Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Rabu, 16 Agu 2017, 06:00 WIB

Selamatkan Rumah Kelahiran Soekarno

Kurang Terawat - Rumah kelahiran Bung Karno, di Jalan Peneleh gang Pandean IV Nomor 40, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya, Jawa Timur, baru-baru ini tampak kurang terawat.

Foto: Koran Jakarta / Selocahyo

Siapa yang tak mengenal Soekarno, Presiden RI Pertama yang memiliki segudang jasa untuk bangsa Indonesia. Putra dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai itu punya peran penting dalam membebaskan rakyat Indonesia dari penjajahan Belanda. Bersama Mohammad Hatta yang menjadi wakilnya memimpin negara, Soekarno memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang diperingati penuh khidmat hingga kini. Atas berbagai jasanya, pemerintah telah menganugerahkan gelar jasa pahlawan pada 7 November 2012.

Dengan julukan "Kota Pahlawan", Surabaya memiliki cukup banyak situs peninggalan masa lalu yang erat kaitannya dengan sejarah perjuangan mencapai kemerdekaan. Beberapa pahlawan dan tokoh nasional era kemerdekaan yang berasal maupun sempat menetap di Surabaya masih dapat dilihat bukti dan jejak kehidupannya melalui bangunan tempat tinggal, sebut saja Rumah HOS Tjokroaminoto, Rumah Wafat WR Soepratman, dan Rumah Lahir Soekarno. Namun, siapa yang menyangka, Soekarno ini lahir di sebuah rumah sederhana dalam gang sempit, tepatnya di Jalan Peneleh Gang Pandean IV Nomor 40, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng.

Kawasan yang letaknya tak jauh dari Jalan Tunjungan ini merupakan salah satu permukiman asli yang masih berdiri di Surabaya. Rumah-rumah kecil berhimpitan di dalam gang-gang sempit, yang sebagian besar tidak bisa dilalui kendaraan roda empat. Di sinilah pemilik julukan "Putra Sang Fajar" terlahir dengan Koesno Sosrodiharjo (nama Soekarno kala lahir) pada 6 Juni 1901. Sejarah bermula akhir tahun 1900, saat sang ayah Raden Soekemi Sosrodiharjo yang berprofesi sebagai guru di sekolah dasar pribumi di Singaraja, Bali, dipindahtugaskan mengajar ke Sekolah Rakyat Sulung di Surabaya. Soekemi memboyong istrinya, Ida Ayu Nyoman Rai yang tengah mengandung Soekarno.

Soekarno lahir di rumah yang sekarang didiami keluarga Siti Jamilah sejak tahun 1990. Untuk menjangkaunya, pengunjung harus masuk melewati gang yang agak sempit. Beberapa meter dari mulut gang, aura heroik perjuangan kemerdekaan mulai terasa dengan mural di dinding yang menggambarkan pertempuran kala itu. Sebuah gambar besar sosok Soekarno dengan seragam dan kopiah khasnya, disertai tulisan "Ini Rumahku!" Sekilas tampilan Rumah Kelahiran Bung Karno, tak berbeda dengan bangunan lain di kampung itu, cat tembok berwarna putih mulai kusam, senada dengan hijau kusen pintu dan jendela yang tampak pudar.

Hanya sebuah plakat dari kuningan di atas pintu masuk berlogo Tugu Pahlawan, Sura dan Boyo (logo Pemkot Surabaya), dengan tulisan: "Rumah Kelahiran Bung Karno" Jalan Pandean IV Nomor 40, rumah tempat kelahiran dan masa kanak-kanak Bung Karno (Presiden pertama RI), yang menandakan bangunan itu bukan rumah sembarangan. Sayangnya, pengunjung hanya bisa memandangi bangunan sarat nilai sejarah itu dari bagian luar. Bangunan dengan status Cagar Budaya itu sekarang dimiliki Siti Djamilah beserta keluarganya sejak 1990. "Rumah ini milik pribadi. Kalau mau ambil foto dari luar saja," ujar seorang kerabat pemilik rumah dari balik pintu, Machmud. Menurut Direktur Soekarno Institute, Peter A Rohi, bangunan yang dikenal dengan sebutan "Rumah Lahir Soekarno" itu sempat berpindah kepemilikan beberapa kali sebelum ditinggali Keluarga Jamilah saat ini. "Waktu itu mereka membeli dari pemilik sebelumnya. Rumah itu sudah beberapa kali pindah tangan.

Saat ini ditinggali empat orang, beberapa bagian seperti kusen pintu dan jendela masih asli, yang lainnya seperti keramik di dinding depan, genting atap, cat tembok sudah diperbarui," kata Peter, di Surabaya, beberapa waktu yang lalu. Peter menjelaskan pihaknya hanya ingin meluruskan soal sejarah tempat kelahiran Soekarno. Sejarah rumah tersebut dia dapatkan dari sejumlah literatur, di antaranya penelitian Nurinwa dari LIPI pada tahun 2002 dan Arsip Nasional.

"Seluruh arsip nasional tahun 1965 ke bawah mengatakan Soekarno lahir di Surabaya, bukan Blitar, ini perlu diketahui semua pihak. Rumah ini sendiri tidak terlalu lama ditinggali Soekarno dan orang tuanya, hanya dikontrak sekitar 2-3 tahun, lalu ia ikut orang tuanya yang pindah mengajar di Ploso Kandang, di daerah Jombang Jawa Timur," tutur dia. Secara terpisah, Direktur Utama Surabaya Herritage, Freddy H Istanto, mengatakan meski secara de facto semua pihak telah sepakat Soekarno lahir di rumah itu, namun masih dibutuhkan kajian lebih lanjut akan hal itu. "Kajian Pak Peter tentu bukan main-main karena mempertaruhkan nama proklamator.

Namun, selain kajian antropologi yang sudah dilakukan, semestinya pemerintah membentuk tim yang bertugas melakukan kajian akademik untuk menguatkan temuan itu," ujar dia. Freddy menambahkan pekerjaan rumah pemerintah tak hanya itu. Demi menjamin keberlangsungan Rumah Lahir Soekarno, perlu ada upaya serius dalam mengambil alih bangunan yang ditawarkan dengan nilai melebihi NJOP resmi itu. Hingga kini, pemerintah Kota Surabaya tidak dapat membelinya karena terbentur anggaran dan aturan. selocahyo/N-3

Redaktur: Marcellus Widiarto

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.