Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Festival Perahu Naga

Simbol Kedamaian, Kerukunan, dan Kemakmuran Bersama

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Bantul, dan Persatuan Olahraga Dayung Seluruh Indonesia (PODSI), Komunitas Jogjakarta Chinese Art and Culture Centre (JCACC), dan Pokdarwis Depok menggelar Festival Perahu Naga (FPN).

Even FPN merupakan peringatan hari besar peh cun digelar selama dua hari, dari 22-23 Juni 2019, berlokasi di Laguna Depok, yang terletak di sebelah barat Pantai Parangtritis, Bantul, Yogyakarta.

Di FPN ini diikuti 25 peserta yang berpartisipasi dalam lomba perahu naga. Peserta datang dari berbagai daerah di Pulau Jawa dan Kalimantan, di antaranya dari Balikpapan, Blora, Pati, Cilacap, Karanganyar, Purworejo , Batang , Banyumas, dan Yogyakarta.

Perahu Naga aslinya terbuat dari kayu, namun sesuai perkembangan zaman akhirnya perahu naga modern dibuat dari fiberglass. Perahu naga biasanya terdiri dari 2 ukuran, 9 meter dan 12 meter. Ukuran perahu naga untuk 10 pedayung, 1 orang drummer, dan 1 orang 'tekong' atau pengendali kemudi adalah 9 meter. Adapun untuk 20 pedayung, 1 orang drummer, dan 1 orang 'tekong' yakni 12 meter.

Penabuh drum terletak di depan untuk mengatur ritme dan strategi mendayung serta tekong yaitu sebagai pengatur arah perahu di belakang.

FPN ini digelar untuk memeriahkan tradisi masyarakat Tionghoa, yaitu perayaan Peh Cun. Peh Cun adalah upacara perayaan untuk memperingati jasa baik Menteri Qu Yuan dari Dinasti Chou (339 SM-277 SM). Qu Yuan adalah menteri yang baik dan selalu memberikan ide-ide cemerlang bagi kemajuan, kemakmuran, kejujuran, dan keadilan negeri Chou. Tetapi banyak menteri lain yang iri dengan kemampuan Qu.

Menteri-menteri lain itu memfitnahnya. Akibatnya ia diusir raja yang termakan fitnah dan hasutan. Suatu ketika raja sadar akan segala kebaikan dan keunggulan Qu Yuan, lalu ia dipanggil kembali oleh raja untuk bekerja lagi bagi Kerajaan Chou. Namun ia diusir kembali. Akhirnya Qu Yuan putus asa dan bunuh diri dengan menceburkan dirinya ke Sungai Mi Luo pada 5 bulan 5 dalam sistem kalender Imlek.

Rakyat yang sangat menyayanginya mencari jenazahnya dengan menggunakan perahu. Agar jenazah Qu Yuan tidak dimakan ikan dan naga, maka rakyat menyebarkan aneka makanan, terutama nasi ke dalam Sungai Mi Luo. Agar nasi tersebut tidak begitu saja habis dimakan ikan dan naga, maka nasi-nasi tersebut dibungkus dengan daun bambu. Berawal dari hal itulah kemudian kue bakcang diciptakan. Berawal dari perahu-perahu yang hilir mudik di Sungai Mi Luo itulah festival perahu naga kemudian diadakan.

Pada intinya upacara Peh Cun dimaksudkan untuk mengenang segala kebaikan hati, kejujuran, dan keadilan dari Menteri Qu Yuen agar dapat diteladani. Selain itu upacara ini juga dimaksudkan untuk memohon kedamaian, kerukunan, kemakmuran bersama.

FPN selain dimeriahkan dengan lomba Perahu Naga juga dimeriahkan dengan acara lainnya , yaitu lomba perahu hias nelayan pantai Depok, musik dan tari tradisional serta pertunjukan Barongsai dan Liong. pur/R-1

Festival Peh Cun di Kota Tangerang

Sementara itu, pada kesempatan berbeda, masyarakat keturunan Tionghoa menggelar Festival Peh Cun (FPC) di Sungai Cisadane, Jalan Kalipasir, Kota Tangerang, pekan lalu. Perlombaan perahu naga pun menyemarakkan perayaan tertua di Kota Tangerang ini.

Berdasarkan catatan sejarah, perayaan rutin yang digelar perkumpulan Boen Tek Bio ini, sudah ada sejak 1910 dan selalu diisi dengan berbagai ritual yang dibalut tradisi unik.

Ketua Badan Pengurus Perkumpulan Keagamaan dan Sosial Boen Tek Bio, Tan Lie, mengatakan, festival ini dirayakan setiap tahunnya pada 5 bulan 5 penanggalan Imlek.

Menurutnya, pada 7 Juni, warga Tionghoa melaksanakan ritual sembahyang Twan Yang untuk menyambut peristiwa alam semesta.

Dalam tradisi itu, kata Tan, warga keturunan Tionghoa di Kota Tangerang melakukan ritual dengan mendirikan telur tegak lurus.

"Jadi festival ini merupakan kelanjutan dari acara kemarin di mana tiap tahun kita kerjakan dengan baik bersama Pemkot Tangerang dalam perlombaan perahu naga," ujarnya.

FPC 2019 ini selain diramaikan dengan perlombaan Peh Cun atau lomba dayung perahu naga, ada juga lomba ulek sambal dan bazar.

Sementara itu, Ketua Panitia FPC 2019, Edy Kurniawan mengatakan, festival yang digelar untuk membangkitkan kebudayaan dan sejarah Tiongkok ini tak hanya dirasakan warga keturunan saja, tapi juga bagi seluruh warga Kota Tangerang dari berbagai golongan.

Edy berharap, festival ini bisa digelar setiap tahunnya sehingga dapat membangkitkan kebudayaan dan sejarah Tiongkok.

"Saya mengharapkan kedepan bisa terus bersinergi dengan Pemkot Tangerang supaya ini bisa ditingkatkan menjadi hiburan masyarakat," imbuhnya.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Tangerang, Sachrudin, yang turut membuka acara tersebut menuturkan, FPC yang masuk agenda even wisata tahunan Kota Tangerang, harus dijaga keberlangsungannya karena menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan.

"Antusias masyarakat cukup bagus, ini harus dijaga karena sudah menjadi agenda even tahunan. Untuk itu saya sampaikan apresiasi kepada panitia penyelenggara," tutur Sachrudin.

Kedepannya, tambahnya, Pemkot Tangerang akan terus menyajikan even yang lebih meriah dan menarik sehingga masyarakat lebih mengenal berbagai tradisi dan budaya yang ada di Kota Tangerang.

"Kerjasama dan perencanaan persiapan even seperti ini harus lebih baik lagi, kita beri dukungan melalui Disbudpar, komunitas, juga organisasi-organisasi masyarakat," ucapnya. n pur/R-1

Sekelumit Sejarah

Duanwu Jie (Hanzi) atau yang dikenal dengan sebutan FPC di kalangan Tionghoa-Indonesia adalah salah satu festival penting dalam kebudayaan dan sejarah Tiongkok.

Peh Cun ("mendayung perahu") berasal dari Bahasa Hokkian yang dipendekkan dari Pe Leng Cun / Pe Liong Cun (Romanisasi: pê-lêng-chûn / pê-liông-chûn), bermakna "mendayung perahu naga". Walaupun perlombaan perahu naga bukan lagi praktik umum di kalangan Tionghoa-Indonesia, tetapi istilah Peh Cun tetap digunakan untuk menyebut festival ini.

Dalam masyarakat Hakka, perayaan Duanwu biasa disebut Tôn-yòng dan festival mendayung perahu naga dinamakan phà liùng sòn.

Festival yang dirayakan setiap tahunnya ini telah berumur lebih 2300 tahun dihitung dari masa Dinasti Zhou. Perayaan festival ini yang biasa kita ketahui adalah makan bakcang (Hanzi, hanyu pinyin: ròuzòng) dan perlombaan dayung perahu naga. Karena dirayakan secara luas di seluruh Tiongkok, maka dalam bentuk kegiatan dalam perayaannya juga berbeda di satu daerah dengan daerah lainnya. Namun persamaannya masih lebih besar daripada perbedaannya dalam perayaan tersebut. pur/R-1

Komentar

Komentar
()

Top