Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Antisipasi Bencana - PTPIN Jangan Dijadikan Ajang Bancakan Proyek

Tanggul Laut Bukan Solusi Tepat Cegah Jakarta Tenggelam

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sejumlah kalangan mengingatkan bahwa wilayah Jakarta berpotensi tenggelam akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan, sehingga menurunkan permukaan tanah terutama di daerah utara Jakarta.

Solusi yang bisa dilakukan untuk mencegah bencana itu bukan hanya membangun tanggul laut raksasa, tapi memaksimalkan penyediaan air permukaan dengan dengan pembangunan bendungan waduk selain Bendungan Jatiluhur di Purwakarta, Jawa Barat.

Hal itu dikemukakan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, di Jakarta, Selasa (23/7). Basuki mengatakan Kementerian PUPR telah membangun Bendungan Karian di Banten, sebagai pemasok air baku di Jakarta selain Waduk Jatiluhur.

Menurut dia, dengan pemanfaatan air permukaan melalui pembangunan bendungan, maka persoalan eksploitasi air tanah yang bisa mempercepat Jakarta tenggelam bisa diakhiri. Hal ini bisa belajar dari pengalaman Tokyo, Jepang. "Kalau itu terjadi, kita tak perlu bangun National Capital Integrated Coastal Development (tanggul laut)," kata Basuki.

Proyek infrastruktur National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) saat ini berganti nama menjadi Tanggul Laut. Secara keseluruhan, proyek PTPIN diperkirakan menelan biaya 154 triliun rupiah, meliputi reklamasi lahan seluas 2.000 hektare untuk tujuan komersial.

PTPIN bertujuan mengurangi ancaman banjir akibat rob atau air laut pasang di Jakarta yang kerap terjadi karena penurunan permukaan tanah. Para ahli telah memperingatkan permukaan tanah Ibu Kota RI itu terus turun dengan kecepatan tinggi di beberapa daerah, terutama di Jakarta Barat dan Utara.

Pakar pengendalian air dan banjir ITS Surabaya, Umboro Lasminto, menilai tanggul laut bukan satu-satunya cara untuk menanggulangi banjir di sebuah kota yang terletak di kawasan pesisir. Sejumlah langkah yang dapat ditempuh pemerintah bersama Pemprov DKI Jakarta, antara lain menahan air di wilayah hulu, mengedukasi masyarakat, dan membangun pintu air.

"Banjir di kota tepi pantai seperti di Jakarta disebabkan air dari hulu dan pasang laut. Jadi mengatasinya bisa juga dari hulu, agar hujan yang jatuh ke bumi tidak langsung mengalir ke wilayah hilir," papar dia.

Untuk itu, lanjut Umboro, ada banyak jalan, seperti membangun bendungan yang dapat menampung air sekaligus bisa dimanfaatkan untuk keperluan masyarakat, sehingga bisa mengurangi eksploitasi air tanah yang menjadi penyebab banjir.

Selain itu, dengan upaya infiltrasi air ke tanah, dengan menjaga dan memperluas daerah resapan, reboisasi, dan lain-lain.

"Sedangkan di hilir harus diperhitungkan dahulu, tidak harus dengan membangun tanggul yang berbiaya besar. Bisa dengan membangun lebih banyak pintu air dan rumah pompa," jelas Umboro.

Tahap Kedua

Sementara itu, pemerintah berencana meneruskan pembuatan tanggul raksasa di wilayah pesisir utara Jakarta tersebut. Di atas proyek PTPIN itu, nantinya akan dibangun jalan tol yang menyambungkan Bekasi-Banten melalui perairan utara Jakarta.

Rencana tahap kedua proyek Tanggul Laut tersebut telah menimbulkan kekhawatiran para aktivis dan pakar atas potensi dampak lingkungan dan sosial dari megaproyek itu. Mereka juga mengingatkan agar proyek 154 triliun rupiah itu tidak dijadikan ajang bagi-bagi proyek atau bancakan proyek.

Kementerian PUPR akan mengajukan proposal proyek tersebut dengan konsep yang baru pada Presiden Joko Widodo. Bulan lalu, Kementerian PUPR telah menandatangani perjanjian dengan investor dari Belanda dan Korea Selatan untuk pembangunan proyek itu.

Pengurus Asosiasi Nelayan Tradisional Indonesia, Marthin Hadiwinata, mengatakan bahwa tanggul laut dan pulau-pulau buatan tidak akan membantu menyelesaikan masalah penurunan tanah di Jakarta. Dia juga menegaskan bahwa Jakarta tidak membutuhkan jalan tol baru.

Marthin juga menuntut agar pemerintah melakukan kajian menyeluruh terhadap Penilaian Lingkungan Strategis proyek (KLHS) proyek untuk meminimalkan dampak lingkungannya.

"Penilaian harus jelas dalam menghitung volume beban eksternal yang dibuang ke Teluk Jakarta, seperti sedimentasi, mengubah pola saat ini, polusi air dari 13 sungai dan pengolahan air limbah dari bisnis dan rumah tangga," kata dia. SB/ers/YK/WP

Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top