Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pembangunan Infrastruktur I Pada 2018, Sebanyak 34 Bendungan dalam Proses Pembangunan

Swasta Tak Minati Proyek Bendungan

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Hasil kalkulasi sejumlah investor menunjukkan produksi listrik dari proyek bendungan yang ditawarkan tak sebanding dengan nilai investasinya.

JAKARTA - Hingga saat ini, pihak swasta belum berminat membangun bendungan yang memilik potensi listrik (PLTA). Pasalnya, daya listrik yang ditawarkan masih belum sebanding dengan nilai investasi yang dikucurkan.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, menyampaikan pihaknya terus mendorong agar swasta mengambil bagian dalam pembangunan bendungan yang memiliki potensi listrik. Lembaga tersebut mengaku terbuka ke pada investor melalui skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

"Apabila ada investor yang berminat akan kita dorong. Dengan demikian, dana APBN dapat digunakan untuk program lainnya. Peraturan Menteri PUPR mendukung karena saya monitor intensif untuk pembangunan bendungan di Indonesia," ungkap Basuki, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Pada 2017, Kementerian PUPR menawarkan ke investor Jepang untuk pembangunan Bendungan Tiga Dihaji di Sumatera Selatan yang membutuhkan dana hingga 3,8 triliun rupiah. Karena sampai kini belum diminati, fasilitas itu akan dibangun menggunakan APBN dan mulai dilelang pada 2018.

Menurut perhitungan Jepang, untuk masuk investasi ke bendungan, kapasitas listrik yang dihasilkan antara 60-75 megawatt (MW), sementara kapasitas listrik bendungan Dihaji hanya 22 MW. "Jepang menganggap investasinya tidak ekonomis," ungkap Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Imam Santoso.

Imam menyebutkan investasi yang dikucurkan tak sebanding dengan listrik yang dihasilkan. Dengan listrik yang hanya 22 MW investasinya mestinya hanya 600-900 miliar rupiah. Investor ingin masuk apabila daya listrik yang dihasilkan rata-rata di atas 150 MW.

Jepang berminat apabila bendungan yang dihasilkan hanya diperuntukkan bagi pembangkit listrik saja, bukan untuk irigasi, air baku dan pengelolahan banjir. Bila dibagi-bagi ke sektor lainnya, maka daya listrik turun.

Kementerian PUPR menargetkan pembangunan 65 bendungan yang terdiri dari 16 bendungan lanjutan dan 49 bendungan baru tersebar di berbagai provinsi. Ini upaya nyata mewujudkan Nawacita untuk mencapai ketahanan pangan dan air.

Pada 2018, sebanyak 34 bendungan dalam proses pembangunan dengan 10 bendungan ditargetkan selesai tahun ini dan 14 bendungan baru dimulai pembangunannya. Rencananya, bila terealisasi, Bendungan Dihaji merupakan yang pertama menggunakan skema KPBU.

Selain bendungan Dihaji, dua bendungan lainnya juga di Sidan (Bali) dan Bener (Jawa Tengah) gagal menggaet investor. Namun, Kementerian PUPR optimistis untuk bendungan Jambo Ayeh di Aceh diminati swasta, mengingat daya listrik yang dihasilkan mencapai 106 MW dengan investasi sekitar empat triliun rupiah. Sejauh ini, investor asal Tiongkok dan Korea Selatan sudah berminat.

Terus diperluas

Pembangunan infrastruktur Kementerian PUPR dengan skema KPBU, saat ini tidak hanya dalam pembangunan jalan tol tetapi juga pada proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) seperti SPAM Bandar Lampung, Semarang Barat, Umbulan dan Saluran Pembawa Air Baku dari Bendungan Karian (Karian-Serpong Water Conveyance).

Kementerian PUPR juga telah menginisiasi kegiatan preservasi jalan dengan skema Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) ketersediaan layanan atau availability payment (AP). Skema baru ini akan menyediakan layanan jalan nasional dalam kondisi mantap secara berkelanjutan.

ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top