Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Setelah "Aero Summit"

Foto : koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

Oleh Dadang Furqon Erawan

Dari sisi Air Traffic Passengers, pada tahun 2033 Indonesia akan menjadi 10 besar negara dengan pengadaan pesawat komersil terbanyak dunia. Dari aspek life cycle product of aircraft waktu 15 tahun (menuju 2033) relatif pendek. Momentum emas ini jangan dibiarkan berlalu begitu saja. Ini harus diantisipasi dengan mengoptimalkan peran kluster industri dirgantara nasional agar tumbuh signifikan dalam ekosistem ideal.

Pengadaan pesawat terbang di Indonesia mestinya bisa menumbuhkan seoptimal mungkin kluster industri dirgantara, memperbaiki devisa Negara, serta menciptakan lapangan kerja. Sayangnya, hingga kini masih terjadi ego sektoral dalam dunia kedirgantaraan. Hal itu terlihat tiap-tiap stakeholder memiliki roadmap masing-masing. Kondisi tersebut perlu diatasi dengan mewujudkan sinergi antar-stakeholder untuk merancang visi besar dan strategi nasional menuju kemajuan industri dirgantara yang berdaya saing tinggi secara lokal, regional, dan global.

Untuk mewujudkan sinergitas dan ekosistem ideal diselenggarakan Aero Summit pertama di Jakarta pada 25-26 September 2018. Aero Summit merupakan upaya pemangku kepentingan dunia kedirgantaraan untuk tetap eksis. Mereka dari penerbangan sampai antariksa, dari hulu sampai hilir, untuk menjawab tantangan terkini terkait posisi Indonesia di kancah global.

Tema summit "Streamlining the Synergy in Aerospace Industry" ini dilandasi dengan filosofi panta rei. Artinya, semua pemangku kepentingan dari skala kecil hingga besar, terus mengalir mengatasi hambatan dan menyesuaikan dengan era zaman. Ini khususnya menghadapi era Industri 4.0.

Transportasi udara faktor sangat penting dalam perekonomian bangsa-bangsa dunia. Menurut proyeksi International Air Transport Association, ada lima negara yang menjadi pasar penerbangan terbesar dunia. Mereka adalah Tiongkok, Amerika Serikat, India, Indonesia, dan Turki.

Pasar penerbangan berkembang pesat didorong tingginya pertumbuhan kelas menengah. Tren menunjukkan, pada 2036 Indonesia bakal menjadi pasar penerbangan terbesar keempat dunia dengan total penumpang pesawat 355 juta. Pasar penerbangan Tiongkok menempati peringkat pertama dan mengalahkan Amerika Serikat. Jumlah penumpang pesawat Tiongkok pada 2036 mencapai 1,5 miliar. Sedangkan AS berada di posisi kedua dengan jumlah 1,1 miliar. Sementara itu, India berada di posisi ketiga dengan total penumpang pesawat mencapai 478 juta. Di posisi kelima Turki yang bakal mencapai 196 juta.

Dengan kondisi pasar tersebut, Boeing memproyesikan penerbangan sipil dalam dekade mendatang membutuhkan setidaknya 38.000 pesawat untuk berbagai kelas. Perkembangan transportasi udara yang sangat pesat disertai pertumbuhan industri turunan, jasa, serta menyerap banyak tenaga.

Sangat disayangkan, Indonesia belum optimal dalam menangkap peluang industri dan jasa penerbangan dengan bermacam turunannya. Karena ekosistem industri negeri ini belum terbentuk dengan baik. Posisi Indonesia dalam meraup devisa dari sektor aerospace industry dan jasa turunannya masih kalah dari tetangga seperti Singapura, Thailand, dan Malaysia.

Ekosistem

Segenap pemangku kepentingan "Aero Summit 2018" merekomendasikan terobosan untuk mewujudkan ekosistem aerospace industry lewat berbagai kebijakan dan insentif. Perlu juga membantu industri terkait meraih sertifikasi. Industri penerbangan yang padat regulasi dan teknologi membutuhkan SDM ahli. Pemerintah diharapkan memberi insentif dan bantuan pengembangsan SDM.

Aero Summit pertama ini diharapkan menjadi agenda tahunan guna memberi solusi tantangan pengembangan bisnis dan teknologi industri penerbangan dan antariksa. Perlu penguatan peran peserta summit yang terdiri dari asosiasi usaha yang bergerak di bidang aerospace industry, di antaranya Indonesia Aeronautical Engineering Center (IAEC), Indonesia Aircraft Component Manufacturer Association (INACOM), Indonesia Aircraft Maintenance Service Association (IAMSA), PT Dirgantara Indonesia (PT DI), GMF AeroAsia.

Perlu bekerja sama dengan lembaga riset Lapan, BPPT, dan perguruan tinggi untuk merumuskan visi besar dan peta jalan terbaru bagi industri terkait. Semuanya bersinergi membentuk ekosistem ideal mengembangkan produk, volume usaha, serta merebut pasar. Aero Summit merekomendasikan kepada Presiden Joko Widodo untuk mencukupi kebutuhan dana sertifikasi N219 dan fase produksi massal pesawat N219 pada 2019 agar mampu menghidupkan industri pemasok dalam negeri, sehingga ekosistem industri tercerahkan.

Untuk menghadapi situasi perdagangan dunia yang sangat dinamis perlu kebijakan offset untuk mendorong perusahaan lokal dan start-up nations industri dirgantara agar tumbuh bersama. Juga bisa meraih kesempatan dalam global partnership program teknologi dan industri penerbangan.

Pemerintah perlu memberi insentif untuk kluster industri dirgantara secara ekonomi seperti fiscal atau mekanisme offset. Saatnya, menekankan kepada semua pihak dalam belanja ke luar negeri maupun pembangunan berbagai macam infrastruktur mengedepankan offset, terutama dengan anggaran besar. Contoh, pembelian pesawat terbang untuk penerbangan sipil maupun militer.

Event "Aero Summit" kali ini istimewa karena selaras dengan kebijakan nasional dicanangkan Presiden Joko Widodo dengan tajuk "Making Indonesia 4.0." Era tersebut menjadi momentum industri dirgantara bersinergi mewujudkan ekosistem industri dalam menjalankan program. Pembangunan infrastruktur massif ke seluruh negeri, terkait transportasi udara, menuntut seoptimal mungkin peran serta pelaku bisnis dan konsultan aerospace industry. Sayangnya, belum ada kepastian dukungan kontrak jangka panjang dengan order besar.

Dukungan pemerintah selama ini belum optimal baik pendanaan jangka panjang maupun pemberdayaan industri turunannya. Selain itu, pembiayaan R&D masih tersendat. Padahal, pada fase pengembangan dibutuhkan investment fund pemerintah (equity financing/PMN) untuk produk baru maupun pengembangan melalui anggaran.

Dalam penguasaan teknologi penerbangan, pemerintah melalui Bappenas dan Lapan menggulirkan tiga program pesawat terbang nasional: N219, N219 Amphibi, dan N245. Program ini momentum untuk membentuk ekosistem supply chain component yang mengedepankan industri lokal.

Saat ini, industri original equipment manufacturer pesawat terbang, didominasi negara-negara maju, seperti Boeing (AS), Airbus (Eropa), Bombardier (Kanada), Embraer (Brasil), ATR (Prancis) dan United Aircraft Corporation (Russia). Perlu didorong untuk melakukan strategic partnership. Ini kerja sama kemitraan strategis agar terwujud ekosistem ideal seluruh stakeholder kluster industri dirgantara nasional yang terdiri dari MRO, aero manufaktur, R&D, operator dan regulator.


Penulis Doktor Aerodynamic lulusan State University of Poitiers, Prancis

Komentar

Komentar
()

Top