Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Teologi Kasih dalam Menjaga Kerukunan

A   A   A   Pengaturan Font

Judul : Gereja yang Bersukacita

Penulis : Emanuel Martasudjita, Pr

Penerbit : Kanisius

Terbit : 2017

Tebal : 276 Halaman

ISBN : 9786024180355

"Apakah kita semua benar-benar tulus menyembah pada-Nya. Atau mungkin kita hanya takut neraka dan inginkan surga. Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau bersujud kepada-Nya. Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau menyebut nama-Nya. Bisakah kita semua benar-benar sujud sepenuh hati karena sungguh Dia memang pantas disembah, memang pantas dipuja."

Demikian kira-kira bait-bait lagu Dewa 19 yang diilhami syair-syair seorang sufi perempuan, Rabiah Adawiyah. Syair-syair Rabiah memang selalu menggambarkan kehambaan dan ketulusan cinta yang amat mendalam kepada Tuhan. Ia tidak ingin ada satu pun yang menjadikan kehambaan dan ketulusan cintanya, terbelokkan oleh tujuan lain, termasuk surga dan neraka. Saking jengkelnya jika adanya surga dan neraka itu menjadikan tujuan penghambaan manusia berbelok, Rabiah pun bermaksud "membakar surga dan menyiram api neraka."

Mereka hanya menghamba kepada agama untuk mendapatsurga, tetapi lupa pada kenyataan bahwa agama dilahirkan untuk menciptakan kerukunan. Coba perhatikan, berapa banyak konflik karena semangat beragama yang menggebu-gebu secara buta. Banyak sekali nyawa melayang. Darah tertumpah hanya karena ingin dikatakan "membela" Tuhan. Tapi, juga kita temukan banyak sekali orang berhasil dirukunkan juga karena agama.

Konflik dan integrasi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan. Keduanya dalam masyarakat sesungguhnya berada dalam hubungan dialektis, bukan bertentangan. Keduanya sama-sama dibutuhkan sebagai realitas sosial dan terkait pencarian manusia akan pemenuhan hidupnya.

Agama tidak mengajarkan kebencian dan kebiadaban. Agama apa pun, mengutuk tindakannya dan mengecam mereka yang tidak dapat menahan amarah dengan membunuh atau membakar tubuh manusia. Ini tindakan biadab, bar-bar, dan menyakitkan.

Nilai-nilai keindonesiaan juga tidak mengajarkan cara-cara keji seperti itu. Masih ada ruang bertanya, proses pengadilan dan seterusnya. Masih ada pemerintah desa, polisi dan aparat hukum. Ataukah, masyarakat sudah jenuh dengan rentetan proses hukum yang berbelit?

Di tengah letupan amarah, kebencian dan gelombang prasangka, orang perlu berhenti sejenak untuk merenung. Manusia perlu jeda untuk memikirkan kembali nilai luhur Nusantara yang sering diagung-agungkan. Masih ada harapan untuk berbuat baik dan menebar kasih serta mengampanyekan welas asih.

Dalam agama Kristen, yang ada di dalam Alkitab menunjukkan bahwa cinta berasal dari Allah. Bahkan, Alkitab mengatakan "Allah adalah kasih." Cinta adalah salah satu ciri utama Allah. Demikian juga, Allah telah menganugerahi kita dengan kemampuan untuk mencintai karena kita diciptakan menurut gambar-Nya. Kapasitas untuk mencintai ini salah satu bukti kita "diciptakan menurut gambar Allah" (halaman 178).

Arti kasih sejati dapat dibaca dalam 1 Korintus 13:1-13 terutama ayat 5-7. Intinya, dengan mengetahui kasih, akan terlahir cinta sejati. Mengasihi saudara dengan tulus, melindungi dari kejahatan dan menghibur di saat sedih. Kemudian, menolong saat lemah dan membantu kala dalam pergumulan yang membutuhkan kehadiran kita.

Untuk yang sedang menjalin kasih dalam pacaran salinglah jadi kekasih terbaik buat pasangan. Kasihilah menurut cinta kasih Tuhan, dengan senantiasa membina hubungan erat dan jalinan kasih yang kudus dalam Tuhan. Juga saling melindungi dari berbagai godaan dan kejahatan. Kamu saling menyempurnakan dan menerima apa adanya sserta menyatukan perbedaan menjadi sebuah kesatuan yang utuh dalam Yesus (halaman 188). Dengan dekat Tuhan, saling terbuka saat pacaran, saling menghargai dan setia pada kekasih, kehidupan rohani dan hubungan pacaran akan semakin didewasakan dalam iman.

Diresensi Kunar, Alumnus Undip Semarang

Komentar

Komentar
()

Top