Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Kamis, 05 Mei 2022, 00:03 WIB

Target Menurunkan Kemiskinan Tahun Depan Sulit Dicapai

Foto: Sumber: BPS – Litbang KJ/and - KJ/ONES

JAKARTA - Upaya Pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan sekitar 2,5-3 persen dalam setahun dinilai sulit untuk direalisasikan mengingat tantangan yang harus dihadapi saat ini bersumber dari dua sisi yaitu eksternal dan domestik. Faktor eksternal karena lonjakan harga pangan dan energi, sedangkan dari domestik yaitu kenaikan harga atau inflasi.

Untuk menghadapi tantangan perekonomian tersebut jelas akan membutuhkan fokus dan alokasi pembiayaan yang besar guna meredam dampak dari gejolak tersebut. Akibatnya, alokasi belanja untuk program kesejahteraan masyarakat, terutama untuk mengurangi angka kemiskinan ekstrem akan berkurang.

Pengamat Kebijakan Public yang juga Direktur Narasi Institut, Achmad Nur Hidayat mengatakan target yang ditetapkan Menteri PPN/Bappenas, Soeharso Manoarfa jelas mustahil tercapai. Sebab, Indonesia saat ini tidak hidup sendirian, tapi terikat dengan ekonomi global, terutama impor pangan dan energi.

Sementara, kenaikan harga dua komoditas tersebut di dunia akhir-akhir ini mencapai yang tertinggi dalam 40 tahun terakhir.

"Memberantas kemiskinan di tahun-tahun ini hampir tidak mungkin. Kalau mau kemiskinan turun 2-3 persen butuh pertumbuhan 6 persen, proyeksi Menkeu 2022 malah terkoreksi dari 5,3 prediksi sekarang 5,2 persen," paparnya.

Menurut dia, tantangan utama pemberantasan kemiskinan adalah bagaimana meningkatkan pendapatan publik padahal mempertahankan pekerjaan saja pada hari-hari ini sudah susah. Banyak pekerja formal yang beralih menjadi pekerja informal.

"Migrasi pekerja itu membuat pajak juga turun. Pekerja informal kan tidak bayar pajak. Nah efek dominonya program jaminan sosial justru akan tertekan," katanya.

Dihubungi terpisah, Pakar Ekonomi Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, Yohanes B. Suhartoko mengatakan, dengan mengasumsikan pemulihan ekonomi mengalami progres yang positif yang mampu mendorong Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) bangkit, sehingga mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi lebih baik dari tahun 2021, penurunan angka kemiskinan bahkan bisa lebih besar dari 3 persen.

"Namun, syaratnya distorsi ekonomi dalam sektor perdagangan dan industri yang diduga muncul dari penguasaan pasar yang bersifat oligopolis harus mampu dikendalikan dan dikontrol pemerintah," kata Suhartoko.

Pemerintah paparnya, juga dituntut bertindak lebih cepat mengambil langkah menghadapi goncangan eksternal yang meningkatkan harga barang konsumsi dan bahan baku.

Peningkatan Produktivitas

Sebelumnya diberitakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengimbau jajaran kabinetnya agar angka kemiskinan ekstrem tuntas pada 2024 mendatang.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, mengatakan untuk mencapai target tersebut, pemerintah pada 2023 akan berupaya menurunkan angka kemiskinan ke level 7,5-8,5 persen melalui peningkatan produktivitas untuk transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. "Arah kebijakan percepatan pembangunan kemiskinan ekstrem tidak dapat dilakukan dengan cara business as usual," kata Suharso.

Angka Kemiskinan, jelasnya, memang menurun selama periode 2015-2019, namun kembali melonjak pada 2020 dampak Covid-19. Posisi September 2020 menunjukkan angka kemiskinan 10,19 persen atau 27,55 juta jiwa, kemudian turun ke level 9,71 persen atau 26,50 juta jiwa pada September 2021.

Redaktur: Vitto Budi

Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.