Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Klaim Wilayah

Tiongkok Protes Eksplorasi Minyak Lepas Pantai RI di Laut Natuna Utara

Foto : ANTARA/M RISYAL HIDAYAT

Kapal patroli Tiongkok di dekat ZEE Indonesia di Utara Pulau Natuna beberapa waktu lalu.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sumber-sumber mengatakan Tiongkok meminta Indonesia untuk menghentikan pengeboran minyak dan gas alam di wilayah maritim yang dianggap kedua negara sebagai milik mereka, selama kebuntuan berbulan-bulan di Laut Tiongkok Selatan, awal tahun ini.

Permintaan yang belum pernah terjadi, yang sebelumnya belum pernah dilaporkan, meningkatkan ketegangan atas sumber daya alam antara kedua negara di wilayah strategis dan ekonomi global yang bergejolak.

"Satu surat dari diplomat Tiongkok kepada Kementerian Luar Negeri dengan jelas mengatakan kepada Indonesia untuk menghentikan pengeboran di rig lepas pantai sementara karena itu terjadi di wilayah Tiongkok," kata Anggota Komisi I DPR, Muhammad Farhan, yang diberi pengarahan tentang surat itu, baru-baru ini.

"Jawaban kami sangat tegas bahwa kami tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan kami," kata Farhan kepada Reuters.

"Setiap komunikasi diplomatik antarnegara bersifat pribadi dan isinya tidak dapat dibagikan," kata seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri, menolak berkomentar lebih lanjut.

Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Kementerian Pertahanan dan Kedutaan Besar Tiongkok, di Jakarta, tidak segera menanggapi permintaan komentar. Sedangkan tiga orang lainnya, yang mengaku telah diberi pengarahan tentang masalah tersebut, membenarkan adanya surat tersebut.

Dua dari mereka mengatakan Tiongkok berulang kali menuntut agar Indonesia menghentikan pengeboran.

Negara terbesar di Asia Tenggara itu mengatakan ujung selatan Laut Tiongkok Selatan adalah zona ekonomi eksklusifnya di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut dan menamakan wilayah itu sebagai Laut Natuna Utara pada 2017.

Tiongkok keberatan dengan perubahan nama dan bersikeras bahwa jalur air itu berada dalam klaim teritorialnya yang luas di Laut Tiongkok Selatan yang ditandai dengan "sembilan garis putus-putus" berbentuk U, sebuah batas yang diputuskan tidak memiliki dasar hukum oleh Pengadilan Arbitrase Permanen, di Den Haag, pada 2016.

"(Surat itu) sedikit mengancam karena itu adalah upaya pertama diplomat Tiongkok untuk mendorong agenda sembilan garis putus-putus mereka terhadap hak-hak kami di bawah Hukum Laut," kata Farhan kepada Reuters.

Latihan Militer

Tiongkok adalah mitra dagang terbesar Indonesia dan sumber investasi terbesar kedua, menjadikannya bagian penting dari ambisi Indonesia untuk menjadi ekonomi papan atas.

Menurut Farhan dan dua orang lainnya, para pemimpin Indonesia tetap diam tentang masalah ini untuk menghindari konflik atau pertikaian diplomatik dengan Tiongkok. Farhan mengatakan bahwa Tiongkok, dalam surat terpisah, juga memprotes latihan militer Garuda Shield yang sebagian besar berbasis darat pada Agustus, yang berlangsung selama kebuntuan.

Latihan tersebut, melibatkan 4.500 pasukan dari AS dan Indonesia, telah menjadi acara rutin sejak 2009. Ini adalah protes pertama Tiongkok terhadap mereka. "Dalam surat resmi mereka, pemerintah Tiongkok mengungkapkan keprihatinan tentang stabilitas keamanan di daerah itu," katanya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top