Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Senin, 02 Des 2024, 02:20 WIB

Kenakan Tarif Impor untuk Menutup Defisit Anggaran

Beri perlindungan kepada petani yang sudah ada I Petani menanam padi di lahan pertanian Desa Ngebruk, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu (30/11). Rencana pemerintah memberi gaji 10 juta rupiah per bulan kepada anak muda

Foto: ANTARA/Irfan Sumanjaya

» Tidak ada yang mau menanam pangan karena bersaing dengan pangan impor, yang dijual dengan harga murah.

» Kebijakan tarif impor pangan yang tinggi akan efektif melindungi produk petani dalam negeri.

JAKARTA– Pemerintah diminta memberikan perlindungan kepada pertanian nasional melalui berbagai aturan dan kebijakan yang menyeluruh dan komprehensif. Pentingya memberikan perlindungan ke sektor pertanian karena menyangkut keamanan pangan.

Bukan hanya meminta Bulog jika kelak bertransformasi untuk menjamin petani untung, tetapi lebih pada kebijakan yang mendukung pertanian nasional secara holistik seperti mengenakan tarif impor yang tinggi kepada barang impor agar produk lokal tumbuh.

Mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra, dulu pernah mengatakan lembaga semacam Bulog di negaranya menjamin keuntungan kepada petani, tetapi akhirnya dituntut karena dianggap merugikan negara. Kebijakan Thaksin itu ternyata malah disalahgunakan untuk mendulang suara di pemilu, karena membeli beras petani dengan harga tinggi, tetapi menumpuk di gudang.

Thaksin ditengarai bukan membela petani, tapi untuk mendapat suara dalam pemilihan umum. Akhirnya lembaga tersebut rugi, merugikan negara. Karena merugikan negara dianggap korupsi.

Pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko, mengatakan jika pemerintah betul-betul melindungi petani maka seluruh impor pangan harus di tangan pemerintah, bukan ada swasta.

Selain itu, harus menaikkan tarif impor. Negara sekelas Amerika Serikat (AS) yang dikenal sebagai free market economy saja mengatakan tarif terhadap pangan impor.Sementara Indonesia malah semuanya zero tarif. Akibatnya, tidak ada yang mau menanam komoditas serupa di dalam negeri karena kalah bersaing.

“Siapa mau tanam pangan yang bersaing dengan pangan impor, yang dijual dengan harga murah?kata Aditya.

Praktik-praktik semacam itu merupakan bentuk perdagangan yang tidak adil, bukanfree market economy. “Praktik itu dibiarkan karena pejabat kita banyak yang korup, dan dia tidak akan peduli dengan dumping asal dia dapat fee dari impor,” katanya.

Korupsi impor, paparnya, sudah lama terjadi yakni sejak 1998 sampai sekarang belum berhenti. Hal itu terjadi karena tidak ada perlindungan untuk petani nasional.

Dia lalu meminta pemerintah menekankan perlunya investasi pada pertanian modern dan infrastruktur logistik yang memadai untuk mendukung hasil pertanian. “Petani ingin hasil panennya terjual dengan baik tanpa harus melalui sistem yang merugikan seperti ijon. Itu semua butuh sistem logistik yang baik,” tambahnya.

Aditya menyebut bahwa pemerintah perlu menempatkan ketahanan pangan sebagai prioritas utama. Salah satu langkah konkret yang ia usulkan adalah pembangunan teknologi dan inovasi pertanian yang berkelanjutan.

“Jika kita konsisten membangun agroteknologi selama lima tahun, dalam satu dekade kita bisa mandiri pangan dan menghemat devisa hingga 20 triliun rupiah per tahun. Dengan begitu, kita juga bisa memperkuat posisi Indonesia di sektor pangan global,” katanya.

Tidak Cocok

Ia juga mengkritik kebijakan diversifikasi pangan yang justru meningkatkan kebergantungan pada impor. “Kita diarahkan mengonsumsi gandum yang tidak cocok secara genetik dengan orang Asia, sementara kita memiliki potensi besar pada komoditas lokal seperti beras dan umbi-umbian. Harusnya pemerintah mendukung pengembangan pangan lokal,” tegasnya.

Aditya berharap pemerintah lebih fokus pada kebijakan yang holistik, terutama dalam membangun sektor-sektor strategis seperti pertanian dan industri substitusi impor. Menurutnya, kenaikan tarif impor adalah langkah yang lebih adil dibandingkan menaikkan pajak konsumsi seperti PPN, yang hanya akan membebani masyarakat kecil.

“Tarif impor tidak hanya mengurangi defisit anggaran, tetapi juga memberikan kesempatan bagi industri dalam negeri untuk berkembang. Dengan kebijakan ini, kita bisa memperkuat fondasi ekonomi Indonesia untuk jangka panjang,” pungkasnya.

Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, sepakat dengan pengenaan tarif impor tinggi untuk pangan. Menurut dia, Indonesia perlu belajar dari proteksi yang tinggi pasar dalam negeri seperti yang dilakukan negara negara maju

“Kebijakan tarif impor pangan yang tinggi akan efektif melindungi produk petani dalam negeri,” kata Awan.

Pengenaan tarif impor tinggi, lanjut dia, juga perlu dibarengi dengan penguatan peran petani melalui revitalisasi koperasi tani juga urgen untuk memastikan produksi dan tata niaga pangan yang demokratis berkeadilan dan menyejahterakan petani.

“Agar efektif perlu kombinasi kebijakan tarif impor dan subsidi bagi petani pangan. Negara maju umumnya lebih protektif terhadap perekonomian nasionalnya,” kata Awan.

Sementara itu, peneliti Pusat Riset Pengabdian Masyarakat (PRPM) Institut Shanti Bhuana, Bengkayang, Kalimantan Barat, Siprianus Jewarut, mengatakan tanpa ada agroteknologi, maka mustahil bagi Indonesia mengejar ketertinggalan.

Kalau konsisten dan intensif dibangun selama lima tahun, maka pada tahun kesepuluh Indonesia sudah bisa mandiri pangan dan menghemat devisa 20 triliun per tahun. Negara-negara lain jika ingin berkonfrontasi dengan RI mereka tidak perlu perang, cukup menutup jalur impor pangan saja sudah megap-megap karena tidak ada ketahanan pangan.

Indonesiapunya harapan besar karena Prabowo dipandang mengerti masalah Indonesia. “Selama ini, nggak ada yang ngerti. Meskipun mengerti, kalau tidak dilaksanakan akan percuma saja. Dulu Bung Karno mengerti. Petani marhaen menjadi dasar fondasi negara Indonesia,” katanya.

Sekarang, pemerintah begitu berat untuk menaikkan tarif impor karena yang menikmati adalah para kroni. Padahal kalau itu naik, maka negara akan hemat 20 miliar dollar AS tiap tahun.

Redaktur: Vitto Budi

Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.