Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Strategi Pembangunan SDM

Target Memerangi Kelaparan di Dunia dalam Bahaya Tidak Bisa Diwujudkan

Foto : TIMOTHY A. CLARY / AFP

Sekjen PBB, Antonio Guterres di Sidang Umum PBB, di markas besar PBB New York, Selasa (19/9). PBB mengatakan pada bulan ini terdapat 745 juta lebih banyak orang dengan tingkat kelaparan sedang hingga berat di dunia dibandingkan 2015.

A   A   A   Pengaturan Font

NEW YORK -Para pemimpin dunia yang bertemu di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada Senin (19/9), memperingatkan bahaya yang akan dihadapi dunia jika negara-negara tersebut tidak segera bertindak untuk menyelamatkan serangkaian tujuan pembangunan 2030 untuk menghapuskan kelaparan dan kemiskinan ekstrem serta memerangi perubahan iklim.

Dikutip dari The Straits Times, deklarasi tersebut yang diadopsi melalui konsensus pada pertemuan puncak di hadapan Majelis Umum PBB tahunan, mencakup daftar 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang harus dilakukan pada 2015 yang juga mencakup air, energi, pengurangan kesenjangan dan pencapaian kesetaraan gender.

"Pencapaian SDGs berada dalam bahaya. Kami khawatir bahwa kemajuan sebagian besar SDGs berjalan terlalu lambat atau mengalami kemunduran di bawah baseline tahun 2015," bunyi deklarasi tersebut.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan pada pertemuan puncak para pemimpin tersebut bahwa hanya 15 persen dari target yang ditetapkan dan banyak yang mengalami kemunduran.

Awal bulan ini, Guterres meminta para pemimpin G20 untuk memastikan stimulus setidaknya 681,48 miliar dollar AS per tahun untuk mencapai tujuan tersebut. Dia meminta negara-negara untuk bertindak sekarang.

Ketegangan Geopolitik

Para pemimpin bertemu di tengah ketegangan geopolitik yang sebagian besar dipicu oleh perang di Ukraina, ketika Russia dan Tiongkok bersaing dengan Amerika Serikat dan Eropa untuk memenangkan negara-negara berkembang, di mana pencapaian SDGs adalah kuncinya.

"Daripada tidak meninggalkan siapa pun, kita berisiko meninggalkan SDGs. SDGs memerlukan rencana penyelamatan global," kata Guterres pada pertemuan puncak tersebut.

PBB mengatakan pada bulan ini terdapat 745 juta lebih banyak orang yang menderita kelaparan sedang hingga berat di dunia dibandingkan pada tahun 2015. Dunia masih jauh dari jalur dalam upayanya untuk memenuhi tujuan ambisius PBB untuk mengakhiri kelaparan pada tahun 2030.

Menurut sebuah laporan tahun lalu, biaya untuk memenuhi target global meningkat 25 persen menjadi 176 triliun dollar AS pada tahun yang berakhir pada September 2022, dengan kinerja beberapa langkah mengalami kemunduran.

Sementara itu seperti dikutip dari Antara, Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, dalam tugas diplomasi nasional di PBB mendorong terciptanya tatanan global yang memberikan kesempatan yang sama bagi negara-negara berkembang sebagai upaya mencapai SDGs.

Hal itu disampaikan Menlu Retno dalam pernyataan nasional Indonesia pada Konferensi Tingkat Tinggi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs Summit) di Markas Besar PBB di New York pada Senin (18/9).

Pada kesempatan itu, Menlu Retno menyampaikan tatanan global saat ini tidak memberikan kesempatan yang sama bagi negara-negara berkembang. Akibatnya, mereka sulit untuk mencapai target implementasi SDGs pada 2030.

"Tidak ada pilihan lain, dunia harus mendorong terciptanya lingkungan yang kondusif bagi negara berkembang untuk tumbuh dan membuat lompatan pembangunan," ujar Menlu Retno, seperti disampaikan dalam keterangan Kementerian Luar Negeri yang diterima di Jakarta, Selasa.

Retno menekankan diskriminasi perdagangan terhadap negara-negara tertentu, termasuk negara berkembang, harus dihentikan. "Negara berkembang harus diberikan kesempatan untuk melakukan hilirisasi industri," ucapnya.

Terkait hal itu, sebagai Ketua Asean, Indonesia mendorong agar Asean dapat menjadi pusat kegiatan (hub) di kawasan untuk ekosistem kendaraan listrik, berperan besar dalam rantai pasok global, mendorong pembangunan hijau, dan menjadikan kawasan Asia Tenggara sebagai pusat pertumbuhan (Epicentrum of Growth).

SB/ST/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top