Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pemerintah

Sistem PPDS Harus Dibenahi untuk Cegah Perundungan dan Pelecehan

Foto : ISTIMEWA

Heroe Waskito Ketua Umum Pergerakan Advokat - Jika mahasiswa yang berasal dari keluarga tidak mampu harus menghadapi kondisi seperti ini, bagaimana nasib mereka? Padahal banyak dari mereka yang sangat pintar dan memiliki potensi besar.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sistem pendidikan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Fakultas Kedokteran telah mengalami kerusakan yang parah. Kerusakan ini telah memungkinkan terjadinya berbagai praktik keji, seperti pemalakan, pemerasan, pelecehan seksual, dan perundungan terhadap para calon dokter spesialis.

"Sistem ini harus segera dibenahi dan diperbaiki agar kejadian-kejadian yang merusak nama baik profesi kedokteran tidak terus berlanjut dan terutama nasib orang miskin yang membutuhkan pengobatan menjadi perhatian utama Negara," kata Ketua Umum Pergerakan Advokat, Heroe Waskito, kepada Koran Jakarta, Selasa (3/9).

Heroe mengungkapkan praktik pemalakan yang terjadi di kalangan mahasiswa PPDS bukanlah hal baru. Sejumlah mahasiswa dipaksa membayar uang dalam jumlah besar, bahkan mencapai 40 juta rupiah, untuk mendapatkan hak mereka seperti kelulusan. "Kemenkes sudah melansir bukti percakapan yang menunjukkan adanya pemalakan. Jika mahasiswa tidak mampu membayar nasib paling tragis ya seperti Aulia ini, bunuh diri. Berapa banyak yang tidak berani speak up?" ungkap Heroe.

Aulia Risma Lestari adalah mahasiswi PPDS Fakultas Kedokteran (FK) Undip Semarang yang meninggal dunia diduga berkaitan dengan perundungan. Ia diduga tertekan akibat pemalakan oleh seniornya. Merujuk pada pemberitaan luas di media massa dalam setahun terakhir, menurut Heroe, masalah ini tidak hanya terjadi di satu atau dua universitas, tetapi sudah meluas ke berbagai kampus di banyak kota di Indonesia. "Ini adalah masalah sistemik yang sudah berlangsung lama.

Jika mahasiswa yang berasal dari keluarga tidak mampu harus menghadapi kondisi seperti ini, bagaimana nasib mereka? Padahal banyak dari mereka yang sangat pintar dan memiliki potensi besar," lanjutnya. Lebih lanjut, Heroe menyoroti sistem pendidikan kedokteran yang rusak ini tidak hanya berdampak pada mahasiswa, tetapi juga pada citra kedokteran di Indonesia secara keseluruhan dan terutama rakyat kecil yang mengakses pengobatan melalui BPJS.

"Banyak pasien kaya yang kini memilih untuk berobat ke luar negeri, seperti Singapura dan Malaysia, karena mereka kehilangan kepercayaan terhadap dokter di Indonesia. Jika sesama dokter saja bisa bersikap kejam terhadap rekan mereka, bagaimana dengan pasien, terutama yang miskin? Ini merembes ke masalah layanan BPJS bagi rakyat kecil karena kualitas dokternya saja seperti itu," kata Heroe. Heroe menambahkan, sumpah dokter yang seharusnya menjadi pedoman moral dalam profesi ini tampaknya hanya menjadi formalitas belaka.

"Ketika dokter senior menyalahgunakan kekuasaan mereka, dampaknya sangat besar. Tidak cukup hanya menghukum pelaku. Kita harus memperbaiki sistem yang memungkinkan terjadinya pemalakan, pemerasan, dan perundungan ini," ujarnya. Pergerakan Advokat berkomitmen terus mengawal kasus ini hingga ada perbaikan nyata dalam sistem pendidikan PPDS Fakultas Kedokteran. "Kami akan memastikan reformasi sistem ini segera dimulai dan dilaksanakan dengan konsisten.

Perbaikan ini harus menjadi prioritas agar tidak ada lagi mahasiswa yang menjadi korban sistem yang rusak dan terutama nasib rakyat miskin," pungkas Heroe. Sementara itu, Komite Medik RSUD Dr Soetomo, Surabaya, sekaligus Guru Besar Ilmu Bedah Saraf dari Fakultas Kedokteran Unair, Joni Wahyuhadi, mengatakan fenomena perundungan terhadap peserta PPDS, bisa terjadi karena kedudukan formal para peserta sebagai mahasiswa membuka peluang terhadap praktik itu.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top