Selasa, 24 Des 2024, 17:23 WIB

Tiga Film Bernuansa Bugis Makassar Bakal Tayang, Ini Daftarnya

Foto: Istimewa

JAKARTA - Pada awal tahun 2025, tiga film bernuansa Bugis, Makassar akan dirilis, dengan menampilkan kekayaan budaya Sulawesi Selatan. Adapun ketiga film itu "Coto vs Konro", "Badik", dan "Solata" yang diperkenalkan dalam acara diskusi bertema 'Cinema n Culture Talk' di Jakarta, pada Sabtu (21/12). 

Acara ini menjadi ajang silaturahmi dan sinergi antara para pembuat film, pengamat budaya, dan komunitas Sulawesi Selatan. Diskusi ini membahas peran penting film dalam mencatat peristiwa sejarah dan budaya Bugis-Makassar, serta mendorong kolaborasi untuk memajukan perfilman Indonesia. Dengan dukungan berbagai pihak, diharapkan film-film bernuansa Bugis-Makassar ini dapat sukses dan diterima dengan baik oleh masyarakat luas.

Film "Coto vs Konro" dijadwalkan tayang pada 6 Februari 2025, disutradarai oleh Irham Acho Bahtiar yang mengungkapkan rasa haru dan antusiasmenya terhadap proyek ini. 

"Walau bukan Coto & Konro tapi Pallumara menjadi masakan pemersatu dan mempererat siraturahmi untuk songsong Coto Vs Konro yang siap tayang Kamis 6 Februari 2025 mendatang, terima kasih dukungan untuk nobar," kata Irham.

Selain itu, film "Badik" diproduksi dan dibintangi oleh Rara, yang menekankan bahwa badik bukan hanya senjata tajam, tetapi juga simbol harga diri dan cinta dalam budaya Bugis-Makassar.

"Badik tidak hanya dikenali sebagai sajam tapi juga simbol harga diri dan cinta, mariki jadikan film sebagai pencatatan peristiwa sejarah Bugis Makassar," ucapnya.

Film ketiga, "Solata," turut memperkaya deretan karya yang mengangkat budaya lokal.

Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (Sekjen BPP KKSS) Abdul Karim bersama dengan anggota lainnya, menyatakan dukungan penuh terhadap ketiga film tersebut. Mereka berkomitmen untuk membantu promosi dan distribusi film-film ini agar dapat dinikmati oleh masyarakat luas, termasuk diaspora Sulawesi Selatan di berbagai daerah. Dukungan ini diharapkan dapat meningkatkan apresiasi terhadap budaya Bugis-Makassar melalui media film.

Pengamat perfilman nasional, M. Sangupri, menekankan bahwa tidak ada istilah "film daerah" karena isu yang diangkat bersifat nasional. Ia mendorong agar film-film dengan latar budaya lokal mendapatkan kesempatan yang sama dalam industri perfilman Indonesia. Sangupri juga menyoroti pentingnya promosi yang efektif agar film-film tersebut dapat dikenal oleh khalayak luas, serta mengapresiasi upaya para pembuat film Bugis-Makassar dalam memperkaya khazanah perfilman nasional.

"Tidak ada film daerah, sebutan lokal juga mensiratkan isyu yang diangkat semuanya nasional sehingga pemerintah selalu beri kesempatan yang sama seperti pengurusan online di LSF dengan satu pintu dan harga," ujarnya.

"Film itu terpenting promo agar diketahui semua pihak dan era pusbang dulu ada 2000an tiket free untuk tiap film nasionalnya. Saya Bugis dan sangat menyukai film nasional dengan filmmaker BugisMakassar dari Uang Panai, dulu ada yang berbahasa Bugis 100%, berjudul Ambo Nai, Keluar Main, Mappacci dan saat ini ada Coto Vs Konro, Badik & Solata," tambahnya.

Yan Widjaya, pengamat perfilman dan aktor yang terlibat dalam produksi film Bugis-Makassar, mencatat peningkatan jumlah penonton film nasional yang mencapai 77 juta dan menuju 80 juta. Ia menegaskan bahwa promosi adalah kunci kesuksesan sebuah film dan mengajak masyarakat untuk menonton film-film tersebut pada hari pertama penayangan, khususnya pada hari Kamis, untuk mendukung industri perfilman lokal. Hal ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri film Indonesia secara keseluruhan.

Redaktur: Rivaldi Dani Rahmadi

Penulis: Rivaldi Dani Rahmadi

Tag Terkait:

Bagikan: