Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Scholas Occurrentes Perluas Misi untuk Kaum Muda di Dunia

Foto : Koran Jakarta/Fredrikus Wolgabring Sabini

Presiden Global Scholas Occurrentes José María del Corral, dalam konferensi pers di Graha Pemuda, Kompleks Katedral Jakarta, Senin (2/9).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Scholas Occurrentes, sebuah Gerakan Pendidikan Internasional yang diluncurkan secara global pada tahun 2013 oleh Paus Fransiskus, terus memperluas misinya.

Tujuannya untuk mengubah kehidupan kaum muda melalui metodologi pendidikan inovatif yang menggabungkan teknologi, olahraga, dan seni.

Berakar pada visi untuk "menciptakan Budaya Perjumpaan, menyatukan kaum muda dalam pendidikan yang menghasilkan makna," Scholas telah menjadi kekuatan penting bagi inklusi, persatuan, dan komitmen sosial di lima benua, menjangkau lebih dari setengah juta sekolah dan universitas di seluruh dunia.

Sejalan dengan misinya, Scholas Occurrentes baru-baru ini memperdalam keterlibatannya di Indonesia, negara yang kaya akan keragaman budaya dan berkomitmen untuk mengembangkan Budaya Perjumpaan.

"Asal usul Scholas adalah antarbudaya dan antaragama, yang selalu mempromosikan budaya perjumpaan melalui metode pendidikan, proposal pendidikan," kata José María del Corral, Presiden Global Scholas Occurrentes dalam konferensi pers di Graha Pemuda, Kompleks Katedral Jakarta, Senin (2/9).

"Kami percaya bahwa metode kami, yang sudah aktif hadir di 70 negara di seluruh dunia, dapat menjadi bagian dari warisan Paus Fransiskus bagi Indonesia, sambil juga belajar dari budaya, masyarakat, dan sekolahnya yang kaya," sambungnya.

Proyek Hati Polyhedron

Berangkat dari keberhasilan menciptakan karya seni kolektif terpanjang di dunia di Cascais, Portugal, pada tahun 2023, Scholas kini memulai tantangan artistik baru di Indonesia.

Proyek Hati Polyhedron bertujuan untuk menciptakan patung yang melambangkan jantung Indonesia, yang mencerminkan kekayaan keragaman budaya negara ini.

Setiap sisi polyhedron menceritakan kisah para pesertanya, yang memadukan pendidikan, seni, dan teknologi untuk melambangkan bagaimana setiap individu berkontribusi pada komunitas global yang lebih hidup dan bermakna.

Karya ini melambangkan bagaimana setiap individu berkontribusi pada komunitas global yang lebih dinamis dan bermakna. Karya seni yang mewakili semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka Tunggal Ika" (Berbeda-beda tetapi tetap satu) ini melibatkan total 1.500 peserta.

Pesertanya termasuk individu dari program pendidikan di Jakarta, peserta lokakarya di Bali, Lombok, dan Labuan Bajo, serta narapidana dari tiga fasilitas penjara, termasuk yang diperuntukkan bagi narapidana muda, perempuan, dan laki-laki.

"Patung tersebut menggabungkan barang-barang pribadi dari para kontributornya, menciptakan ruang sakral yang menyimpan kenangan dan menandakan komunitas bersama,"urai Jose Marie

Integritas Material Berkelanjutan

Proyek Polyhedron menggunakan tiga jenis material-unsur alami, unsur kain, dan unsur daur ulang-agar selaras dengan pesan lingkungan dari ensiklik Paus Fransiskus, Laudato Si' dan Laudato Deum.

Material-material ini dipilih dengan cermat untuk mencerminkan komitmen dalam merawat rumah kita bersama dan mengatasi tantangan iklim.

Sama seperti Paus Fransiskus yang membuat sapuan kuas terakhir pada mural di Cascais, ia akan menambahkan objek pribadi pada polyhedron ini, yang akan mempererat hubungan antara seni, teknologi, dan komunitas.

Senin ini, 2 September, akan ada acara eksklusif, di mana media akan dapat melihat polyhedron secara langsung, sebelum pertemuan Paus Fransiskus dengan komunitas Scholas Occurrentes pada tanggal 4 September.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top