Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Infrastruktur Kelistrikan I Penundaan Proyek Tak Akan Ganggu Target Rasio Elektrifikasi Nasional

TKDN Pembangkit Masih Minim

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Penggunaan komponen lokal perlu ditingkatkan sehingga impor peralatan mekanikal-elektrikal dan turbin bisa dikurangi.

Jakarta - Pemerintah diminta lebih efektif lagi menyiasati pelemahan rupiah terhadap dollar AS agar tidak mengganggu pembangunan infrastruktur yang tengah gencar dilakukan saat ini, terutama untuk perluasan program elektrifikasi nasional. Upaya tersebut meliputi optimalisasi penggunaan komponen lokal bagi pembangkit listrik guna mengurangi impor dan penggeseran waktu pengerjaan proyek.

Pengamat Kelistrikan dari Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa meminta pemerintah memastikan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) untuk pembangkit semakin diperbesar. Karena itu, penguatan industri-industri pendukung diperlukan.

TKDN perlu ditingkatkan pelan-pelan sehingga impor peralatan mekanikal-elektrikal dan turbin bisa dikurangi. "Kalau sekarang TK DN masih rendah, blm memenuhi ketentuan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin). Di boiler baru 0,16 persen, padahal aturannya 12,6 persen, lalu baja baru 8,1 persen padahal harus 14,46 persen, balance of plant 0,16 persen dari ketentuan 9,17 persen serta beberapa sektor lainnya," tegas Fabby di Jakarta Rabu (5/9).

Terkait dengan upaya penundaan sebagian mega proyek pembangunan pembangkit berkapasitas 35 ribu megawatt (MW), menurut Fabby, penundaan tersebut tidak akan mengganggu target rasio elektrifikasi atau pasokan listrik nasional.

Seperti diketahui, menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo untuk mengendalikan impor dan memperkuat devisa, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan kebijakan strategis, termasuk penataan ulang proyek ketenagalistrikan.

Menteri ESDM, Ignasius Jonan menjelaskan, dari program pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW yang direncanakan, yang belum mencapai financial close dan sudah digeser ke tahun berikutnya berjumlah 15.200 MW.

"Jadi digeser sesuai dengan kebutuhan permintaan kelistrikan nasional, tapi bukan dibatalkan. Kapasitas pembangkit yang ditunda, mestinya Commercial Operation Date 2019 ditunda menjadi 2021 sampai 2026. Itu mungkin bisa mengurangi beban impor sekitar kira-kira 8-10 miliar dollar AS. Jadi, digeser," kata Jonan.

Upaya menunda sebagian proyek ketenagalistrikan bukanlah hal baru. Pada dasarnya, proyek berkapasitas 15,2 giga watt (GW) yang digeser tersebut masih dalam tahap perencanaan dan belum berkontrak dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Namun, Jonan memastikan bahwa pergeseran ini tidak mengurangi target pemerintah mencapai rasio elektrifikasi 99 persen pada 2019. "Kalau misalnya ditanya hari ini, mungkin sudah 97,13 persen hingga 97,14 persen. Akhir Tahun (2018), sekitar 97,50 persen pasti tercapai," terangnya.

Perketat Ekspor

Selain di sektor ketenagalistrikan, Kementerian ESDM juga akan menetapkan peraturan bahwa semua ekspor, baik migas maupun komoditas tambang, harus memakai letters of credits (LC). Di samping itu, hasil ekspor juga 100 persen harus kembali ke Indonesia, baik dalam bentuk dollar Amerika atau ditempatkan di bank-bank Pemerintah Indonesia di luar negeri. Itu sesuai arahap Presiden agar kalau ekspor, uangnya harus kembali.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Bambang Gatot Aryono mengatakan pihaknya akan melakukan pemantauan dengan meminta laporan setiap bulan dari perusahaan. Pantauan itu untuk mengevaluasi apakah perusahaan memenuhi persyaratan yang ditetapkan atau tidak.

ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top