Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Studi Ungkap Sering Begadang Tingkatkan Risiko Diabetes

Foto : Istimewa

Ilustrasi

A   A   A   Pengaturan Font

Begadang mungkin memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan. Sebuah studi terbaru menemukan bahwa orang yang tidur larut malam dan bangun kesiangan memiliki risiko lebih tinggi terkena diabetes dibandingkan orang yang memiliki jam tidur normal dan bangun lebih awal.

Dalam analisis yang melibatkan lebih dari 63 ribu subjek yang diterbitkan pada 12 September di Annals of Internal Medicine, "orang malam" memiliki risiko diabetes 72 persen lebih besar. Terutama mereka yang lebih cenderung minum alkohol dalam jumlah yang lebih tinggi, memiliki pola makan berkualitas rendah, kurang tidur, dan menjadi perokok aktif. Selain itu, berat badan, BMI, dan tingkat aktivitas fisik mereka cenderung berada dalam kisaran yang tidak sehat.

"Secara keseluruhan, burung hantu malam 54 persen lebih mungkin memiliki gaya hidup yang tidak sehat dibandingkan dengan burung-burung yang bangun lebih awal," kata penulis utama studi ini, Sina Kianersi, PhD, seorang peneliti pascadoktoral di Rumah Sakit Brigham and Women's Hospital dan Harvard Medical School di Boston, dikutip dari Everyday Health, Selasa (19/9).

"Namun, setelah kami memperhitungkan faktor kesehatan seperti berat badan, aktivitas fisik, dan pola makan, risiko diabetes mereka turun dari 72 persen menjadi 19 persen. Ini berarti bahwa sebagian besar peningkatan risiko disebabkan oleh kebiasaan mereka yang tidak sehat," tambahnya.

Kianersi menjelaskan, risiko diabetes 19 persen lebih besar karena kebiasaan tidak sehat masih signifikan. Menurutnya, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor lain, seperti pola tidur itu sendiri dan pengaruhnya terhadap metabolisme dan hormon, dapat berkontribusi terhadap risiko diabetes.

Sementara, bagi Sun Kim, MD, seorang ahli endokrinologi dan profesor kedokteran di Stanford Medicine di California, temuan ini mendukung penelitian sebelumnya yang menunjukkan hubungan antara tidur itu sendiri dan hasil kesehatan.

"Durasi tidur yang pendek dan/atau kurang tidur (misalnya) telah dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes," ujar Kim, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

"Meskipun mekanismenya masih diselidiki, tidur yang singkat dapat meningkatkan hormon untuk nafsu makan dan stres serta meningkatkan peradangan, yang dapat menyebabkan resistensi insulin, sebuah mekanisme yang diketahui dapat memperburuk kontrol glukosa," lanjutnya.

Kianersi menambahkan bahwa timnya bermaksud untuk mengeksplorasi bagaimana genetika dapat membantu menjelaskan risiko yang lebih tinggi ini.

"Penemuan terbaru sebenarnya menunjukkan bahwa ada lebih dari 350 penanda genetik atau tanda-tanda genetik dalam DNA kita yang dapat membuat kita menjadi burung hantu malam atau burung yang bangun lebih awal. Kami benar-benar ingin memahami mekanisme apa yang meningkatkan risiko di antara burung hantu malam bahkan setelah memperhitungkan kebiasaan mereka yang tidak sehat," tuturnya.

Untuk penelitian ini, para ilmuwan berusaha memahami bagaimana preferensi tidur dapat memengaruhi risiko diabetes. Setiap orang memiliki kecenderungan alami untuk memilih waktu tidur yang disebut "kronotipe". Kronotipe Anda mungkin lebih awal tidur, lebih awal bangun; lebih lambat tidur, lebih lambat bangun; atau di antara keduanya.

Kronotipe dipengaruhi oleh genetika dan digerakkan oleh ritme sirkadian, proses alami tubuh yang dipandu oleh terang dan gelap selama periode 24 jam.

Kianersi dan timnya mengamati data dari 63.676 perawat wanita berusia antara 45 hingga 62 tahun yang melaporkan sendiri kronotipe dan faktor kesehatan mereka, termasuk kualitas diet, berat badan dan indeks massa tubuh, waktu tidur, perilaku merokok, penggunaan alkohol, aktivitas fisik, dan riwayat diabetes dalam keluarga. Para peserta, yang diikuti selama delapan tahun, tidak memiliki riwayat kanker, penyakit kardiovaskular, atau diabetes pada saat penelitian dimulai pada tahun 2009.

Lebih dari 1 dari 10 peserta melaporkan memiliki kronotipe "malam hari", dan sekitar 35 persen melaporkan memiliki kronotipe "pagi hari". Populasi yang tersisa, sekitar setengahnya, diberi label sebagai "menengah," yang berarti mereka diidentifikasi sebagai bukan tipe pagi atau malam atau hanya sedikit lebih banyak dari yang lain.

Penulis studi mencatat bahwa di antara partisipan dengan gaya hidup paling sehat, hanya 6 persen yang memiliki kronotipe malam, sementara di antara mereka yang memiliki gaya hidup paling tidak sehat, 25 persennya memiliki kronotipe malam. Mereka juga menemukan hubungan antara kronotipe malam dan risiko diabetes hanya pada perawat yang bekerja shift siang dan bukan pada perawat yang bekerja shift malam.

Para penulis berteori bahwa hubungan ini mungkin disebabkan oleh jadwal kerja yang tidak sesuai dengan kronotipe seseorang. Maka, peningkatan risiko diabetes dapat dijelaskan oleh ketidaksesuaian antara kronotipe dan waktu kerja, bukan oleh kronotipe itu sendiri.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Rivaldi Dani Rahmadi

Komentar

Komentar
()

Top