Rudy, seperti dikutip dari laman kemlu.go.id, Jumat (21/7).

"Hutan adalah sumber hidup kami, yang sudah diturunkan oleh leluhur kami sejak dulu. Menjaga hutan adalah bagian dari budaya kami. Karena di dalam hutan tersebut terdapat ladang kami, tanaman obat, sungai, kuburan keramat leluhur kakek nenek kami yang sudah meninggal yang harus kami jaga. Kami bangga, aksi kami ternyata bermanfaat bagi dunia", ujar Apai Janggut.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top