Susahnya Menjadi Orang Kecil Harus Berburu Elpiji
Warga menunggu kedatangan stok gas elpiji 3 kg bersubsidi di salah satu pangkalan gas di Kedoya, Kebon Jeruk, Jakarta, Senin (3/2).
Foto: ANTARA/Sulthony HasanuddinSemua sudah berjalan baik, kini orang dibuat susah mencari elpiji tiga kilogram. Selama ini tak banyak terdengar keluhan dari rakyat. Lalu mengapa tiba-tiba dibuat aturan, elpiji hanya dijual di pangkalan (agen), tak lagi oleh pengecer?
Berapa jumlah agen? Berapa jarak rumah penduduk kebanyakan dengan agen? Ini tak dipikirkan. Kalau ada penyelewengan, mengapa baru sekarang diurus. Padahal warga yang menjadi konsumen, tak banyak mengeluh. Malahan barua beberapa hari kebijakan baru berlaku, sudah terjadi lonjakan kenaikan harga elpiji di luar kebijakan. Harga naik sampai 5.000 rupiah yang ketahuan.
Namanya rakyat kecil, sudah susah hidup, masih dipersulit untuk membeli elpiji 3 kg. Itu beli, bukan gratis, harus antre jauh dari rumah pula. Salah satu antrean terlihat di SPBU Fatmawati, Jakarta Selatan. Warga rela antre untuk mendapatkan liquefied petroleum gas (elpiji) tiga kilogram (kg) karena sedang terjadi kelangkaan.
Saat seorang warga, Kasmayanti, tiba di SPBU Fatmawati dikatakan, elpiji ada pukul 09.00 WIB. Dia sudah datang lebih pagi. “Setahu saya jam segitu susah. Jadi, saya datang lebih pagi,” kata Kasmayanti di SPBU Fatmawati, dikutip antara, Senin (3/2).
Kasmayanti mengaku khawatir tidak mendapatkan elpiji. Padahal dibutuhkan untuk kegiatan masak sehari-hari. Dia mengaku biasanya membeli di pedagang eceran, namun kini memilih mendatangi SPBU karena tak dijual lagi di eceran. Hanya ada di pangkalan.
Dia berharap pemerintah mengkaji kembali kebijakan baru tersebut. “Lebih baik kembalikan seperti dulu, biar gampang. Kita disuruh makan bergizi dan sehat. Tapi mau masak saja susah, gimana dong,” ujarnya.
Sementara itu, pemilik UMKM katering bernama Rochimawati mengatakan perlu jarak tempuh satu kilometer (km) dari rumahnya untuk bisa mendapatkan elpiji. “Gas habis, akhirnya nyari jauh. Harganya pun naik 5.000 dari 21.000 menjadi 26.000,” ujar Rochimawati. Wanita itu akhirnya tetap memilih membeli dengan harga tinggi lantaran membutuhkan untuk memasak pesanan lauk kemasan (frozen food) menjelang bulan puasa.
Sebagai pedagang, dia mengaku kesusahan karena sulit lantaran jarak yang jauh dan tidak bisa mengurangi bahan baku lantaran mementingkan kualitas. “Agak sulit ya, karena harus antre, dan memakan waktu. Jadi tidak menghemat waktu juga. Kalau bisa, kembalikan ke eceran saja,” ucapnya.
Dia berharap agar pemerintah bisa mengelola elpiji agar tetap sampai ke pengecer meski nantinya harganya menjadi naik. Mulai Sabtu (1/2), pemerintah menerapkan kebijakan baru, alasannya untuk memastikan pendistribusian subsidi energi berjalan lebih tepat sasaran.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menegaskan bahwa mulai hari itu, agen resmi Pertamina tidak lagi diperbolehkan menjual LPG tiga kilogram (kg) kepada pengecer. Pengecer elpiji bersubsidi ukuran tiga kilogram wajib mendaftarkan diri untuk menjadi pangkalan komoditas produk Pertamina itu.
- Baca Juga: Ijazah yang Ditahan Akan Diputihkan
- Baca Juga: Pramono Akan Buat Pergub Pendidikan Difabel
Kebijakan ini bertujuan untuk memperbaiki sistem distribusinya agar lebih terkontrol dan tepat guna. Yah, membeli elpiji biasa tidak antre, kini harus buang waktu lama, untuk mendapat elpiji, sangat tidak efisien. Rakyat dibuat bingung terus. Dulu dari minyak disuruh pindah ke elpiji. Sekarang beli elpiji dipersusah.
Berita Trending
- 1 Presiden Prabowo Meminta TNI dan Polri Hindarkan Indonesia jadi Negara yang Gagal
- 2 Lestari Moerdijat: Tata Kelola Pemerintahan Daerah yang Inklusif Harus Segera Diwujudkan
- 3 Majukan Ekosistem Digital Indonesia, Diperlukan Kolaborasi Pemerintah dan Masyarakat
- 4 Utusan Presiden Bidang Iklim dan Energi Sebut JETP Program Gagal
- 5 Meksiko, Kanada, dan Tiongkok Siapkan Tindakan Balasan ke AS