Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 24 Agu 2024, 06:25 WIB

Sumalu, Gumuk Pasir di Pegunungan

Foto: TOSA Toraja One Stop Adventure

Fenomena gumuk pasir bukan monopoli Gumuk Pasir Parangkusumo di Yogyakarta. Di Toraja, tepatnya di Desa Rantebua Sumalu, Kecamatan Rantebua, Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, juga terdapat fenomena serupa dengan nama Gumuk Pasir Sumalu.

Gumuk Pasir Sumalu secara berlebihan sering disandingkan dengan Painted Hills di Oregon Amerika Serikat, atau Rainbow Mountain di Peru. Namun demikian fenomena ini cukup unik karena ternyata bukit pasir juga bisa terbentuk di wilayah pegunungan, tidak hanya di pantai seperti Gumuk Pasir Parangkusumo.

Secara geologi, gumuk pasir terbentuk karena adanya proses geomorfologi suatu wilayah di permukaan tanahnya. Hal ini dipengaruhi oleh tenaga-tenaga tertentu yang dapat menghasilkan kenampakan geomorfologi yang bervariasi.

Menurut Sunarto dalam Naskah Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada pada 2 April 2014, gumuk pasir (sand dunes) secara geomorfologis diartikan sebagai gundukan material pasir yang terangkut oleh angin. Setelah itu terendapkan ketika kekuatan tiupan angin berkurang atau akibat terhalang oleh adanya rintangan yang umumnya berupa vegetasi tanaman.

Endapan gumuk pasir akan berasosiasi dengan daerah pegunungan yang relatif seperti bukit-bukit, deflasi pasir merupakan suatu proses geomorfologi utama di daerah gumuk pasir yang memiliki angin yang bertiup dengan kuat yang disebut deflasi.

Deflasi yaitu gerakan debu atau pasir dari aktivitas angin. Pada proses ini pasir pada berbagai tipe gumuk pasir berbeda tergantung pada faktor-faktor yang menyertainya yaitu kecepatan dan arah angin, cuaca ekstrem dan curah hujan, kerapatan vegetasi dan pasokan material pasir.

Gumuk Pasir Sumalu terjadi oleh proses yang sama. Fenomena ini ditemukan atau mulai dikenal mulai tahun 2016 yang kemudian menjadi objek wisata yang sejauh ini gratis bagai siapa saja yang datang. Gumuk ini berupa gundukan pasir yang memiliki alur asimetris yang menyirip ke segala arah tidak beraturan menciptakan gundukan dengan bentuk yang unik.

Jika Gumuk Pasir Parangkusumo cenderung memiliki lanskap yang landai, Gumuk Pasir Sumalu lebih berbukit-bukit, berliuk-liuk dan permukaannya sangat padat seperti disemen. Namun prosesnya pembentukannya masih sama yaitu terbentuk akibat embusan angin yang membawa butiran-butiran pasir hingga membentuk formasi bukit.

Arah angin yang tidak beraturan kemudian membentuk gumukan yang tidak simetris yang malah menghasilkan bentuk gunung dengan liuk-liukan yang menawan. Inilah yang keindahan yang ditawarkan dari Gumuk Pasir Sumalu sehingga banyak orang datang untuk melihat.

Gumuk Pasir Sumalu ini memiliki dua lokasi yang berbeda. Gumuk pasir yang pertama berada di depan Gereja Toraja Jemaat To' Sapang, Desa Rantebua Sanggalangi, Kecamatan Rantebua. Gumuk pasir ini mulai diketahui banyak orang sekitar Desember 2016.

Setahun kemudian, gumuk pasir lain yang lebih besar dan indah ditemukan dan mulai diketahui banyak orang. Lokasinya berada di utara gumuk pasir pertama dengan jarak kurang lebih dua kilometer dari lokasi pertama.

Dari Rantepao, pusat kota Kabupaten Toraja Utara, jaraknya sejauh 27,5 kilometer melewati jalan Jalan Poros Buntao - Rantebua dengan waktu perjalanan selama 52 menit. Setelah sampai di lokasi wisatawan perlu berjalan kaki sejauh 500 meter untuk mencapai lokasi. Sepanjang perjalanan melewati jalan setapak wisatawan ditemani hamparan perbukitan dan perkampungan penduduk asli sebelum sampai ke lokasi wisata eksotis ini.

Perjalanan yang panjang dari Rantepao terbayar tuntas dengan pemandangan bukit pasir yang apik. Sesampainya di sana bisa memanfaatkan waktu untuk melihat lanskap Gumuk Pasir Sumalu yang mempesona sembari foto-foto.

Cara mendapat angle foto terbaik di Gumuk Pasir Sumalu adalah dengan berdiri di gundukan gumuk pasir yang paling tinggi. Dari ketinggian dapat memotret pemandangan sekeliling secara lebih utuh, dan merenungkan proses terjadinya gumuk yang unik di tengah kawasan yang hijau.

Dari atas puncak pengunjung dapat melihat matahari terbit maupun tenggelam yang menampilkan pesonanya yang begitu indah. Tapi tentu saja, untuk dapat menikmati matahari terbit harus bangun pagi-pagi.

Agar tetap nyaman, jangan lupa memakai pakaian tebal atau jaket karena udara pagi hari ditempat ini lumayan dingin. Seperti diketahui Tana Toraja memiliki ketinggian antara 125 hingga 3.075 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tidak aneh jika udaranya sejuk pada siang hari dan dingin pada malam dan dini hari. hay/I-1

Redaktur: Ilham Sudrajat

Penulis: Haryo Brono

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.