Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengelolaan Utang - Rupiah Tertolong Sentimen Positif Kebijakan Tiongkok

SBN Didominasi Asing, RI Rentan Gejolak Eksternal

Foto : Sumber: ADB S.d Maret 2018
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sejumlah kalangan mengungkapkan porsi asing dalam obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai hampir 40 persen saat ini termasuk yang paling tinggi di dunia.

Hal tersebut mengakibatkan Indonesia lebih rentan terhadap gejolak eksternal, karena investor asing tersebut bisa hengkang kapan saja ketika terjadi gejolak.

Ekonom Indef, Bhima Yudhistira, mengatakan tekanan eksternal dan fundamental ekonomi Indonesia yang dinilai rapuh membuat investor asing mulai menarik diri dari surat utang pemerintah Indonesia sejak awal tahun ini.

Yield atau imbal hasil SBN tenor 10 tahun telah menguat mencapai 8,8 persen. Kenaikan yield tersebut mengindikasikan harga obligasi pemerintah turun, terutama akibat tekanan jual pemodal mancanegara.

Sementara itu, lanjut dia, selisih imbal hasil atau yield spread antara SBN dan obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) atau US Treasury dengan tenor yang sama melebar karena kenaikan harga di surat utang AS.

"Kondisi ini merupakan salah satu indikator makro yang menunjukkan risiko berinvestasi di instrumen SBN terus meningkat, sehingga asing beralih ke pasar negara lain," jelas Bhima, di Jakarta, Jumat (19/10).

Pada Maret 2018, porsi asing di SBN mencapai 39,3 persen, paling tinggi dibandingkan dengan negara Asia lain, seperti Malaysia yang sebesar 28,3 persen dan Jepang sebesar 11,2 persen.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), kepemilikan asing pada obligasi pemerintah RI itu berkurang menjadi 36,89 persen pada akhir September lalu. Utang dalam bentuk SBN cukup membuat asing selalu nyaman untuk masuk.

Dengan bunga tinggi, mereka kapan pun bisa masuk dan menikmati hasil, namun jika pasar bergejolak mereka pun bisa hengkang kapan saja.

Menurut Bhima, untuk membuat SBN tetap menarik, cara paling mudah adalah menaikkan bunga cukup tinggi, antara 50-100 basis poin (bps).

Namun, langkah tersebut ibaratnya mengobati penyakit dengan penahan rasa sakit, tidak mengobati sumber penyakitnya. "Efeknya hanya jangka pendek, dan hanya terus-menerus naikan bunga," kata dia.

Akan tetapi, menurut Bhima, kenaikan bunga obligasi pemerintah bakal memicu terjadinya crowding out, yakni perebutan likuiditas di pasar antara pemerintah dengan perbankan.

Akibatnya, bank akan kalang kabut sehingga lebih agresif menaikkan bunga. "Pada akhirnya, situasi ini akan merugikan masyarakat kecil yang punya kredit di bank," papar dia.

Bhima menambahkan untuk keluar dari dominasi investor asing di obligasi pemerintah, tidak ada cara lain selain pendalaman pasar keuangan domestik.

Potensi dana masyarakat yang masuk ke SBN sebenarnya cukup besar, hanya saja pemerintah terlambat menyesuaikan besaran penawaran obligasi ritel (ORI).

Kalau perlu, ORI itu minimun pembeliannya 100 ribu per lembar, sehingga bisa lebih terjangkau bagi semua kalangan masyarakat.

"Harapannya, porsi 40 persen asing di surat utang pemerintah perlahan bisa berkurang," tukas dia.

Contohnya, di Jepang yang hampir 90 persen obligasi pemerintah dimiliki oleh rakyatnya sendiri, sehingga pembayaran bunga akan berputar di negara sendiri, sangat sedikit yang mengalir ke luar negeri.

Ekonomi Tiongkok

Sementara itu, pada perdagangan, Jumat, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup menguat 8 poin atau 0,05 persen di level 15.187 rupiah per dollar AS.

Pelaku pasar menjelaskan penguatan rupiah dipicu oleh aliran modal yang masuk ke Asia, menyusul sentimen positif dari kebijakan pemerintah Tiongkok dalam mengantisipasi perlambatan ekonomi negara itu.

Pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu itu melambat dari 6,6 persen pada kuartal II- 2018 menjadi 6,5 persen pada kuartal III-2018. Laju pertumbuhan pada Juli-September 2018 itu adalah yang paling lambat sejak kuartal I-2009.

Meski demikian, pemerintah Tiongkok mengumumkan akan memberikan stimulus untuk menggairahkan pasar modal.

Regulator perbankan dan asuransi Tiongkok juga memberikan insentif berupa kelonggaran berinvestasi bagi produk wealth management perbankan untuk langsung membeli saham.

Ini akan menambah jumlah investor di pasar saham Tiongkok. Kebijakan itu membuat investor global mulai melirik pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia.

Aliran dana yang mulai masuk ini sedikit banyak membantu rupiah sehingga mampu berbalik menguat. ahm/Ant/WP

Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top