Thailand Desak Myanmar Bebaskan Nelayan yang Ditahan
Gambar yang diambil pada 30 November lalu dan dirilis oleh pihak Angkatan laut Thailand pada Senin (2/12) memperlihatkan seorang nelayan yang terluka sedang dievakuasi di sebuah pelabuhan di Provinsi Ranong, Thailand.
Foto: AFP/Royal Thai Navy's Third Naval Area CommandBANGKOK - Thailand pada Senin (2/12) memanggil duta besar Myanmar dan menuntut pembebasan empat nelayan Thailand yang ditahan setelah Angkatan Laut Myanmar menembaki kapal Thailand di dekat perbatasan mereka, yang mengakibatkan tewasnya seorang nelayan dan dua lainnya terluka, kata seorang pejabat Thailand.
Thailand dan Myanmar memiliki beberapa wilayah sengketa di perbatasan darat mereka yang panjang serta di perbatasan maritim mereka di Laut Andaman, di lepas pantai selatan Myanmar dan barat daya Thailand.
Sebelumnya dilaporkan bahwa sebuah kapal Angkatan Laut Myanmar pada Sabtu (30/11) dini hari menembaki tiga kapal nelayan Thailand dan seorang nelayan tenggelam ketika dia melompat ke laut dalam kekacauan tersebut dan dua lainnya terluka, kata juru bicara Angkatan Laut Thailand, Laksamana Madya Pasukri Wilairak, kepada para wartawan.
“Angkatan Laut Myanmar menyita salah satu kapal, Sor Charoenchai 8, dan awaknya, sementara dua lainnya berhasil melarikan diri,” ucap Wilairak.
“Mereka menembak tanpa pandang bulu,” kata Sripetch Buttat, 44 tahun, nakhoda salah satu kapal Thailand, Mahalap Thanawat 4, kepada saluran televisi Thailand. Dalam insiden ini Sripetch mengalami luka di bagian kepala yang tampaknya akibat peluru yang menyerempetnya.
Selain Sripetch, korban luka lainnya adalah salah satu krunya yang terkena sengatan listrik. Sedangkan pria yang tewas karena tenggelam akibat melompat ke laut adalah ABK dari kapal Thailand kedua yang berhasil lolos dari bentrokan, kata juru bicara angkatan laut.
Wakil Perdana Menteri Thailand Phumtham Wechayachai, yang juga menjabat sebagai menteri pertahanan, mengatakan bahwa duta besar Myanmar telah dipanggil untuk berdiskusi dan Thailand mengupayakan agar empat awak kapal Thailand dapat segera dikembalikan dari kapal yang disita.
“Saat ini, kami sedang berusaha mengkoordinasikan pemulangan empat warga negara Thailand. Mereka harus mengembalikannya kepada kami,” kata Phumtham, seraya menambahkan bahwa Myanmar dapat berurusan dengan awak kapal Myanmar yang berada di kapal Thailand yang disita.
Phumtham menjelaskan bahwa masih belum jelas apakah kapal-kapal Thailand tersebut benar-benar masuk ke perairan Myanmar ketika Angkatan Laut Myanmar menembaki mereka.
“Pada titik ini, masih belum jelas apakah kami benar-benar melanggar batas atau tidak, dan kapal-kapal yang dimaksud adalah kapal nelayan, bukan kapal bersenjata,” ucap Phumtham seraya menyatakan bahwa tanggapan oleh Angkatan Laut Myanmar dinilai sangat berlebihan.
Sementara itu para pejabat di Komando Armada Angkatan Laut Ketiga Thailand melaporkan bahwa rekan-rekan mereka di Myanmar mengatakan bahwa kapal-kapal Thailand telah masuk hingga 9 kilometer ke dalam perairan Myanmar. “Para awak kapal yang ditahan kini mendekam di Pulau Zadetkyi, Myanmar,” kata mereka.
Bukan yang Pertama
Ini bukanlah insiden pertama di wilayah yang disengketakan dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2020, Myanmar menahan sebuah kapal nelayan Thailand yang membawa 20 turis Thailand dan Tiongkok, dengan alasan kapal tersebut memasuki perairan Myanmar secara ilegal. Myanmar menahan para turis tersebut selama satu bulan sebelum akhirnya mereka dibebaskan setelah negosiasi.
Phumtham mengatakan bahwa kedua negara harus menyelesaikan perselisihan mereka melalui jalur diplomatik.
“Kami ingin daerah itu menjadi tempat di mana kedua belah pihak dapat mencari nafkah, meskipun masing-masing pihak menegaskan hak mereka sendiri,” kata Phumtham. “Kami tetap berpegang pada garis demarkasi kami. Mari kita tunggu sikap dari kementerian luar negeri untuk bernegosiasi terlebih dahulu, dan tidak berspekulasi,” kata dia kepada wartawan.
Sedangkan Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, ketika menanggapi insiden ini mengatakan bahwa fakta-fakta harus ditentukan.
“Kami tidak mendukung kekerasan dalam situasi apapun, seperti yang telah kami nyatakan secara konsisten. Kami perlu menetapkan fakta-fakta lengkap tentang apa yang terjadi,” tegas dia. AFP/RFA/I-1
Berita Trending
- 1 Wanita 50 Tahun Berikan Kisah Inspiratif untuk Berwirausaha
- 2 Ini Solusi Ampuh untuk Atasi Kulit Gatal Eksim yang Sering Kambuh
- 3 Klasemen Liga Jerman: Bayern Muenchen Masih di Puncak
- 4 Kenakan Tarif Impor untuk Menutup Defisit Anggaran
- 5 Penyakit Kulit Kambuh Terus? Mungkin Delapan Makanan Ini Penyebabnya