Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Penanganan Krisis I Injeksi Likuiditas ke Perbankan Digunakan Biayai Properti

Segera Benahi Sektor Riil Agar Jurang Ketimpangan Tidak Semakin Curam

Foto : ANTARA/HARVIYAN PERDANA PUTRA

MAKANAN RAKYAT BAHAN BAKUNYA IMPOR I Perajin memproduksi tempe di Kendal, Jawa Tengah. Di Indonesia tempe dikenal sebagai makanan sejuta umat. Namun sebanyak 70 persen kedelai sebagai bahan baku tempe adalah hasil impor.

A   A   A   Pengaturan Font

Menanggapi kebijakan moneter tersebut, Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi yang diminta pendapatnya di Jakarta, Selasa (15/6) mengatakan injeksi itu akan terus berlanjut. Dan injeksi dana tersebut dipastikan banyak dimasukkan ke sektor properti dan konsumsi barang impor yang tiap tahun nilainya mencapai 15 miliar dollar AS, bukan untuk membiayai sektor produktif. Ini kesalahan yang terus berulang.

"Saat krisis 1998, bank salurkan dana yang diinjeksi itu ke sektor yang nonproduktif yaitu property sehingga harganya bubble (menggelembung-red) dan konsumtif yang impornya besar. Padahal penempatan ke sektor nonproduktif, tidak membuat uang berputar berulang kali," kata Badiul.

Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada 1998 memperlihatkan betapa banyak pemilik bank yang menggunakan dana tersebut untuk pribadi, ada yang membiayai grup perusahaannya sampai 97 persen, padahal kredit ke grup ada batas maksimalnya sesuai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).

Belajar pada pengalaman masa lalu itu, seharusnya BI dan pemerintah tidak mengulang kesalahan sama karena Indonesia tidak mungkin bangkit, kalau intermediasi bank untuk sektor yang tidak produktif seperti ke properti dan barang konsumsi impor. Bank seharusnya membiayai sektor riil yang produktif.

"Jika pemerintah menempatkan satu rupiah, dana seharusnya kembali dalam bentuk pajak yang berlipat ganda, nah di situ pendapatan negara baru bisa naik tinggi dalam pajak produktif, bukan pajak konsumstif. Pajak konsumtif yang sekali ditarik dananya habis seperti pajak impor," kata Badiul.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top