Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Kamis, 01 Apr 2021, 00:03 WIB

Tenaga Kerja yang Tidak Produktif Mulai Bebani Negara

Foto: Sumber: BPS - Litbang KJ/and - KJ/ONES

JAKARTA - Pemerintah dituntut segera menarik investasi untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah yang lebih besar agar bisa menyerap angkatan kerja yang meningkat, baik itu angkatan kerja baru maupun tambahan angka pengangguran akibat pandemi Covid-19.

Pakar Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Rizal Edy Halim, di Jakarta, Rabu (31/3), mengatakan Indonesia saat ini memasuki era puncak bonus demografi tepatnya satu atau dua tahun ke depan yang diperkirakan sampai 2030 mendatang, setelah itu pelan-pelan menurun.

"Bonus demografi ini disebut sebagai windows of opportunity karena penduduk usia produktif tumbuh lebih tinggi dari kelompok usia nonproduktif," paparnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi), jelas Rizal, mengatakan bonus tersebut harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, mendorong produktivitas kerja dan meningkatkan daya saing nasional.

"Jika itu tidak dimanfaatkan dengan baik maka kita akan masuk dalam jebakan demografi, yaitu pada saat usia produktif yang besar tidak bisa mendorong produktivitas nasional. Dampaknya apa, pada satu titik bangsa ini akan terbebani dengan penduduk usia produktif yang tidak berproduksi," tegasnya.

Hal yang paling dikhawatirkan, jelas Rizal, jika negara terpaksa menanggung kelompok usia produktif karena tidak mampu lagi ditanggung oleh kelompok usia produktif yang bekerja.

Kondisi seperti itu, jelasnya, pernah menimpa Jepang, ketika kelompok usia produktif kian berkurang dan yang dominan ialah nonproduktif atau pensiunan, maka negara terbebani dengan uang pensiun.

"Sama jika banyak kelompok usia produktif yang tidak bekerja maka akan membebani negara karena itu terhitung sebagai sumber daya produksi," kata Rizal.

Periode bonus demografi, tambahnya, tidak setiap saat, siklusnya bisa satu atau dua abad, sama seperti periode 1970-1980-an di Jepang. Saat itu, sektor-sektor produksi digenjot dengan maksimal sehingga Jepang mencapai daya saing seperti saat ini.

"Setelah itu, Jepang dihadapkan pada kondisi banyaknya kelompok lansia yang membebani negara," katanya.

Bonus demografi ini harus bisa dimanfaatkan secara optimal dengan mendorong produktivitas dan meningkatkan daya saing. Jika sudah masuk fase pelambatan, maka kelompok usia produktif sudah menyiapkan bantalan.

Kualitas SDM

Sementara itu, Pakar Ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Wibisono Hardjopranoto, mengatakan agar bonus demografi bermanfat bagi perekonomian maka pemerintah harus meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) agar serapan industri terhadap tenaga kerja sesuai dengan yang diharapkan.

"Tanpa kesiapan dan kualitas SDM yang memadai, akan sulit mengharapkan bonus demografi kita sebagai berkah seperti yang diharapkan," kata Wibisono.

Competitive advantage tenaga kerja, jelasnya, bukan sekadar masalah upah, tapi yang lebih utama adalah produktivitasnya harus bisa mencapai yang diharapkan perusahaan. Kalau itu sudah tercapai, hasilnya akan terasa. Komponen penting industri hilir tidak hanya teknologi, tapi juga tenaga kerjanya karena mereka yang menjalankan teknologinya.

n ers/SB/E-9

Redaktur: Vitto Budi

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.