Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Studio Foto Mini Itu Belum Sempat Digunakan Bayu

Foto : koran jakarta /selocahyo basuki

Persemayaman Bayu - Monic Dewi Andini (dua dari kiri), istri korban aksi bom Surabaya, Aloysius Bayu Rendra Wardhana, bersama kerabat, di ruang studio foto mini yang menjadi persemayaman, di Jalan Gubeng Kertajaya I Raya, Nomor 15A, Surabaya, Selasa (22/5).

A   A   A   Pengaturan Font

Tim DVI RS Bhayangkara Polda Jawa Timur menyerahkan jenazah terakhir korban aksi bom Surabaya, Aloysius Bayu Rendra Wardhana, pada pihak keluarga, Selasa (22/5). Penyerahan itu diwarnai isak tangis keluarga dan kerabat yang hadir.

Selanjutnya, jenazah disemayamkan di rumah duka, Jalan Gubeng Kertajaya I Raya, Nomor 15A.

Sejak dari ujung gang rumah Bayu, puluhan karangan bunga berjajar di sisi kiri dan kanan, berdesakan dengan kursi-kursi pelayat yang siang itu sebagian masih tampak kosong.

Tetangga dan handai tolan tampak hilir mudik membantu keluarga Siswanto (ayah Bayu) yang tengah berduka.

"Mohon maaf Mas, keluarga belum berkenan diwawancara," kata salah satu teman gereja Bayu, Tommy Njedong. Tommy menjelaskan, semasa hidup, Bayu sering mengungkapkan hasratnya untuk bisa berkorban pada gereja.

Dia sempat bilang ke Ayahnya, ingin sekali berbuat sesuatu seperti Yesus yang berkorban. "Kini pertanyaan itu sudah terjawab, Bayu sudah membuktikan telah mengorbankan dirinya dengan menghalangi pembawa bom," ujarnya.

Beruntung bagi Koran Jakarta, sempat berbincang sebentar dengan Ibunda Bayu, Fransisca Ida, dan istrinya, Monic Dewi Andini.

Fransisca, yang dikenal tetangga dengan panggilan Bu Sis itu, membenarkan bahwa putra sulungnya itu memang bercita-cita kuat berkorban demi sesama.

"Sekarang dia sudah membuktikan. Sebenarnya kami sangat sedih sekali, tapi seiring waktu berusaha menerima ini semua. Saya sangat bangga dengan anak saya, mau merelakan keselamatan dirinya demi orang lain, demi gereja," ungkapnya.

Monic sang istri, nampak setia selalu berada di samping peti jenazah. Peti kayu berwarna putih itu diletakkan di sebuah ruangan yang tertata sangat apik. Dua buah kursi bercorak "Union Jack" merah biru (bendera Inggris), diletakkan di sisi kanan ruangan.

Ternyata, ruangan bernuansa putih dan cokelat kayu itu adalah studio foto mini yang belum sempat digunakan almarhum, yang juga berprofesi sebagai fotografer.

"Tragedi ini menjadi spirit baru bagi saya dan keluarga untuk terus berjuang meneruskan apa yang sudah dilakukan almarhum," ujar Monic.

Menurutnya, meski kehilangan sosok suami yang penyayang dan bertanggung jawab, sejak awal pihak keluarga sudah memaafkan pelaku dan tidak menyimpan dendam sedikit pun.

"Kami sudah menerima keadaan, mungkin mereka tidak paham mengapa begitu. Kita doakan kepada pelaku dan seluruh korban supaya mendapat tempat yang layak di sisi Tuhan," ujarnya.

Dia menambahkan, dia dan keluarga merasa bangga Bayu telah menjadi martir yang telah menyelamatkan banyak nyawa dari peristiwa itu.

"Itu bentuk pelayanan Bayu yang terakhir, kami bangga. Kalau Aaron dan Alyssia besar nanti akan saya jelaskan pengorbanan ayahnya, apa yang sudah dilakukan," ujarnya.

Sementara itu, Tommy yang mengenal Bayu sejak 1997, saat mereka masih aktif di Mudika (Pemuda Pemudi Katolik), mengatakan Bayu memang persis seperti yang digambarkan banyak orang, terutama ayahnya Siswanto, selama ini.

"Sejak kecil (SD) sudah punya niat melayani gereja. Lulus SMA makin aktif ikut paduan suara, kordinator keamanan dan parkir. Orangnya ringan tangan, sering membantu jemaat mengeluarkan sepeda motor, dan lain-lain.

Dia care ke semua orang. Kalau ada jemaat usia lanjut turun dari kendaraan, sigap memapahnya. Bisa dikatakan waktunya lebih banyak habis di gereja daripada keluarga," tuturnya. selocahyo/P-4


Redaktur : Khairil Huda

Komentar

Komentar
()

Top