Serangan Udara Junta Sasar Klinik di Rakhine
Serang Klinik | Klinik di Desa Wea Gyi Htaunt dekat Kota Kyauktaw di Negara Bagian Rakhine barat, Myanmar, mengalami kerusakan parah setelah junta melakukan serangan udara pada Rabu (15/5). Akibat serangan udara ini dilaporkan 20 orang mengalami luka.
BANGKOK - Serangan udara militer Myanmar terhadap sebuah klinik medis melukai sekitar 20 orang di Negara Bagian Rakhine barat, menurut kelompok etnis bersenjata, warga dan media lokal pada Rabu (15/5).
Bentrokan telah mengguncang Rakhine sejak Tentara Arakan (AA) menyerang pasukan keamanan pada November, mengakhiri gencatan senjata yang sebagian besar telah dilakukan sejak kudeta junta militer pada 2021.
Pejuang AA telah merebut sejumlah wilayah, termasuk di sepanjang perbatasan dengan India dan Bangladesh, sehingga menambah tekanan terhadap junta saat junta memerangi lawan-lawannya di wilayah lain di negara Asia tenggara tersebut.
"Saya mendengar suara jet tempur yang terbang sangat keras tadi malam. Kemudian saya mendengar ledakan sekitar tengah malam," kata seorang warga Desa Wea Gyi Htaunt, dekat Kota Kyauktaw, kepadaAFP.
"Segera setelah saya tahu itu adalah serangan udara, keluarga kami meninggalkan rumah dan bersembunyi di hutan," kata dia, yang meminta tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan. "Saya mendengar puluhan orang yang merupakan pasien rawat jalan, staf medis, dan penduduk desa setempat, terluka," imbuh warga desa itu.
Setidaknya 20 orang, termasuk pasien rawat jalan, perawat dan staf, terluka dalam serangan yang terjadi tak lama setelah tengah malam, kata AA melalui akunTelegrammereka. Lima di antara mereka terluka parah, dan klinik tersebut hampir seluruhnya hancur, imbuh mereka.
Media lokal juga melaporkan serangan itu dan mengatakan 15 orang terluka.
Warga tersebut mengatakan AA sebelumnya telah mengambil alih pengelolaan klinik yang terletak di dekat Wea Gyi Htaunt.
Militer telah berulang kali menembaki daerah tersebut dalam beberapa hari terakhir, tambah mereka.
Perjuangkan Otonomi
AA adalah salah satu dari beberapa kelompok etnis minoritas bersenjata di wilayah perbatasan Myanmar, banyak diantaranya telah berperang melawan militer sejak kemerdekaan dari Inggris pada 1948 demi otonomi dan kendali atas sumber daya yang menguntungkan.
AA mengaku memperjuangkan otonomi yang lebih besar bagi penduduk etnis Rakhine di negara bagian tersebut.
Pertempuran telah menyebar ke 15 dari 17 kota di Negara Bagian Rakhine sejak pecahnya kekerasan pada November, kata kepala hak asasi manusia PBB pada bulan April.
PBB mengatakan ratusan orang tewas atau terluka dan lebih dari 300.000 orang mengungsi.
Bentrokan antara AA dan militer pada tahun 2019 mengguncang wilayah tersebut dan menyebabkan sekitar 200.000 orang mengungsi.
Militer melancarkan tindakan keras terhadap minoritas Rohingya di sana pada tahun 2017, yang kini menjadi subjek kasus genosida PBB.AFP/I-1
Redaktur : Ilham Sudrajat
Komentar
()Muat lainnya