Survei Ungkap Makin Banyak Orang yang Percaya Alien, Mengapa Ini Berbahaya?
Ilustrasi.
Foto: The Conversation/Shutterstock/DanieleGayTony Milligan, King's College London
Gagasan bahwa alien mungkin pernah singgah di Bumi kian populer, terutama di Inggris dan Amerika Serikat (AS). Sekitar seperlima warga Inggris percaya bahwa makhluk luar angkasa pernah mampir ke planet ini, dan sebanyak 7% mengaku yakin pernah melihat benda terbang tak dikenal atau Unidentified Flying Object (UFO).
Di AS, jumlah orang yang percaya bahwa penampakan UFO merupakan bukti adanya kehidupan alien terus meningkat dari 20% pada 1996 menjadi 34% pada 2022. Selain itu, sebanyak 24% orang Amerika mengaku pernah melihat UFO.
Ironisnya, kepercayaan ini terus berkembang meskipun tidak ada bukti nyata bahwa alien benar-benar ada. Mengingat jarak antar bintang yang sangat jauh, rasanya aneh jika kita memastikan keberadaan mereka hanya berdasarkan sebuah dugaan penampakan UFO di Bumi. Bukti keberadaan alien sepertinya lebih masuk akal jika datang dari sinyal yang dipancarkan dari planet-planet yang jauh.
Dalam sebuah makalah yang siap diterbitkan di Proceedings of the International Astronomical Union, saya berargumen bahwa kepercayaan terhadap kunjungan alien bukan lagi sekadar hal aneh, melainkan telah menjadi masalah sosial yang meluas.
Kepercayaan ini telah meningkat begitu pesat sehingga para politikus, terutama di AS, merasa perlu meresponsnya. Pengungkapan informasi fenomena udara tak dikenal atau unidentified aerial phenomena (UAP) yang diklaim oleh Pentagon-telah menarik perhatian besar dari kedua kubu politik di negara tersebut. Saat ini, pemerintah AS menggunakan istilah UAP sebagai pengganti istilah UFO. Perubahan ini bertujuan untuk memisahkan istilah tersebut dari alien fiksi ilmiah.
Sentimen anti-elite seringkali dimanfaatkan dengan keyakinan bahwa militer dan kelompok komersial rahasia menyembunyikan kebenaran tentang kunjungan alien. Teori ini mencakup klaim tentang penampakan, penculikan, hingga teknologi alien yang telah direkayasa ulang.
Kepercayaan pada teori konspirasi ini bahkan lebih tinggi daripada kepercayaan pada kunjungan alien. Pada 2019, survei Gallup menunjukkan fakta mengejutkan bahwa 68% orang Amerika percaya "pemerintah AS mengetahui lebih banyak hal tentang UFO daripada yang mereka ungkapkan."
Tren politik ini sudah berlangsung selama beberapa dekade. Jimmy Carter misalnya, pernah berjanji mengungkapkan dokumen UFO selama kampanye presidennya pada 1976, beberapa tahun setelah dia sendiri mengaku pernah melihat UFO-meskipun dalam banyak kasus, penjelasan paling sederhana adalah bahwa mereka sebenarnya melihat objek alami seperti planet Venus. Planet tersebut seringkali tampak sangat terang di langit malam dan bisa disalahartikan sebagai UFO, terutama ketika terlihat di dekat cakrawala atau dalam kondisi atmosfer tertentu yang membuatnya terlihat tidak biasa.
Fenomena tersebut cukup umum dan menjadi salah satu penjelasan yang paling sering digunakan untuk meluruskan laporan penampakan UFO.
Politikus senior AS Hillary Clinton juga pernah mengusulkan untuk "membuka sebanyak mungkin dokumen [Pentagon]" saat kampanye pemilihan presiden melawan Donald Trump. Sementara Trump sendiri, seperti terlihat dalam video di bawah ini, sempat menyatakan akan mempertimbangkan untuk mengungkap dokumen rahasia yang disebut "dokumen Roswell"-diduga berkaitan dengan klaim jatuhnya UFO dan penemuan benda-benda asing.
Adapun mantan presiden AS Bill Clinton juga mengaku pernah mengirim kepala stafnya, John Podesta, ke Area 51, sebuah fasilitas Angkatan Udara AS yang sangat rahasia, untuk memastikan apakah rumor tentang teknologi alien di lokasi tersebut benar adanya. Perlu dicatat bahwa Podesta adalah penggemar berat segala sesuatu yang berhubungan dengan UFO.
Pendukung utama pengungkapan dokumen tentang UFO saat ini adalah Chuck Schumer, pemimpin Senat dari Partai Demokrat. Pada 2023, Schumer mengusulkan sebuah rancangan undang-undang yang bertujuan untuk meningkatkan pengungkapan informasi tentang UAP. Rencana aturan yang berusaha untuk memperkuat pengawasan dan laporan mengenai UAP ini mendapatkan dukungan dari tiga senator Republik.
Pengungkapan dari Pentagon akhirnya baru dimulai pada masa awal pemerintahan Joe Biden, tetapi sejauh ini tidak ada hal signifikan yang terungkap. Anehnya, meski belum ada bukti perjumpaan dengan alien, isu ini masih terus menjadi perbincangan hangat.
Dampak Bagi Masyarakat
Semua ini pada akhirnya mendorong teori konspirasi, yang dapat merusak kepercayaan terhadap lembaga-lembaga demokrasi. Belakangan bahkan ada seruan-seruan lucu untuk menyerbu Area 51. Setelah insiden penyerbuan Capitol pada 2021, seruan-seruan seperti ini tentu tak bisa lagi dianggap sebagai lelucon semata. Hal-hal tersebut bisa saja berubah menjadi ancaman serius.
Selain itu, kegaduhan soal UFO dan UAP dapat mengganggu komunikasi sains yang sesungguhnya mengenai kemungkinan adanya kehidupan mikrobial di luar angkasa. Astrobiologi, ilmu yang mempelajari hal ini, jauh kalah populer dibandingkan ufologi yang lebih menarik perhatian publik.
Sebagai perbandingan, acara seperti "Alien Kuno" di History-sebuah saluran YouTube milik Disney saat ini telah mencapai season ke-20 dengan 13,8 juta pelanggan, sementara saluran astrobiologi NASA hanya memiliki 20.000 pelanggan. Ilmu pengetahuan nyata kalah telak dari hiburan yang dikemas sebagai fakta.
Di samping itu, narasi kunjungan alien juga sering membajak sejarah dan mitologi asli masyarakat.
Fiksi ilmiah Alexander Kazantsev, Explosion: The Story of a Hypothesis (1946) misalnya, menggambarkan peristiwa jatuhnya meteorit Tunguska pada 1908 sebagai ledakan mirip Nagasaki dari mesin pesawat ruang angkasa alien. Dalam cerita Kazantsev, seorang wanita kulit hitam raksasa yang selamat dari ledakan tersebut digambarkan memiliki kekuatan penyembuhan khusus. Dia kemudian diangkat sebagai pawang oleh masyarakat Evenki, sebuah komunitas adat di Siberia.
Sementara NASA dan komunitas sains antariksa mendukung upaya-upaya seperti inisiatif Native Skywatchers yang dibentuk oleh masyarakat adat Ojibwe dan Lakota untuk melestarikan kisah tentang bintang-bintang. Para penggemar teori alien lebih suka memadukan mitologi ini dengan kisah UFO yang dikemas ulang sebagai "sejarah tersembunyi."
Narasi modern tentang kunjungan alien nyatanya tidak berasal dari budaya adat, melainkan dari pemikir konspirasi di Eropa yang menggunakan teori ini untuk "menjelaskan" bagaimana munculnya peradaban di wilayah lain seperti Amerika Selatan sebelum kedatangan bangsa Eropa.
Pengaruh budaya tandingan era 1960-an, telah mengubah narasi ini, mengklaim bahwa masyarakat adat di masa lalu pernah memiliki teknologi canggih seperti yang digambarkan dalam fiksi. Menurut pandangan ini, setiap peradaban adat kuno digambarkan seperti Wakanda, negara fiksi dalam buku komik Amerika yang diterbitkan oleh Marvel.
Jika pandangan ini hanya dianggap sebagai bagian dari hiburan fiksi, mungkin tidak menjadi masalah. Namun, kenyataannya, narasi kunjungan alien seringkali menggantikan cerita rakyat asli tentang langit dan bumi.
Masalah ini tidak hanya berdampak pada masyarakat adat yang berjuang mempertahankan tradisi otentik mereka, tetapi juga mengancam pemahaman kita tentang masa lalu. Ketika membahas warisan nenek moyang kita, sisa-sisa cerita rakyat prasejarah sangat sedikit dan bernilai tinggi, seperti dalam kisah-kisah asli tentang bintang-bintang.
Ambil contoh kisah-kisah tentang Pleiades, yang telah ada dalam mitos dan cerita rakyat setidaknya sejak 50.000 tahun yang lalu.
Beberapa penggemar teori kunjungan alien dan fiksi ilmiah mengaitkan gugus bintang Pleiades dengan peradaban luar angkasa canggih dan seringkali menggambarkan makhluk luar angkasa yang berasal dari sana. Beberapa orang bahkan mengklaim diri mereka sebagai "Pleiadean," mengaku memiliki hubungan langsung dengan bintang-bintang ini, meskipun klaim tersebut biasanya tidak didukung oleh bukti ilmiah.
Tidak mengherankan jika para "Pleiadean" ini pun kemudian digambarkan bukan seperti masyarakat adat seperti Lakota atau Ojibwe, melainkan dengan ciri-ciri fisik yang sering diasosiasikan dengan stereotip Nordik-berambut pirang, bermata biru, dan berkebangsaan Nordik.
Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap kunjungan alien telah berkembang dari sekadar spekulasi menjadi isu yang memiliki dampak nyata dan merugikan, dengan memengaruhi cara pandang terhadap budaya dan sejarah.
Tony Milligan, Research Fellow in the Philosophy of Ethics, King's College London
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 3 Kejati NTB Tangkap Mantan Pejabat Bank Syariah di Semarang
- 4 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 5 Pemerintah Diminta Optimalkan Koperasi untuk Layani Pembiayaan Usaha ke Masyarkat
Berita Terkini
- Denny JA Rumuskan 6 Prinsip Emas Spiritualitas di Era AI
- Warga Diminta Waspada, Gunung Ibu di Halmahera Barat Sudah Dua Kali Erupsi
- Meningkat, KCIC Sebut 100 Ribu Tiket Whoosh Terjual Untuk Momen Natal dan Tahun Baru
- Terus Meluas, Otoritas Victoria Keluarkan Perintah Evakuasi Akibat Kebakaran Semak
- Wamenhub Minta KCIC Siapkan Pengoperasian Stasiun Kereta Cepat Karawang