![](https://koran-jakarta.com/img/site-logo-white.png)
Sel Saraf Berhenti Makan untuk Atasi Obesitas Ditemukan
Foto: afp/ MONEY SHARMASel otak yang baru ditemukan menghitung setiap gigitan sebelum mengirimkan perintah untuk berhenti makan. Ilmuwan Columbia telah menemukan neuron khusus di otak tikus yang memerintahkan hewan tersebut untuk berhenti makan.
Foto: afp/ MONEY SHARMA
Meskipun banyak sirkuit makan di otak diketahui berperan dalam memantau asupan makanan, neuron di sirkuit tersebut tidak membuat keputusan akhir untuk berhenti makan. Sel saraf yang diidentifikasi oleh ilmuwan Columbia, elemen baru dari sirkuit ini, terletak di batang otak, bagian tertua dari otak vertebrata. Penemuan mereka dapat mengarah pada pengobatan baru untuk obesitas.
“Neuron ini tidak seperti neuron lain yang terlibat dalam mengatur rasa kenyang,” kata Alexander Nectow, seorang dokter-ilmuwan di Columbia University Vagelos College of Physicians and Surgeons, yang memimpin penelitian dengan Srikanta Chowdhury, seorang ilmuwan peneliti asosiasi di lab Nectow.
“Neuron lain di otak biasanya terbatas untuk merasakan makanan yang dimasukkan ke mulut kita, atau bagaimana makanan mengisi usus, atau nutrisi yang diperoleh dari makanan. Neuron yang kami temukan istimewa karena tampaknya mengintegrasikan semua informasi yang berbeda ini dan banyak lagi.”
Ditemukan di Batang Otak
Nectow mengatakan, keputusan untuk berhenti makan adalah fenomena yang sudah tidak asing lagi. Itu terjadi setiap kali duduk untuk makan. Pada titik tertentu saat makan, seseorang mulai merasa kenyang, lalu kita merasa lebih kenyang, lalu sampai pada titik di mana berpikir, oke, itu sudah cukup.
Bagaimana otak mengetahui kapan tubuh sudah cukup kenyangdan bagaimana otak bertindak berdasarkan informasi itu untuk berhenti makan? Peneliti lain sebelumnya telah melacak sel-sel pembuat keputusan ke batang otak, tetapi petunjuknya berakhir di sana.
Nectow dan Chowdhury menggunakan teknik sel tunggal baru yang memungkinkan untuk mengintip ke dalam suatu wilayah otak. Cara ini juga mampu membedakan berbagai jenis sel yang hingga kini sulit dibedakan satu sama lain.
“Teknik ini pembuatan profil molekuler yang diselesaikan secara spasial memungkinkan Anda melihat sel-sel di mana mereka berada di batang otak dan seperti apa komposisi molekulernya,” kata Nectow dikutip dari Science Daily.
Selama pembuatan profil di daerah batang otak yang dikenal untuk memproses sinyal kompleks, para peneliti menemukan sel-sel yang sebelumnya tidak dikenali yang memiliki karakteristik serupa dengan neuron lain yang terlibat dalam pengaturan nafsu makan. “Kami berkata, ‘Oh, ini menarik. Apa yang dilakukan neuron-neuron ini?’” kata Nectow.
Melacak Setiap Gigitan
Untuk melihat bagaimana neuron atau sel saraf memengaruhi makan, para peneliti merekayasa neuron sehingga mereka dapat dinyalakan dan dimatikan, oleh peneliti, dengan cahaya. Ketika neuron diaktifkan oleh cahaya, tikus makan makanan yang jauh lebih sedikit. Intensitas aktivasi menentukan seberapa cepat hewan berhenti makan.
Foto: AFP/Mauricio LIMA
“Menariknya, neuron-neuron ini tidak hanya memberi sinyal untuk berhenti segera; mereka membantu tikus memperlambat makan mereka secara bertahap,” kata Chowdhury.
Nectow dan Chowdhury juga melihat bagaimana sirkuit makan dan hormon lain memengaruhi neuron. Para peneliti menemukan bahwa neuron-neuron tersebut dibungkam oleh hormon yang meningkatkan nafsu makan dan diaktifkan oleh agonis GLP-1.
HLP-1 merupakan golongan obat yang sekarang populer untuk mengobati obesitas dan diabetes. Eksperimen-eksperimen ini menemukan bahwa masukan-masukan ini membantu neuron-neuron melacak setiap gigitan yang diambil tikus.
“Pada dasarnya neuron-neuron ini dapat mencium makanan, melihat makanan, merasakan makanan di mulut dan di usus, dan menafsirkan semua hormon usus yang dilepaskan sebagai respons terhadap makan,” kata Nectow. “Dan akhirnya, mereka memanfaatkan semua informasi ini untuk memutuskan kapan cukup sudah cukup,” tambahnya.
Meskipun neuron-neuron khusus tersebut ditemukan pada tikus, Nectow mengatakan lokasi mereka di batang otak, bagian otak yang pada dasarnya sama pada semua vertebrata, menunjukkan bahwa sangat mungkin manusia memiliki neuron yang sama.
“Kami pikir ini adalah titik masuk baru yang penting untuk memahami apa artinya kenyang, bagaimana hal itu terjadi, dan bagaimana hal itu dimanfaatkan untuk mengakhiri makan,” tambah Nectow. “Dan kami berharap bahwa hal itu dapat digunakan untuk terapi-terapi obesitas di kemudian hari,” lanjutnya. hay
Berita Trending
- 1 Pulau Tabuhan, Surga Mungil di Selat Bali
- 2 Leyton Orient Berharap Kejutkan City
- 3 Anggota Komisi IX DPR RI Pastikan Efisiensi Anggaran Tak Kurangi Layanan Kesehatan Warga
- 4 PPATK Koordinasi ke Aparat Penegak Hukum terkait Perputaran Uang Judi Online Rp28,48 Triliun Jadi Aset Kripto
- 5 Menteri Kebudayaan Fadli Zon Kunjungi Masjid Sultan Suriansyah Banjarmasin
Berita Terkini
-
BPJS Kesehatan Cabang Kediri Menjelaskan 144 Diagnosis Penyakit yang Ditangani FKTP
-
Sebelum Ditunjuk Jadi Dirut Bulog, Novi Helmy Dapat Kenaikan Jabatan
-
BBM Subsidi Era Digital, Penerapan QR Code Diklaim Efektif Atur Distribusi
-
Pengurus Baru ILUNI FHUI Tancap Gas Realisasikan Program Kerja
-
Agus Hartono, Tahanan Korupsi yang Kepergok Plesiran dan Makan Bersama Keluarga, Wajib Bayar Uang Pengganti Rp67 Miliar