Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Badan Pangan I Kewenangan Badan Pangan Nasional Digergaji sebelum Lahir

Tanpa Kewenangan Mutlak Sebagai Menko, Kepala Badan Pangan Tidak Akan Efektif

Foto : ANTARA/OKY LUKMANSYAH

BERAS IMPOR I Petugas menunjukkan karung berisi beras impor Thailand di Gudang Bulog Munjung Agung, Tegal, Jawa Tengah. Kepala Badan Pangan Nasional harus memiliki wewenang setingkat Menko agar masalah impor beras oleh para pemburu rente bisa diatasi.

A   A   A   Pengaturan Font

» Dalam perjalanannya, Badan Pangan dianggap mengusik kewenangan sejumlah kementerian, terutama yang sarat dengan kelompok kepentingan para pemburu rente.

» Badan Pangan harus dikepalai figur berintegritas tinggi dan terbukti loyal kepada Presiden dan mampu menjalankan target yang ditetapkan Presiden, seperti Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono.

JAKARTA - Setelah hampir enam tahun dinanti-nantikan, Badan Pangan Nasional akhirnya terealisasi melalui Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional. Sayangnya, apresiasi atas kelahiran badan tersebut belum memenuhi ekspektasi publik yang berharap hadirnya badan yang superbody dan powerfull dengan memiliki kewenangan setingkat Menteri Koordinator (Menko) yang mampu mengoordinasikan setidaknya tujuh kementerian terkait.

Guru Besar Ekonomi Pertanian Univeritas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Masyhuri, saat diminta pandangannya, Kamis (26/8), mengatakan pentingnya Kepala Badan Pangan selevel Menko agar dia bisa membawahi Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, Menteri Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Pekerjaan Umum, serta Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal.

Perpres dinilai tidak mengakomodasi kewenangan ke Kepala Badan Pangan, sehingga posisinya bisa bernasib sama dengan Bulog di mana banyak masukan yang diabaikan oleh para menteri.

"Menteri mana yang mau mendengarkan kalau bukan supervisinya. Sebuah badan yang terpisah dari kementerian, tidak akan pernah berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan. Badan Pangan di bawah Presiden sudah baik, tapi kalau tidak membawahi menteri kan sulit, karena sumber daya semua di kementerian. Jadi cuma seperti lembaga pemikir ini nanti," kata Masyhuri.

Kelemahan utama Badan Pangan sesuai Perpres 66 Tahun 2021 adalah tidak adanya kewenangan yang kuat. Selama ini, masalah pangan baik anggaran maupun kewenangan kebijakan terdistribusikan ke dalam banyak kementerian, seperti Mentan, Mendag, Menhut, Mendagri, Menteri Otonomi Daerah, Menteri PUPR, dan bahkan juga Menkeu karena terkait kebijakan fiskal yang penting untuk mendorong produksi pangan dan mengurangi impor.

"Badan Pangan ini harus superpower. Minimal setingkat Menko dan idealnya bisa lebih tinggi lagi. Urusan pangan itu sampai urusan negosiasi dengan FAO, pemain perdagangan pangan luar negeri, bahkan juga Mensos terkait beras bantuan," papar Masyhuri.

Pangan, jelasnya, juga terkait dengan menteri hukum karena masalah agraria ini masalah utama dalam produksi pangan nasional, juga ada banyak UU terkait pertanian yang harus disinkronkan dan ditegakkan aturannya.

Selain masalah struktural kelembagaan, penunjukan Kepala Badan Pangan harus dilakukan Presiden dengan selektif dengan melihat rekam jejak serta integritas calon pemimpin lembaga tersebut.

"Harus dikepalai oleh orang berintegritas tinggi dan terbukti loyal kepada Presiden dan mampu menjalankan target yang sudah ditetapkan Presiden. Seperti Menteri PUPR, Pak Basuki Hadimuljono, misalnya yang bisa memegang amanah dengan bukti kinerja selama membantu Presiden," kata Masyhuri.

Visi dan Misi Presiden

Dihubungi terpisah, Peneliti Ekonomi Indef, Rusli Abdullah, mengatakan pemilihan kandidat harus yang sejalan dengan visi dan misi Presiden agar target besar pemerintah membenahi tata kelola pangan nasional tercapai.

"Kepala BPN nanti harus dari teknokrat yang benar-benar profesional dan kredibel. Bukan politisi, namun dia harus melek politik, bukan buta politik," tegas Rusli.

Menurut Rusli, apabila Kepala Badan Pangan Nasional dipilih dari kalangan politisi maka akan berdampak buruk bagi pencapaian target besar pemerintah. Sebab, politisi memiliki banyak kepentingan dari partai politik di belakangnya. Pangan, jelasnya, sangat berkaitan dengan banyak kepentingan di baliknya, termasuk soal peluang meraih untung yang tidak sedikit seperti urusan impor yang selama ini jadi buruan para pemburu rente.

Berkaitan dengan tugas. pokok, dan fungsi (tupoksi), dia berpandangan agar tidak hanya fokus pada urusan beras semata, tetapi komoditas lainnya. Dengan demikian, tidak terkesan memindahkan Badan Ketahanan Pangan yang selama ini selevel Direktorat Jenderal di Kementan menjadi Badan Pangan Nasional.

"Jadi, konektivitas antarkementerian ini diperlukan supaya pangan bergizi yang murah, merata, dan memberikan nilai tambah dan bisa di ekspor. Hadirnya Badan Pangan Nasional bukan hanya kuantitasnya, tapi harus diperhatikan masalah kesehatan, ketahanan, dan ketersediaan di berbagai pelosok," kata Rusli.

Sementara itu, Pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, dan Ekonom Senior, Faisal Basri, menyayangkan banyaknya kewenangan dari Badan Pangan ini yang dipotong.

"Desain awal Badan Pangan ini menjadi lembaga superbody, tetapi faktanya banyak kementerian yang tidak mau kewenangannya diambil. Kalau kementerian tidak mau diambil kewenangannya maka kinerja Badan Pangan tidak akan efektif," kata Esther.

Ekonom Senior UI, Faisal Basri, menilai semangat awal Badan Pangan Nasional untuk mengurus pangan dari hulu hingga ke hilir. Mulai dari ketahanan pangan, keamanan pangan, dan kedaulatan pangan. Mulai dari produksi, distribusi, konsumsi, harga hingga persoalan stunting. Singkatnya, lahirnya lembaga ini supaya urusan pangan jadi paripurna.

Namun, dalam perjalanannya dianggap mengusik kewenangan sejumlah kementerian, terutama yang sarat dengan vested interest atau praktik pemburu rente (rent seeking). Sejak terbitnya UU Pangan, selama 9 tahun ini mereka menggergaji kewenangan badan yang akan lahir tersebut, sehingga dengan Perpres yang sekarang justru tidak bertaring.

"Seperti busuk di tengah jalan. Jadi, kita tidak punya harapan lagi dari badan ini. Mirip pada kebijakan saja, tapi yang melaksanakan Bulog, sama saja seperti sekarang. Jadi kita harus terus teriak, harus semakin nyaring untuk kepentingan petani rakyat," tegas Faisal.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top