Terus Tertekan, Rupiah Semakin Sulit “Rebound”
Aloysius Gunadi Brata Guru Besar FBE Universitas Atma Jaya Yogyakarta - Pemerintah harus bersiap menghadapi kemungkinan melesetnya asumsi nilai tukar yang digunakan dalam APBN, termasuk potensi nilai tukar rupiah yang menjauhi angka 16.000 per dollar AS.
Foto: antaraJAKARTA- Kurs rupiah di awal 2025 masih terus tertekan, sehingga semakin sulit untuk menguat kembali (rebound) terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Pada penutupan perdagangan Senin (13/1) rupiah melemah 93 poin atau 0,57 persen menjadi 16.283 per dollar AS dari sebelumnya 16.290 per dollar AS.
Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong mengatakan nilai tukar (kurs) Rupiah terhadap dollar AS susah untuk rebound secara signifikan.
“Hingga penutupan, rupiah diperkirakan hanya dapat bertahan dan susah untuk rebound secara signifikan,” kata Lukman kepada Antara di Jakarta, Senin (13/1).
Sulitnya rupiah rebound jelas Lukman karena indeks dollar AS berada di level tertinggi baru dalam dua tahun terakhir, yakni 109,96 pada Jumat (10/1) dan 109,65 pada Senin (13/1).
Antisipasi investor terhadap data inflasi AS yang bakal dirilis pekan ini diprediksi bakal menjadi faktor penting penguatan dollar AS pada pekan ini dan menekan nilai tukar rupiah.
Inflasi utama AS diperkirakan akan naik 0,3 persen secara bulanan (month to month/mtm) meningkat dari 2,7 persen menjadi 2.8 persen year on year (yoy).
Pada umumnya, rupiah dan mata uang regional melemah cukup besar terhadap dollar AS karena data tenaga kerja AS Non Farm Payrolls (NFP) pada Desember 2024 tercatat sebesar 256 ribu, lebih baik dari bulan sebelumnya yang sebesar 212 ribu.
“Data perdagangan Tiongkok yang kuat dan lebih baik dari perkiraan sedikit menahan pelemahan lebih lanjut dari rupiah,” kata Lukman.
Data neraca perdagangan Tiongkok yang dirilis pagi tercatat surplus sebesar 104,84 miliar dollar AS atau lebih baik dari perkiraan yang sebesar 99,80 miliar dollar AS.
“Aktivitas ekonomi Tiongkok meningkat oleh permintaan yang tinggi dari AS sebagai antisipasi sebelum Trump menjabat dan penambahan tarif diberlakukan,” kata Lukman.
Dalam kesempatan terpisah, Guru Besar Fakultas Bisnis dan Ekonomika (FBE) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata, mengatakan sejumlah indikator menunjukkan ekonomi AS yang kuat, terutama dalam aspek pasar tenaga kerja yang membuat spekulasi penguatan dollar AS masih mungkin terlanjut.
“Data terbaru memperlihatkan pasar tenaga kerja AS menyediakan banyak lapangan kerja baru, terutama di sektor kesehatan, retail, dan pemerintahan. Hal ini memperkuat spekulasi bahwa The Fed akan berhati-hati dalam memangkas suku bunga acuan, jika target inflasi 2 persen tetap menjadi prioritas. Dengan demikian, penguatan dollar AS masih mungkin berlanjut,” jelas Aloysius.
Menurut Aloysius, kebijakan ekonomi protektif yang direncanakan Presiden Trump, seperti peningkatan tarif impor dan deportasi imigran secara besar-besaran, turut berpotensi memengaruhi stabilitas ekonomi AS. Langkah-langkah tersebut dapat memicu inflasi dan menambah beban dunia usaha akibat meningkatnya biaya tenaga kerja.
“Jika kebijakan ini diterapkan, The Fed kemungkinan akan mempertahankan suku bunga acuan untuk menjaga stabilitas ekonomi. Dollar AS pun akan tetap menarik bagi investor,” tambahnya.
Dalam kondisi demikian, rupiah diperkirakan sulit menguat secara signifikan. Aloysius mencatat bahwa sejak pertengahan bulan lalu, rupiah cenderung bertahan di kisaran 16.000-an terhadap dollar AS.
Langkah Antisipasi
Ia pun mengingatkan kalau Pemerintah Indonesia perlu mengantisipasi dampak kebijakan ekonomi protektif AS terhadap asumsi-asumsi ekonomi dalam APBN 2025.
“Pemerintah harus bersiap menghadapi kemungkinan melesetnya asumsi nilai tukar yang digunakan dalam APBN, termasuk potensi nilai tukar rupiah yang menjauhi angka 16.000 per dollar AS,” tegasnya.
Melihat situasi itu, langkah antisipatif dan kebijakan ekonomi yang adaptif menjadi kunci bagi Indonesia untuk menghadapi tekanan global, termasuk penguatan dollar AS dan dampak kebijakan ekonomi AS.
Sementara pengamat pasar uang, Ariston Tjendra mengatakan, data ekonomi AS yang solid dapat memicu Federal Reserve (The Fed) menahan diri tidak memangkas suku bunga, sehingga mendorong kenaikan dollar AS dan melemahkan nilai tukar (kurs) rupiah.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Selama 2023-2024, ASDP Kumpulkan 1,72 Ton Sampah Plastik
- 2 Kemenperin Desak Produsen Otomotif Tiongkok di Indonesia Tingkatkan Penggunaan Komponen Lokal
- 3 Jepang Siap Dukung Upaya RI Wujudkan Swasembada Energi
- 4 Irena Sebut Transisi Energi Indonesia Tuai Perhatian Khusus
- 5 Perkuat Kolaborasi, PM Jepang Dukung Indonesia untuk Jadi Anggota Penuh OECD