Terancam Resesi, Ekonomi Jepang Makin Terpuruk akibat Korona
PAKAIAN PELINDUNG I Penjaga toko menggunakan masker dan pakaian pelindung virus korona di Beijing, Tiongkok, Senin (17/2). Korban meninggal akibat virus korona di seluruh dunia telah menyentuh angka 1.770 orang.
Foto: AFP/ GREG BAKERTOKYO - Ekonomi Jepang mulai digoyang oleh resesi, dan wabah virus Covid-19 dapat membuatnya semakin parah. Menurut perkiraan pemerintah Jepang yang dirilis Senin (17/2), pertumbuhan negara ekonomi terbesar ketiga di dunia itu pada kuartal keempat 2019 menyusut 1,6 persen. Penurunan dari kuartal ketiga itu adalah kontraksi terbesar Jepang sejak 2014. Penurunan itu bahkan lebih parah, dengan risiko 6,3 persen jika diukur sebagai tingkat tahunan.
Fakta bahwa pertumbuhan melambat dalam tiga bulan hingga Desember bukanlah kejutan. Para analis telah memperkirakan setelah negara itu menghadapi kenaikan pajak penjualan dan berjuang untuk bangkit dari dampak Topan Hagibis, badai ganas yang melanda negara itu musim gugur yang lalu.
Namun, data Senin, lebih buruk daripada penurunan 0,9 persen dalam kuartal ke kuartal yang diprediksi oleh para analis. Sedangkan penyebaran virus korona semakin jadi ancaman, menghilangkan harapan untuk pemulihan di kuartal pertama.
"Resesi sekarang tampak tidak terhindarkan," kata Kepala Ekonom dan Penelitian Asia Pasifik di ING, Robert Carnell.
Paket Ekonomi
Sementara itu, pemerintah Singapura menyiapkan paket ekonomi untuk membantu keuangan rumah tangga yang terdampak wabah virus korona atau Covid-19. Hingga Sabtu pekan lalu, ada 72 orang di Singapura yang terinfeksi virus korona.
"Paket ekonomi dibuat untuk mengurangi beban keuangan warga dan menjadi bagian dari APBN 2020," tegas Deputi Perdana Menteri, Heng Swee Keat, di Singapura, Senin (17/2).
Menurut Heng, virus korona berdampak pada perekonomian Singapura. Sektor transportasi dan turisme terkena dampak yang paling berat. "Tapi, kami prediksi bakal ada dampak yang lebih luas ke ekonomi," kata Heng.
Wabah virus korona ini juga berdampak pada kepercayaan publik untuk berbelanja dan bepergian. Ini juga mengganggu suplai global, termasuk produksi barang ke Tiongkok, yang sebagiannya di ekspor ke Singapura.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, mengatakan 78 WNI yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di kapal pesiar Diamond Princess di perairan Yokohama, Jepang, tak perlu diobservasi ulang ketika kembali ke Indonesia.
Mereka saat ini sedang menjalani masa observasi selama 14 hari dan sejauh ini dinyatakan negatif virus korona. Observasi dijadwalkan selesai pada 23-24 Februari mendatang.ang/AFP/SB/P-4
Redaktur: Khairil Huda
Penulis: AFP, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Diduga Ada Kecurangan, Bawaslu Sumsel Rekomendasikan Pemungutan Suara Ulang di Empat TPS
- 2 Pemerintah Jangan Malu Membatalkan Kenaikan PPN
- 3 Lonjakan Inflasi Medis Bisa Berimbas ke Jaminan Sosial Masyarakat
- 4 Koster Akan Jalankan Haluan Pembangunan Bali Baru
- 5 DGB Kaji Implementasi Ekosistem Darat di IKN
Berita Terkini
- Wamensos Audiensi dengan PB SEMMI, Usulkan Nama Pahlawan hingga Diskusi Data Tunggal Penerima Bansos
- Pasukan Pemberontak Suriah Kuasai Kota Besar Aleppo
- Serunya Shopping Race di 17 Kota, Makin Banyak Belanja Bareng BNI
- Menolong Pemulung Tanpa Identitas Diri yang Sedang Sakit Parah
- Berpengaruh di Industri Perbankan, Royke Tumilaar Raih CEO of The Year 2024