Segera Evaluasi Kebijakan yang Mematikan Petani
Foto: ANTARA/Aditya Pradana PutraJAKARTA - Pemerintah mesti segera mengevaluasi kebijakan yang berpotensi mematikan pertanian nasional, seperti memaksa petani dan kalangan industri menjual pangan dengan patokan harga di bawah biaya produksi dan logistik.
Selain itu, kebijakan pemerintah juga harus sesuai dengan perundangan yang berlaku dalam asas demokrasi ekonomi dan kerakyatan. Sekretaris Jenderal DPN Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), M Nur Khabsyin, membenarkan kebijakan para pembantu presiden cenderung mengabaikan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme karena menciptakan kartel dan monopoli.
Salah satu contoh adalah aturan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian lewat surat nomor S-202/M.EKON/08/2017 tentang pihak yang membeli gula petani dan gula pabrik milik BUMN hanya Bulog dengan harga 9.700 rupiah per kilogram (kg).
"Kebijakan tersebut, mengindikasikan ada monopoli gula petani oleh Perum karena pemerintah mengeluarkan kebijakan gula petani dan gula pabrik gula milik BUMN dibeli Bulog seharga 9.700 rupiah per kg," jelasnya saat dihubungi, Kamis (21/9).
Bagi APTRI, kebijakan tersebut tentu merugikan petani karena petani merasa dipaksa harus menerima harga pembelian gula sebesar 9.700 per kg. Patokan harga jual gula tersebut, masih di bawah biaya produksi sebesar 10.600 rupiah per kg.
Selanjutnya, Nur menduga adanya praktik monopoli penjualan gula pasir tersebut bertentangan dengan Undang- Undang Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
"Kita telah mengadukan dugaan adanya monopoli dalam penjualan gula pasir ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Laporan tersebut telah disampaikan pada tanggal 15 September 2017 beserta sejumlah alasan dan bukti yang kami miliki," paparnya.
Kasus lainnya, Menteri Perdagangan menunjuk perusahaan swasta, yakni PT Pusat Komoditas Jakarta (PKJ), untuk menyelenggarakan pelelangan gula impor per 1 Oktober 2017. Nantinya, peserta lelang wajib membayar biaya pendaftaran, administrasi setiap proses lelang, uang deposit, dan pelunasan dengan dana tunai.
Padahal, perusahaan yang diduga kuat berafiliasi dengan Grup Artha Graha ini belum berpengalaman menyelenggarakan lelang dan baru berdiri pada November 2016. Bahkan, baru-baru ini Menteri Predagangan menurunkan bea masuk gula mentah dari Australia.
Alasan penurunan bea masuk itu, saat ini Indonesia memerlukan impor gula mentah tiga juta ton per tahun, antara lain untuk industri makanan dan minuman. YK/ers/AR-2
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Menko Zulkifli Tegaskan Impor Singkong dan Tapioka Akan Dibatasi
- 2 Pemerintah Konsisten Bangun Nusantara, Peluang Investasi di IKN Terus Dipromosikan
- 3 Peneliti Korsel Temukan Fenomena Mekanika Kuantum
- 4 Literasi Jadi Kunci Pencegahan Pinjol Ilegal dan JudolĀ
- 5 Siaga Banjir, Curah Hujan di Jakarta saat Ini Hampir Sama dengan Tahun 2020
Berita Terkini
- Pertamina Siapkan Akses Titik Pangkalan Resmi Pembelian LPG 3 Kg Terdekat
- Band Rock Alternatif Iconic Tourist Lepas Dua Single Bertajuk "Give it to Me" dan "Oh Honey"
- Sukses di 2024, Tahun Ini PDC Dorong Kinerja ke Level yang Lebih Tinggi
- Dukung Perkembangan Transportasi Publik, Trainset Import Bongkar di Pelabuhan Tanjung Priok Berjalan Lancar
- Transformasi Digital dan Kinerja Keuangan BNI Dapat Apresiasi DPR