Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Menuju Indonesia Maju - Bonus Demografi Modal Sosial Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Sambut Bonus Demografi, Siapkan Lebih Banyak Lapangan Kerja

Foto : Sumber: BPS – Litbang KJ/and

Definisi: Perbandingan antara jumlah penduduk nonproduktif (0-14 dan >65 tahun) dibandingkan dengan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun). Semakin tinggi Dependency Ratio menunjukkan semakin tinggi beban yang harus ditanggung penduduk produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif.

A   A   A   Pengaturan Font

>> Jangan sampai penduduk usia produktif jadi tak produktif karena tak punya kesempatan.

>> Ekonomi perdesaan dinilai lebih mampu menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi.

JAKARTA - Indonesia berpeluang menjadi negara maju apabila mampu memanfaatkan bonus demografi pada 2020-2035. Ledakan penduduk usia produktif tersebut diperkirakan mencapai puncak pada 2030.

Oleh karena itu, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada lima tahun ke depan diharapkan mampu menyiapkan fondasi kuat untuk memanfaatkan bonus demografi tersebut. Strategi yang mesti diperkuat antara lain menyiapkan lebih banyak lapangan kerja, serta menyambungkan (link and match) antara sektor pendidikan dan dunia usaha.

Peneliti Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan UGM, Sukamdi, mengatakan menyambut puncak ledakan penduduk usia produktif Indonesia pemerintah dan dunia usaha harus kompak memiliki visi satu dekade ke depan sehingga demografi bisa menjadi bonus, bukan bencana demografi. Saat puncak bonus demografi, Dependency Ratio atau rasio ketergantungan mencapai angka terendah. (Lihat infografis)

"Tidak ada cara lain, kecuali menyambungkan dunia usaha dengan pendidikan dan dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Presiden mesti memilih menteri yang hebat dan memahami masalah ini," papar dia, ketika dihubungi, Kamis (4/7).

Menurut Sukamdi, Indonesia perlu mencontoh kisah sukses Tiongkok yang bisa mengoptimalkan jumlah penduduknya tidak hanya sebagai pasar, namun juga produsen bagi apa pun yang dibutuhkan dunia.

Sebelumnya, peneliti Perkumpulan Prakarsa, Irvan Tengku Hardja, mengingatkan Presiden Joko Widodo agar menyiapkan fondasi kuat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan pada periode kedua pemerintahannya. Ini penting dilakukan agar Indonesia dapat memanfaatkan bonus demografi sebagai mesin pendorong pertumbuhan ekonomi tinggi.

"Jika Presiden Jokowi tak siapkan negara dengan dorong pertumbuhan berkualitas dan berkelanjutan maka saat puncak demografi, anak muda kehilangan kesempatan untuk produktif, inovatif, dan memperoleh lapangan kerja," papar dia, belum lama ini.

Istilahnya, lanjut Irvan, banyak penduduk usia produktif, tapi tidak bisa produktif karena tidak punya kesempatan.

Sementara itu, Guru Besar Sosiologi dari Universitas Airlangga, Bagong Suyanto, mengatakan bonus demografi sebenarnya merupakan modal sosial untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

"Tapi, apabila tidak dipersiapkan sejak jauh hari, dengan menyediakan industri padat karya yang cukup, maka bonus demografi justru akan menjadi beban," kata dia.

Pada kenyataannya, lanjut Bagong, bukan perkara mudah untuk memanfaatkan bonus demografi, karena harus disediakan lapangan kerja yang sesuai dengan kualitas dan kualifikasi SDM Indonesia agar industri yang ada bisa efektif.

"Seperti sekarang, kalau pemerintah lebih mengutamakan industri padat modal daripada industri padat karya, maka nanti kalau tidak terakomodasi bisa terjadi mismatch dengan industri yang ada, dan justru akan kontraproduktif. Ini adalah pilihan kebijakan pemerintah," tukas dia.

Harus Serius

Sukamdi menilai gerakan untuk mempersiapkan diri menyambut bonus demografi kurang digaungkan pemerintah. "Di pengembangan SDM (sumber daya manusia), Presiden Jokowi sangat concern dengan sekolah vokasi. Ini tidak bisa dikerjakan biasa-biasa saja, harus serius, luar biasa, dan terhubung dengan industri, terutama industri pertanian perdesaan," kata dia.

Menurut Sukamdi, pertanian perdesaan sebenarnya berpotensi menyerap banyak angkatan kerja, namun sektor ini terabaikan karena macetnya produksi dan industri. Petani jalan sendiri, industri jalan sendiri dengan barang modal impor. Akibatnya, sekolah vokasi pun tidak akan memberi banyak perubahan kalau di fondasi dasarnya, yakni visi industrinya tidak jelas.

Dia menjelaskan kemandirian dan daya saing merupakan inti dari produktivitas ekonomi satu negara. Ketika terjadi ledakan penduduk usia produktif, mereka yang akan mengisi berbagai sektor yang benar-benar berdaya saing dan mandiri. Dengan jumlah penduduk sebesar Indonesia, mau tidak mau bangsa ini harus memiliki sektor pertanian yang mandiri.

Sukamdi menambahkan Indonesia tidak bisa mengandalkan ekonomi perkotaan, sebaliknya hanya ekonomi perdesaan yang mampu menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi.YK/SB/WP

Penulis : Eko S, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top