Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Terlanjur Cinta, Penyebab Korban Kekerasan Terjebak dalam Hubungan Toksik

Foto : Unsplash/Eric Ward

Ilustrasi hubungan toksik.

A   A   A   Pengaturan Font

Secara paradoks, hal ini pula lah yang semakin meningkatkan investasi mereka di dalam hubungan berkekerasan tersebut. Sehingga, berdasarkan the investment model, komitmennya terhadap hubungan akan meningkat.

Menariknya, individu-individu ini juga melaporkan kepuasan di dalam hubungan yang relatif tinggi. Padahal, studi sebelumnya menunjukkan individu yang berada dalam hubungan berkekerasan memiliki kepuasan hubungan yang rendah. Tingginya tingkat kepuasan ini mungkin terjadi karena individu merasa bahwa perilaku kekerasan yang mereka alami - terutama kontrol dan pemantauan yang dilakukan pasangannya - seolah merupakan hal yang normal.

Bisa jadi, akibat paparan kekerasan yang terjadi berulang kali dan "dinormalisasi" dalam hubungan tersebut, korban menganggap perilaku pasangan mereka sebagai bentuk cinta, perhatian, atensi, dan kasih sayang.

Studi tahun 2015 dari tim peneliti psikologi Spanyol, misalnya, berargumen bahwa banyak pasangan dalam hubungan berkekerasan, terutama pasangan muda, memegang mitos terkait kasih sayang yang terdistorsi dan tidak realistis yang pada akhirnya meningkatkan kemungkinan timbulnya perilaku agresif. Obsesi, amarah, dan tindakan mengontrol seperti senantiasa menuntut lokasi atau jadwal kegiatan pasangan, misalnya, dimaknai sebagai bentuk kasih sayang.

Dalam konteks digital, para korban bisa semakin menjustifikasi "mitos" di atas jika dibarengi dengan ancaman oleh pasangannya. Dalam banyak kasus KBGO yang masuk ke Komnas Perempuan, banyak korban mengaku diancam dengan penyebaran foto dan video personal mereka jika menolak berhubungan seksual atau jika memutuskan hubungan.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top