Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Ternodai Kasus Pencabulan, MUI Minta Pesantren Shiddiqiyyah Jombang Benahi Diri Agar Peristiwa Sama Tak Terulang

Foto : ANTARA/WI

Dokumentasi situasi saat polisi bersiaga di depan Pondok Pesantren Shiddiqiyyah Ploso, Jombang, Jawa Timur, Kamis (7/7).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, berharap pengurus Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur melakukan pembenahan-pembenahan serius menyusul adanya dugaan tindakan kekerasan seksual yang oleh salah satu pengurus terhadap perempuan santrinya.

"Pihak pesantren diharapkan melakukan pembenahan-pembenahan yang serius sehingga peristiwa yang semacam itu tidak terulang kembali," kata dia, saat dihubungi Antara, di Jakarta, Sabtu (9/7).

Selain itu, dia pun mendorong pengurus Pesantren Shiddiqiyyahmenyerahkan sepenuhnya penanganan kasus tersebut kepada penegak hukum agar diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku sehingga mereka pun dapat kembali memperoleh kepercayaan penuh dari masyarakat sebagai suatu lembaga pendidikan.

Pada Kamis malam (7/7), tersangka dugaan kasus pencabulan santriwati di Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Moch Suchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi, yang merupakan anak dari pengasuh pondok pesantren di Jombang itu akhirnya menyerahkan diri kepada polisi.

Kepolisian Daerah Jawa Timur langsung menahan Tsani yang bahkan sempat pula diduga dilindungi para santri pondok pesantren itu.

Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal PolisiAhmad Ramadhan, Jumat (8/7),Tsani terancam hukuman 12 tahun penjara.

Ia disangka melanggar pasal 285 KUHP dan pasal 294 ayat (2) kedua huruf e KUHP karena diduga melakukan kejahatan seksual terhadap empat orang santriwati di pesantren asuhannya tersebut.

Sebelumnya pada Kamis (7/7), Kementerian Agama bahkan mencabut izin operasional Pesantren Shiddiqiyyah karena dugaan kasus kekerasan seksual itu. "Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat," kata Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama,Waryono.

Tindakan tegas itu, kata dia, diambil karena Tsani masuk dalam daftar pencarian orang polisi dalam kasus pencabulan dan perundungan terhadap santriwati. Pengurus pondok pesantren juga dinilai menghalang-halangi proses hukum terhadap yang bersangkutan.

Waryono menegaskan, pencabulan bukan hanya tindak kriminal yang melanggar hukum, melainkan pula perilaku yang dilarang ajaran agama.

Ia juga mengatakan, selanjutnya, Kementerian Agama akan berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag Jawa Timur, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jombang, serta pihak-pihak terkait untuk memastikan bahwa para santri tetap dapat melanjutkan proses belajar dan memperoleh akses pendidikan yang semestinya.

Dalam menanggapi pencabutan izin ituAbbas menyampaikan ketidaksetujuannyawalau dia tetap mendukung aparat penegak hukum untuk memproses kasus tersebut sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

"Saya tidak setuju dengan pencabutan izin dari pondok pesantren tersebut. Tapi, saya sangat setuju pelaku dari pelecehan seksual tersebut ditindak dan diproses sesuai dengan ketentuan hukum," kata dia, yang juga merupakan ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top