Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus

Tak Mau Kalah, Rusia Nekat Caplok 4 Wilayah Ukraina Lewat Referendum

Foto : AP

Presiden Rusia Vladimir Putin.

A   A   A   Pengaturan Font

Rusia mendukung upaya referendum bagi empat wilayah di timur dan selatan Ukraina yang dikuasai separatis pro-Moskow. Referendum menjadi langkah baru Rusia setelah kalah dalam invasi yang dimulai hampir tujuh bulan lalu.

Wacana referendum di Luhansk, Kherson dan sebagian wilayah Zaporizhzhia dan Donetsk yang dikuasai Rusia terjadi setelah sekutu dekat Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pemungutan suara diperlukan untuk membantu Rusia "membela" kawasan-kawasan yang kini terancam jatuh kembali ke pelukan Ukraina.

Mantan Presiden Dmitry Medvedev, yang kini menjabat sebagai wakil kepala Dewan Keamanan Rusia, mengatakan referendum akan membuat perbatasan yang digambar ulang "tidak dapat diubah" dan memungkinkan Moskow menggunakan "cara apapun" untuk mempertahankannya.

Pada tahun 2014, Rusia mengirim pasukan ke Semenanjung Krimea Ukraina dan kemudian mengadakan referendum di sana yang membuka jalan bagi aneksasinya oleh Moskow.

Namun, langkah referendum yang diambil dikecam dan disebut tidak sah oleh para pemimpin Barat yang telah membantu pasukan Ukraina merebut momentum di medan perang di timur dan selatan negara itu.

Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba bahkan mengecam pemungutan suara yang direncanakan sebagai palsu.

"Referendum tidak akan mengubah apa pun," katanya kepada wartawan di markas besar PBB di mana dia menghadiri pertemuan tahunan para pemimpin dunia di Majelis Umum.

"Ini adalah tindakan putus asa bagi Rusia, tetapi itu tidak akan membantu mereka," jelasnya, seperti dikutip dari Associated Press.

Sementara, penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan mengatakan Amerika Serikat "tidak akan pernah mengakui wilayah ini sebagai apa pun selain bagian dari Ukraina," katanya, seraya menambahkan bahwa upaya Kremlin mencerminkan kemunduran Rusia di medan perang.

"Ini bukan tindakan negara yang percaya diri. Ini bukan tindakan kekuatan," katanya.

Kanselir Jerman Olaf Scholz, yang juga menghadiri Majelis Umum PBB di New York, mengancam tidak akan menerima hasil referendum itu.

"Sangat, sangat jelas bahwa referendum palsu ini tidak dapat diterima," ujarnya.

Begitu juga Presiden Prancis Emmanuel Macron yang mengatakan rencana referendum tidak memiliki konsesi hukum.

"Rusia menyatakan perang … dan sekarang menjelaskan bahwa di wilayah yang sama ini akan menyelenggarakan referendum. Jika ini tidak tragis, mungkin lucu," katanya,

"(Referendum) tidak memiliki konsekuensi hukum," lanjutnya.

Di Donetsk, yang merupakan bagian dari wilayah Donbas Ukraina telah ditetapkan Putin sebagai tujuan utama invasi. Pemimpin separatis Denis Pushilin mengatakan pemungutan suara akan "memulihkan keadilan bersejarah" bagi "orang-orang yang telah lama menderita" di wilayah itu.

"Mereka telah mendapatkan hak untuk menjadi bagian dari negara besar yang selalu mereka anggap sebagai tanah air mereka," katanya.

Di Zaporizhzhia yang sebagian diduduki Rusia, aktivis pro-Rusia Vladimir Rogov mengatakan referendum akan membawa perdamaian bagi penduduk di sana.

"Semakin cepat kita menjadi bagian dari Rusia, semakin cepat perdamaian akan datang," ujarnya.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Suliana

Komentar

Komentar
()

Top